(Completed) Tidak semua yang singgah dalam hidup ditakdirkan untuk tetap tinggal. Ada yang memang singgah untuk memberi pelajaran hidup melalui cinta dan rasa sakit, ada yang singgah mengenalkan pilu juga rasa bahagia, ada pula yang singgah untuk se...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo pasti belum sarapan ya?" Tetha menyodorkan nampan berisi secangkir espresso dan dua potong sandwich pada Tares sebelum duduk di hadapannya.
Tares yang matanya tidak pernah terlepas dari Tetha hanya bisa mengangguk menjawabnya. "Apa kabar, Res?"
Pertanyaan Tetha itu membuat Tares tersenyum. Tares memutus pandang, mengambil cangkir espresso di hadapaannya, menyesapnya sebelum menjawab,"nggak begitu baik, Ta." Lalu kembali menatap kedua mata teduh itu setelah menyimpan cangkir. "Lo sendiri gimana kabarnya?"
"Gue... baik. Berkat cafe ini." Tetha mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. "Cafe ini bikin gue terdiktraksi... dari lo." Tetha tersenyum balas menatap kedua mata Tares. Tares ikut tersenyum mendengar jawaban Tetha itu. Hatinya menghangat.
"Tapi setelah Rasi bilang lima bulan lalu lo pindah kerja di Jakarta, terus sebulanan lebih lihat mobil yang sama selalu parkir di seberang jalan cafe ini setiap kamis pagi, dan setelah tau ada lo dalam mobil itu... Gue jadi nggak begitu baik juga."
Senyuman Tares perlahan hilang seiring dengan banyaknya kata yang keluar dari mulut Tetha.
"Nggak bosen gitu, Res, tiap minggu ngejugrug berjam-jam di situ?"
"Lo tau?"
Tetha mengangguk. "Coba pikir deh, Res! Siapa yang nggak akan curiga, di hari yang selalu sama, selama sebulan berturut-turut nemu mobil yang juga selalu sama, parkir dengan durasi yang hampir selalu sama dan pergi hampir juga selalu di jam yang sama." Tetha menatap Tares tajam membuat cowok itu menggaruk belakang kepalanya. "Karena penasaran, gue suruh Teh Ani buat diem-diem ngintip ke mobil lo dan gue kaget banget sekaligus bingung waktu Teh Ani bilang yang di dalem mobil itu elo.... Kenapa sih, Res? Kenapa lo harus diem di situ, nggak nyamperin gue?"
Bukannya menjawab Tares malah balik bertanya, "kalo udah lama tau, kenapa baru tadi lo nyamperin gue?"
"Nggak tau," jawab Tetha setelah sempat menjeda. "Tiba-tiba aja pengen nyamperin."
Tares mengambil tangan Tetha yang sejak tadi ada di atas meja, membuat jantung cewek itu seketika berdetak tak karuan. "Gue kangen lo, Ta."
Tetha memalingkan wajahnya lalu terkekeh, sebelum menatap lagi kedua mata Tares dengan wajah yang sudah bersemu kemerahan. "Lo tuh ya..." ucapnya tertahan. "Res, lo belum jawab pertanyaan gue loh."
Tares menunduk, "lo pura-pura nggak tahu, apa beneran nggak tahu, Ta?" Tetha menjawabnya dengan langsung menggeleng. "Karena lo, Ta. Karena lo nggak kasih gue pilihan lain selain ngelatin lo dari jauh, selain nunggu. Karena terakhir kali kita ketemu setahun yang lalu, lo bilang lo masih butuh waktu dan setelah setahun berlalu gue pikir lo masih butuh waktu. Makanya gue cuma nunggu di sana, ngeliat lo dari jauh nggak berani nyamperin. Gue nunggu sampe lo bilang waktu yang lo butuhin udah cukup dan lo siap dengan keberadaan gue lagi di hidup lo."