28 [Never]

2.9K 403 35
                                    

Hallo? Read A/N dibawah ya gaes! Penting!

.

.

.

"Cuma ada satu syarat kalo lo pengen masuk ke tim dance inti kita."

"Apa itu, sunbae? Saya akan mencoba menyanggupinya."

Lelaki itu mendecih remeh. "Lo yakin bakal sanggup, Kang Daniel-ssi?"

Daniel mengangguk mantap, tanpa ada keraguan. Toh kalaupun syaratnya sulit, Daniel memiliki banyak teman yang cukup pintar untuk 'memaksa' kehendak. Yang jelas ia sangat terobsesi masuk tim inti dance sekolahnya. Kesempatannya untuk meraih cita-cita menjadi dancer profesional akan terbuka lebar jika ia berhasil masuk tim dance inti sekolahnya yang prestasinya tak perlu diragukan. Mungkin itulah satu-satunya alasan yang membuat Daniel nekat bersekolah di Seoul daripada di Busan.

"Lo pacarnya Ong Seongwu, kan?"

Tubuh Daniel menegang seketika. Pemikiran bahwa ia mampu melewati persyaratan yang seniornya ajukan itu perlahan menguap.

"I-iya, sunbae."

"Dia cukup terkenal sebagai siswa baru. Rajin, teladan, baik, dan wajahnya enak diliat juga." Daniel mengangguk kecil, mengamini segala perkataan sunbae itu tentang Seongwu-nya. "Dan gue mau lo 'bejatin' dia sedikit. Jujur aja gue nggak suka ada orang terlalu sempurna di dunia ini."

Pupil mata Daniel melebar. Dia sama sekali tidak menyangka jika si Sunbae memberikan persyaratan seberat itu untuknya. Daniel tidak bodoh untuk memahami apa maksud dari 'bejatin' Seongwu. Tapi Daniel ingin memastikan lagi. Tidak ingin otaknya dipenuhi spekulasi yang mungkin tidak akan terjadi. "M-maksud Sunbae..."

"Ajak dia tidur, atau lo perkosa mungkin? Videoin terus kirimin ke gue. Abis itu lo berhasil masuk ke tim inti."

"Sunbae... apa nggak ada syarat lain-"

"Nope! Taruhan itu jadi kesempatan terakhir lo. Pikirin baik-baik. Gue tunggu videonya, Kang Daniel-ssi."

Sunbae itu berlalu sembari memberikan tepukan kecil di bahu Daniel. Tak lama kemudian, tubuh Daniel melemas, merosot hingga ia bertumpu pada lututnya.

Sungguh, persyaratan itu sangat sulit. Memenuhi obsesinya atau menghancurkan Seongwu -seseorang yang disayanginya-, kedua pilihan terberat berada di tangan Daniel.

Daniel mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya, mencoba menghubungi seseorang.

"Donghan-ah, lo bisa bantuin gue?"






"Niel..."

"Daniel..."

Daniel seketika terbangun dari tidur nyenyaknya. Kepalanya sedikit pening saat ia harus terbangun paksa dari tidur. Berjalan cepat ke arah tempat dimana seseorang baru memanggilnya.

"Iya, yah? Ayah butuh sesuatu?", tanya Daniel pada orang itu. Orang berwajah pucat yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit. Ayahnya...

"Ayah boleh pulang kapan? Ayah nggak mau disini lama-lama."

Daniel tersenyum masam. Ia meraih jemari sang ayah yang terbebas dari selang infus, lalu mengusapnya perlahan. "Dokter belum ngomong apa-apa. Nanti biar Daniel tanyain.", dustanya. Sejujurnya, Daniel tau apa yang membuat ayah tidak bisa segera pulang setelah di bawa ke rumah sakit dua hari yang lalu. Daniel sudah menerima hasil tes laboratorium tadi pagi, tapi ia menyembunyikannya darikampus, menyundut rokok bersama teman-temannya di kantin sampai ponselnya berbunyi. Panggilan dari sekretaris ayahnya, yang mengatakan jika ayah pingsan mendadak di kantor. Daniel ingat, ayahnya tidak memiliki anggota keluarga selain dirinya, membuat Daniel tidak menunda waktu untuk segera pergi dari kampus dan pulang ke Busan menggunakan kereta. Beruntung, ia datang di stasiun di waktu yang tepat.

His Dark Side [PanWink] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang