20 [Confession]

3.5K 496 166
                                    

Aku FAST UPDATE loh!! Seneng nggak?

.

.

.

"Udah cukup kan?"

Jihoon menatap Guanlin disampingnya tanpa berkedip. Ia tidak banyak bicara sejak Guanlin mulai menceritakan apa yang terjadi hingga membuatnya seperti orang bodoh. Menangis. 

Jihoon yang memaksanya bercerita. Katanya Jihoon ingin tau apa masalah Guanlin dan mungkin dia bisa membantu menyelesaikannya. Tapi saat tau jika masalah Guanlin kali ini berhubungan sama keluarganya, maka Jihoon hanya menyiapkan telinga untuk mendengar. Tidak banyak respon, meski sesekali ia mengelus tangan Guanlin yang berada di sampingnya karena Jihoon juga duduk menyandar kaki ranjang, bersisihan dengan Guanlin.

"G-gimana perasaan lo sekarang?", tanya Jihoon seraya meletakkan dagunya di atas lututnya yang tertekuk.

"Lega, mungkin? Akhirnya gue bisa ngomong langsung ke Papa soal kekecewaan gue. Kalo soal permintaan Papa... entahlah."

Lalu hening. Guanlin memandang lurus ke depan sementara Jihoon terus menatapnya empati. Jihoon hanya tidak menyangka jika Guanlin menginginkan perhatian Papa selama ini. Guanlin juga tampak biasa-biasa saja meski harus makan sendirian, ke gereja sendiri, melakukan apapun sendiri. Tapi ternyata sebaliknya. Tidak ada yang tau isi hati seseorang, kan?

Jihoon tidak mampu membayangkan jika dirinyalah yang berada di posisi Guanlin. Guanlin pasti tengah kesulitan. Belum lagi permintaan Papa yang membuat Guanlin keberatan karena menyangkut masa depannya.

Tanpa sadar pandangan Jihoon mengabur. Sebulir air mata turun, Jihoon berniat menghapusnya sebelum Guanlin mendahuluinya.

"Kok ikutan nangis? Cengeng.", ucap Guanlin lembut, sama lembutnya dengan ibu jarinya yang mengusap jejak basah di pipi Jihoon.

"Nggak tau. Tiba-tiba nangis aja." Tanpa aba-aba Jihoon menarik tangan Guanlin lalu menempelkannya di dadanya. "Hati gue ikutan sakit. Kenapa ya?"

Guanlin mengalihkan pandangan pada tangannya yang masih digenggam Jihoon, merasakan kehangatan yang menular langsung ke hatinya. Dan tentunya memberikan dampak debaran lebih parah pada jantungnya.

"Ng-nggak tau." Guanlin cepat-cepat menarik tangannya. Jihoon-pun kembali diam. Dia tidak banyak bicara malam ini.

Lalu hening lagi. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Gue... bego banget ya?"

Jihoon menoleh tiba-tiba. Menatap side profile Guanlin yang luar biasa. Sudah berapa lama Jihoon mengenal Guanlin? Kenapa ia baru sadar jika Guanlin sangatlah tampan?

Jihoon menggelengkan kepalanya kecil. Berusaha mengenyahkan pikiran yang harusnya tidak datang disaat mellow seperti ini. Dia kemudian berdehem.

"Bego gimana?"

"Gue selalu lari dari masalah," Jihoon menggeleng tidak setuju. "Tiap habis bertengkar sama Papa, gue langsung ninggalin dia tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu."

"Gue juga egois. Ngerasa paling tersakiti padahal Papa mikirin hidup gue juga."

Jihoon menggeleng lagi. Matanya kembali basah saat melihat tatapan Guanlin yang kosong juga senyuman paksa lelaki itu.

Jihoon tidak bohong jika hatinya benar-benar sakit melihat kehancuran Guanlin. Lelaki yang selalu tenang di matanya, kini terlihat kalut.

"Nggak gitu!", bantah Jihoon. Pipinya kembali basah oleh air mata.

His Dark Side [PanWink] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang