❤EPILOG {1/2}❤

2.1K 204 107
                                    

Hai! Lama nggak jumpa! Kangen nggak, nih? ❤❤

Aku kangen nih, pertama- sama PanWink, kedua- sama kalian, apalagi sama komen + vote kalian 😘😘 Rencana awalnya nggak mau aku bagi jadi dua part, tapi langsung berubah pikiran setelah aku pengen cepet-cepet pubish biar dapet sedikit energi dari kalian.

Anggap aja part satu ini sebagai pemanasan. Hehe!

Last, happy reading!

.

.

.

"Guanlin,"

Mata Jihoon basah. Bibirnya tergigit berusaha menahan isakan. Hatinya terasa diremas ketika melihat Guanlin tak ingin menatap matanya, sibuk dengan berkas-berkas yang ia masukkan ke dalam tas.

Tangan si mungil mencoba meraih si jangkung. Namun apa daya? Saat Jihoon berniat memeluk pria itu dari belakang, Guanlin lebih dulu menghindar.

"Nggak usah nangis!" Guanlin berkata dengan nada sedikit tinggi -nyaris menyerupai bentakan. Ia lalu melirik Jihoon sekilas, melengos dan langsung menjinjing tas kantornya. "Aku ke kantor dulu. Kamu jangan lupa sarapan. Nanti nggak usah repot-repot bawain bekal ke kantor, aku bisa nyari makan siang sendiri."

Tanpa ciuman selamat tinggal di kening Jihoon.

"Lin-"

Brak!

Pintu kamar tertutup keras bersamaan dengan tubuh Jihoon yang terjatuh di atas karpet bulu di bawah ranjang. Dia menunduk, meremat karpet bulu yang tidak berdosa itu demi meredam rasa sakit di hatinya.

Tangannya terangkat. Jemari yang dihiasi cincin emas putih di salah satunya itu meremas dada kuat-kuat. Rasa sesak itu semakin menjadi-jadi saat bayangan atas kebodohannya terus terulang di kepala Jihoon. Hingga kemudian air matanya jatuh. Satu persatu lalu perlahan menderas. Pertahanannya runtuh dan Jihoon terisak parah.

Ini semua salahnya. Salah Jihoon. Jihoon-lah yang bersalah karena menyebabkan Guanlin bertindak demikian.

Memangnya siapa yang tidak marah? Mungkin jika Jihoon yang berada di posisi Guanlin, dia akan melakukan hal yang sama. Bahkan lebih parah daripada menatap dingin pasanganmu tanpa bicara sepatah katapun.

Seharusnya, sebagai pengantin yang baru resmi tiga hari lalu, Guanlin dan Jihoon bisa berbagi kehangatan. Saling memeluk atau bercumbu mesra. Atau menghabiskan waktu sepanjang hari hanya berdua di dalam selimut dalam kondisi yang errr... telanjang, mungkin?

Harusnya seperti itu. Namun apa jadinya jika itu semua hanya ada di bayangan Guanlin semata?

Guanlin memang tidak berhak marah. Ia mencintai Jihoon. Harusnya ia bisa menunggu Jihoon hingga si mungil itu siap menyerahkan dirinya. Harusnya ia tidak membuat Jihoon merasa tidak nyaman karena terus didesak. Namun lama kelamaan, dalam tiga hari yang harusnya indah itu, Guanlin merasakan ada yang salah.

Jihoon tidak pernah mau disentuh Guanlin. Bukan jenis sentuhan intim yang menciptakan gelora panas. Guanlin hanya menginginkan bibir Jihoon, berharap bisa memagutnya lembut dan mereka bisa menatap penuh cinta setelahnya.

Dulu, Jihoon tidak pernah menolak. Dia menerima cumbuan Guanlin dengan senang hati.

Namun, entah mengapa, akhir-akhir ini Jihoon terlalu susah digapai. Lelaki bersurai cokelat itu selalu menghindar tiap kali Guanlin mencoba memulai skinship yang lumrah dilakukan oleh pasangan.

Puncaknya adalah beberapa menit lalu ketika sepasang pengantin baru itu berbagi kasih sayang melalui ciuman panjang dan memabukkan. Awalnya Jihoon memang menghindar, namun lama kelamaan si mungil menjadi luluh dan membiarkan Guanlin mengeksplorasi bibir pink-nya tanpa protes. Lengan Jihoon melingkar indah di leher Guanlin dan Guanlin mengusap pinggang Jihoon lembut. Keduanya menikmati cumbuan dengan baik, melibatkan kerinduan yang sama-sama bergejolak dari hati masing-masing. 

His Dark Side [PanWink] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang