Aldan terus meninju sebuah bantalan besar yang terikat di langit-langit. Tangannya memerah, otot-otot biru yang terbungkus kulit kini terpampang nyata. Membuktikan bahwa sang pemilik lengan memukul dengan keras.
Semalam Aldan tiba di rumah saat dini hari. Lalu ia hanya duduk di lantai dapur sambil beberapa kali menenggak minuman bersoda yang membuat asam lambungnya naik, ia tidak peduli. Pagi-pagi buta ia naik ke lantai atas dan menuju ruang olahraga, berganti baju dan meluapkan amarahnya di sana.
Bayangan masa lalunya bersama Rachel terus berputar di kepalanya. Namun bersama itu, muncul wajah manis Sharena dengan suara lembutnya, dua orang perempuan yang telah membawa Aldan ke dalam manis-pahitnya rasa cinta.
"Arrgghh!!!"
Aldan meremas kepalanya, kesal. Ia menunduk dan menangis. Aldan terjebak dalam perasaan bersalah pada dua orang perempuan yang berpengaruh dalam hidupnya.
Selanjutnya apa?
Apa ia harus kehilangan Sharena? Setelah banyak hal yang mereka lewati berdua, hanya gara-gara salah paham Aldan dan Sharena harus berpisah? Astaga, ini mimpi buruk!
Aldan sedang terduduk dan menyesali segalanya, ketika tiba-tiba Sharena datang membawakan handuk kecil dan air hangat.
Aldan terperangah tak percaya melihat sosok istrinya di depannya, "Sayang? Kamu ... kamu baik-baik saja kan?" Aldan dengan cepat berdiri dan menyentuh tangan Sharena.
"Menurutmu bagaimana?" Sharena balik bertanya, "Kamu memang tampan, bahkan dulu aku disebut wanita beruntung karena bisa mendapatkan cintamu, Aldan."
"Tapi ..."
"... aku bukan yang pertama, wanita beruntung itu adalah Rachel bukan?"
Aldan sangat kesal, kenapa Sharena terus-menerus membahas tentang Rachel, Rachel dan Rachel. Apa semua perempuan seperti ini? Sekali ia tahu masa lalu pasangannya, pasti akan membahasnya terus hingga mulutnya berbusa. Menyebalkan!
Sialnya Aldan juga harus berpura-pura cuek dan tidak peduli, supaya Sharena tidak bertambah marah kepadanya. Dasar perempuan memang rumit ya, Sharena yang memulai pertengkaran, ujung-ujungnya Aldan lagi yang harus mengalah.
"Satu-satunya perempuan yang kunikahi adalah kamu, Sharena." Aldan berusaha bersikap tegas. "Dinikahi hanya untuk dijadikan pelarian atas masa lalu yang belum bisa kamu lupakan, hah?"
"Sharena! Beri kesempatan aku untuk bicara!"
"Kamu tidak tau bagaimana sulitnya aku, Aldan! Aku terjebak dalam kehidupan yang sulit ketika mantan suamiku meninggalkan aku dan kedua anakku, kedatanganmu yang kuharap bisa menyembuhkan luka kami namun malah sebaliknya!" Sharena begitu dramatis, ia meletakkan handuk dan gelas dengan kasar.
"Lalu sekarang maumu apa? Kamu tidak pernah memberiku kesempatan untuk bicara ..." ucap Aldan frustasi. "Tolong jaga emosimu Sharena, kamu sedang hamil. Kamu boleh membenciku tapi jangan sakiti dirimu."
"Aku kalut, tidak tau lagi harus mengatakan apa. Jika memang kamu belum bisa melupakan Rachel, pergilah Aldan. Kamu memang tampan, sejak awal aku salah karena telah menerimamu dalam hidupku."
SKAK!
Ya ampun Sharena ini ngomong apa sih? Kok malah pasrah begitu saja, bukankah ia masih cinta dengan suaminya? Tapi mengapa ia menyerah begitu saja?
"Aku masih kurang cantik dibanding Rachel, ya? Aku sudah tidak menarik karena aku adalah seorang janda beranak dua, kini aku hamil dan akan memiliki tiga anak. Wajahku akan keriput, aku sudah tidak memiliki ..."
"Sssttt ..." Aldan menempelkan telunjuknya di bibir Sharena. "Pernyataan tidak berguna sayang. Tolong hentikan."
"Berhenti merayuku dengan kata-kata manis Aldan, aku bukan anak SMA yang baru mabuk cinta." Sharena berkaca-kaca.
"Kukira kamu adalah rumah, rumah yang bisa menjadi tempatku pulang dan merasa aman. Tapi mengapa kamu hanya menjadikanku tempat singgah untuk perjalananmu yang selanjutnya?"
"Sharena ..." Aldan terlihat sedih. "Bukan seperti itu, tolong berhenti mengatakan hal itu ... itu hanya akan menyakiti kita berdua, Sharena."
"Kamu tampan ya, siapa wanita yang tidak memalingkan muka ketika berada di dekatmu? Aku menyembunyikan seluruh rasa sakit selama ini ..."
BUG!!!
Aldan tiba-tiba menonjok pipi kirinya dengan menggunakan tangan kosong. Sharena terkejut karena Aldan menyakiti dirinya sendiri, dan bukan hanya sekali karena setelah itu Aldan terus berusaha melukai wajahnya dengan tangannya sendiri.
"Aldan stop!!! Aldan dengarkan aku!!! Kumohon hentikan!!!"
"Aldan!!!!!! Hentikan!!!!!"
Darah segar mengucur dari pelipis hingga kedua lubang hidung Aldan. Wajahnya sudah babak belur namun ia belum berhenti. Aldan hanya ingin Sharena tau jika ia sangat tersiksa dengan wajah "tampan" yang disebut banyak orang menguntungkan itu.
"Aldan tolong ... hentikan!!!" Sharena menjerit tak karuan hingga mengundang perhatian Kania. Gadis itu terkejut melihat papanya seperti orang kerasukan.
"Ma! Papa kenapa Ma?!"
"Aldan ... tolong hentikan, baiklah baik aku tidak akan berkata seperti ini lagi! Tolong Aldan!!!"
"Arrghhh ... biar ... biarlah Sharena, kamu tidak usah berteriak seperti itu. Biarkan wajahku hancur, biarkan ketampanan ini hanya menjadi cerita fiksi belaka, aku hanya ingin menjadi orang jelek."
"HAH?" Kania melongo mendengar penuturan Aldan barusan. "PAPA UDAH GILA YA?!"
Lantai ruangan itu kini sudah dipenuhi bercak darah, Aldan sudah kehabisan tenaga. Kepalanya pusing, tubuhnya lemas, napasnya tersengal. Ia terbaring di atas lantai yang dingin. "Bagaimana sayang?" tanyanya tanpa dosa.
"Aldan, kamu ... kamu bertahan! Kania cepat telpon ambulans, kita bawa Papa ke rumah sakit sekarang!" titah Mama Sharena. Kania segera bergerak cepat menuruti ucapan mamanya.
"Sharena ..." Aldan menggenggam tangan istrinya erat, meski pandangannya lambat laun sudah kabur, ia terus berusaha melanjutkan ucapannya. "Begini kan yang kamu mau?"
"Kamu menyedihkan! Bukan seperti ini Aldan, kamu salah paham!"
"Hah? Bagaimana bisa salah paham? Kamu saja tidak ... pernah memberikanku kesempatan ... lalu untuk apa aku ... arghh ..." Aldan memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Aldan, tolong bertahanlah ..." Sharena panik mengetahui semakin banyak darah yang keluar dari wajah suaminya. "Ini berbahaya untukmu, jangan pernah lakukan hal ini lagi."
"Sharena, untuk apa aku memberimu kesempatan? Bukankah kamu tidak pernah memberi kesempatan untuk kisah kita kan?" Aldan masih sempat tersenyum sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Sharena menjerit, ia mengangkat kepala Aldan dan menaruhnya di atas paha. Sharena memeluk Aldan dengan penuh kasih sayang, "Aku hanya mau kamu jadi dirimu sendiri Aldan, aku mencintaimu."
"... maafkan aku, maaf karena aku sudah egois ..."
***
TBC!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Daddy
Teen Fiction[ BUKAN CERITA DEWASA! ALUR MAJU-MUNDUR & FULL DRAMA! ] "Papa Aldan! Di sini haram ya kalau senyum-senyum sama orang yang nggak dikenal!" "Memang ya, pesona laki-laki dewasa nggak ada duanya." Jika banyak cerita tentang cool boy yang menjadi idola c...