08 [Hari Minggu Pagi]

3.2K 472 8
                                    

VOTE(S) AND COMMENT(S) JUSEYO~(ONG)~~

.

.

.
Jihoon belum bisa tertidur meski ia sudah berusaha memejamkan matanya. Lampu kamar sudah di matikan, susu hangat telah habis separuh dan musik klasik pengantar tidur telah berputar. Namun rasa kantuk belum juga menghampiri cowok bertubuh gembil itu.

Jihoon melirik jam digital di nakas. Pukul satu lebih dua puluh menit. Dan Jihoon belum berhasil menyambut mimpinya.

Setiap ia berusaha memejam, pada saat yang sama wajah marah Guanlin tadi siang lantas memenuhi otaknya.

Refleks, Jihoon mengelus pergelangan tangannya yang sedikit membiru karena kelakuan Guanlin. Bahkan rasa perihnya masih bisa Jihoon rasakan hingga sekarang.

Menakutkan. Itu yang Jihoon fikirkan tentang sisi berbeda yang Guanlin tunjukkan.

Sisi gelap yang lebih dari sekedar tatapan tajam, tetapi juga tindakan kasar yang menjadikan pergelangan tangan Jihoon sebagai korbannya.

Jihoon menoleh ke jendela kamarnya yang ditutupi oleh gorden putih tipis. Dari sana ia mampu melihat kamar Guanlin yang gelap.

Segelap sosok Lai Guanlin.

Jihoon kembali memejamkan mata seraya berdecak kesal. Padahal beberapa jam lagi hari minggu, dan Jihoon berencana menghabiskan waktu liburnya dengan hibernasi sampai matahari terbenam. Ah tidak, itu berlebihan, maksudnya sampai bunda membangunkan Jihoon untuk sarapan.

"Satu domba, dua domba, tiga domba...", gumam Jihoon masih berusaha untuk terlelap dengan cara menghitung domba.

Katanya itu cara cukup efektif, buktinya Jihoon akhirnya bisa tertidur setelah menghitung domba ke delapan puluh.

Dan Jihoon bangun saat matahari baru akan terbit dan alarm rutin jam 5-nya berbunyi. Jihoon terduduk sebentar, menggerakkan bagian-bagian tubuhnya yang terasa kaku dan sedikit sakit. Tidurnya sangat tidak nyenyak malam ini.

Jihoon memutuskan untuk bangkit, berjalan gontai ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Dengan cepat mengganti celana pendeknya menjadi celana training panjang dan memakai hoodie kuningnya, sebelum mematikan lampu kamar dan turun ke lantai bawah.

"Mau kemana dek? Kok udah bangun?", tanya bunda, yang saat itu sedang membaca acara gossip pagi di ruang tengah bersama kepingan kue gandum setoples.

"Mau jogging, Bun. Keliling kompleks.", jawab Jihoon seraya mengacak rambut kecoklatannya. 

"Tumben. Biasanya molor sampe makan siang."

"Biar kurusan dikit.", sahut Jihoon asal, mengambil satu kue dari toples bunda.

"Jangan ah. Bunda suka pipi kamu yang tembem."

"Nggak mau. Ntar diuyel-uyel bunda terus." Jihoon mengambil satu kue lagi. "Udah ah bun. Adek berangkat. Bhaay~"

"Jangan lupa bawa calon mantu buat bunda ya dek. Hahaha!"

Jihoon hanya memutar bola mata malas mendengar gurauan Bunda. Dia lalu memasang sepatu dan keluar rumah, lantas hawa dingin langsung meraba permukaan kulit wajahnya.

Jihoon menghirup udara pagi dengan perlahan. Sangat menyegarkan. Ngomong-ngomong sudah berapa lama Jihoon tidak merasakan udara di hari yang mulai terang ini? Terakhir kali waktu masih di Masan, bersama ayah yang terus memaksanya bangun pagi untuk jogging setiap hari minggu pagi. Dan ayah yang biasanya menemani Jihoon jogging kali ini sedang diluar kota sejak tadi malam.

His Dark Side [PanWink] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang