09 [Peduli]

3.7K 532 42
                                    

.

.

.

Ya, jalanan memang masih sepi. Namun bukan tidak mungkin jika ada kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.

"MAMA!"

"GUANLIN-SSI! AWAS!"

BRAKK!!




Hening beberapa detik. Hanya ada suara deru nafas yang saling bersahutan dan suara mobil menjauh.

"Ati-ati, bego!"

Jihoon tidak bisa untuk mengumpat saat nyaris saja tubuh kurus itu terseret mobil yang melaju kencang. Untung saja Jihoon berhasil meraih lengan Guanlin tepat waktu, tepat satu detik sebelum si manusia kutub menggadaikan nyawanya di Rumah Sakit. Terjatuh ke belakang saking kuatnya Jihoon menarik Guanlin dan berujung pada siku Jihoon yang terantuk pinggiran trotoar.

Untungnya Jihoon memakai hoodie yang cukup tebal walaupun tetap sikunya sedikit perih, tapi paling tidak Jihoon berhasil menyelamatkan nyawa yang nyaris melayang.

Sialan. Membayangkan dirinya melihat adegan kecelakaan secara langsung di depan mata membuat Jihoon bergidik ngeri. Tapi, untunglah itu tidak terjadi.

"Nyawa lo cuma satu. Kalo lo sia-siain, lo nggak bakal bisa ketemu mama lo buat selamanya!", sungut Jihoon masih dengan kekesalan di level tertinggi. Namun demikian, Jihoon berusaha berdiri dan mengulurkan tangannya di hadapan Guanlin yang masih terduduk kaku di pinggir trotoar.

"Ayo bangun," Suara Jihoon merendah ketika Guanlin belum juga meraih tangannya. Tak mau menunggu lebih lama lagi, Jihoon meraih tangan Guanlin paksa dan juga memaksanya untuk berdiri. Sebuah keajaiban ketika Guanlin tidak mencoba menolak dan justru menatap Jihoon dengan pandangan tak terdefinisi.

"Ayo pulang. Biar gue obatin kaki lo." Jihoon melirik luka di telapak kaki Guanlin yang sebelumnya tertangkap oleh penglihatan Jihoon saat membantu Guanlin berdiri. Luka lecet tapi bisa menjadi masalah besar jika tidak ditangani.

"Gak usah. Gue mau nyari Mama-"

"Nanti! Abisnya gue obatin kaki lo. Abis itu lo bisa pergi, gak usah balik sekalian nggak papa! Lagipula Mama lo pasti masih ada disekitar kota.", sela Jihoon dengan nada jengkel yang tak kunjung menghilang. "Ayo!"

Tanpa meminta persetujuan dari pemilik tangan, Jihoon langsung menarik pergelangan tangan Guanlin untuk berjalan layaknya sosok ibu yang menarik pulang putranya setelah asyik bermain hingga sore hari. Bedanya, sekarang masih pagi dan Jihoon sama sekali bukan seorang ibu.

Di perjalanan yang hanya diisi oleh beberapa orang yang  berolahraga, tidak ada yang memulai pembicaraan apapun. Jihoon berjalan satu langkah di depan Guanlin sementara Guanlin mengekor tanpa banyak bicara. Hingga tanpa sengaja lelaki pucat menemukan pergelangan tangan Jihoon yang tidak jauh dari pandangannya, tampak sedikit membiru. Ingatkan Guanlin jika dirinya-lah yang menjadi penyebab pergelangan tangan putih itu menjadi membiru.

Jarak kompleks perumahan Jihoon dan Guanlin memang tergolong dekat dengan jalan utama, alhasil tak butuh waktu lama bagi mereka untuk kembali di depan rumah.

"Lo masuk aja dulu. Gue mau ngambil kotak obat.", ucap Jihoon, lalu dengan berlari kecil memasuki rumahnya yang sebenarnya hanya berjarak beberapa langkah dari tempat Guanlin berdiri sekarang.

Guanlin menghela nafas kasar, melangkah dengan sedikit tertatih karena rasa sakit di telapak kakinya mulai terasa. Dia duduk di kursi di teras depan rumah sembari memandang lurus ke depan.

His Dark Side [PanWink] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang