🌹| kenapa stasiun?

1.7K 326 6
                                    

tepat pukul empat sore, junho keluar dari ruang kepsek dan kesiswaan lengkap dengan wajah kumelnya. sesekali wajah menawannya itu diusap kasar tak beraturan. tangan kanannya menggenggam map kertas berwarna hijau dan bolpoin di tangan kiri.

dua hari lagi osis bakal ngadain bazar makanan. yang nanti perkelasnya harus nyiapin minimal tiga macam makanan ringan maupun berat.

memang sudah jadi acara tahunan. dan tahun ini lebih istimewa, karena temanya 'aku bisa bersyukur.' memang ya, ketos kali ini bukan kaleng-kaleng.

sesekali, junho melirik jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

sudah waktunya, batin junho.

segera, ia mengenakan helm dan membawa motornya melewati jalanan yang mulai sepi. kecepatannya berkurang ketika rintik hujan mulai turun secara perlahan. tak berselang lama, junho segera menepikan motornya di depan warung yang sudah tutup.

ah sial, batinnya lagi.

dengan bosan, junho menadahkan tangannya di bawah rintikan hujan. menghela napas, menghentak-hentakkan kaki. begitu seterusnya, sampai laki-laki dengan rambut merah muda berlari di depannya sambil membawa box makan yang entah apa isinya.

dia ngapain? kalo bisa neduh kenapa enggak? tapi bukan junho namanya kalau berani menarik tangan dan mengajak laki-laki itu berteduh.

selang beberapa detik, junho baru sadar. kalau seragam almamater yang dipakainya, sama dengan laki-laki yang barusan lewat di depannya.

berbeda keadaan dengan junho, anak laki-laki berambut merah muda itu sudah mati-matian tidak memaki hujan yang membuat sepatunya basah kuyup. padahal besok ia harus ke sekolah untuk menyiapkan properti bazar kelasnya.

tapi setelah bertemu dengan sepuluh anak dengan wajah berbinar penuh harapan, senyumnya mulai mengembang. eunsang suka. ia suka merasa dibutuhkan.

sesekali eunsang mengusap pucuk kepala sepuluh anak di depannya bergantian sambil berkata, "ambil lagi, gapapa. nanti kak esa buat lagi kalau suka."

di sisi lain, junho sudah tidak bisa sabar lagi. dengan nekat, ia memacu motornya untuk melaju menuju lorong panjang stasiun. junho ingin melihat seorang anak kecil di stasiun yang entah siapa namanya. tapi junho tahu, saat sore begini, anak kecil itu akan bermain dengan batu-batu di rel.

tapi, siapa sangka. junho malah bertemu dengan laki-laki berambut merah muda yang sedang berbincang dengan beberapa anak kecil. iya, yang tadi lewat itu. iya, yang seragam almamaternya sama itu.

junho mematung. bingung, harus berbuat apa. masa iya, dia tiba-tiba ikut nimbung dan makan kue yang ada di box makan itu.

di saat junho mematung, laki-laki berambut merah muda yang namanya eunsang itu sadar. ia segera menoleh dan mengerutkan dahi. kemudian, berjalan mendekati junho.

"cari siapa?" tanyanya.

junho cuma diem, cikep. padahal di otaknya mikir. 'eh kok cantik?'

"cha, junho. oh kamu junho?" kata eunsang sambil mengeja papan nama yang dipakai junho. junho mengangguk singkat.

"ngapain di sini? mau pesen tiket kereta? kalau iya tempatnya bukan disini. tapi lewat depan sana," kata eunsang. padahal junho cuma diem, gelagapan sendiri. soalnya makhluk yang lagi ngomong di depan dia terlalu menawan.

"mau main," aduh junho malu-maluin banget. mana ada main ke belakang stasiun. cari gerbongan?

"sama mereka?" jawab eunsang sambil nunjuk beberapa anak yang asyik nyomot kue bolu buatannya.

"iya."

tadinya eunsang heran. tapi sedetik kemudian ia tersenyum dan menarik tangan junho, "ayo sini."

dan semua kisah junho-eunsang di mulai dari sini.

| stasiun-junsang |

stasiun | junsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang