Ten

19.6K 855 5
                                    

Aku menunggu Arasta di tempat biasa bersama cokelat hangat. Alunan nada dari dalam kafe membuat kepalaku bergoyang ke kiri dan kanan.

"Hai," Seorang lelaki menepukku dari belakang. Dia lalu duduk dengan senyum manisnya.

"Kamu yang kemarin kan?" Aku kembali menyapanya.

"Iya, By the way. Kamu lagi istiraht ya?" Lelaki itu tersenyum.

"Yeah. Dan kamu lagi apa disini?" Aku membalasnya dengan santai.

"Sebenarnya sih, nunggu kamu."

"Hah? maksud kamu apa ya?" aku mulai salah tingkah. Jujur saja, dia memang manis dan kadang aku berdegub melihatnya. Namun hari ini aku sadar, bahwa semua itu hanya hal yang alamiah. Aku hanya sekedar suka dengannya. Jadi, kuharap dia tidak mencintaiku. Aku tidak ingin melukai siapapun sekarang.

"Maksud aku, aku ingin nomor teleponnya Arasta. Makanya aku nunggu kamu. Kamu kayanya, dekat dengan Arasta deh," ucapan itu membuatku sedikit malu. Aku merasa di atas kege-eran beberapa detik lalu.

"Aku memang teman dekat Arasta. Tapi aku tidak bisa memberimu nomor teleponnya. Karena aku tidak tahu siapa kamu," Aku membalas dengan sopan.

"Aku tidak akan menyakitinya. Aku telah menyukainya dari dulu, hanya saja dia tidak pernah tahu." Balasnya.

"Tapi bagaimana kamu tahu Arasta?" Aku perlu sedikit bukti.

"Rumah Arasta berdekatan dengan rumahku, kau tahu rumah putih di sebelah rumahnya. Itu rumahku."

"Tapi rumah itu kosong."

"Rumah itu memang sudah kosong sejak lima tahun lalu. Karena aku pindah tempat kerja. Dua bulan terakhir ini aku telah pindah ke rumah itu kok. Dan kalau dia tidak melihatku, mungkin karena kami tidak pernah berpa-pasan. Toh juga kita semua sibuk dengan pekerjaan bukan?" Jawabannya mulai masuk akal.

"Jadi, kamu suka Arasta sejak kapan?" aku tersenyum jahil.

"Saat dia pindah ke rumahnya itu. Saat itu, dia mungkin tak melihatku, karena aku juga pindah karena pekerjaan. Sekarang aku kembali semata-mata untuknya. Setelah jatuh cinta padanya, aku tidak bisa lagi mencintai siapapun."

Aku tersenyum simpul. Lelaki ini cukup baik untuk Arasta, sekaligus aku akan gunakan dia sebagai senjata jahilku. Emang, Arasta saja yang bisa jahil padaku. Lihat saja nanti Arasta.

"Aku akan memberimu nomornya, dengan syarat lamar dia secepatnya." Aku tertawa jahat, lalu mengetik nomor telepon Arasta di handphonenya.

"By the way, kemarin pas kamu tolongin aku, kan ada Arasta. Kenapa kamu gak nyapa dia?" Aku kembali berbasa-basi.

"Aku terlalu takut, karena dia terlalu cantik. Terimakasih," Lelaki itu lalu pergi begitu saja. Aku lalu beranjak dari tempat ini, menuju ke perusahaan.

****

Suara desahan tiba-tiba terdengar dari salah satu bilik toilet. Aku yang penasaran tingkat sembilan berjalan pelan menuju ke suara itu. Tanganku lalu dengan cepat membuka pintu toilet tersebut dan lihatlah.

Aris dengan salah satu staf perusahaan sedang berciuman panas. Aku dengan cepat menutupnya sebelum lelaki itu melihat wajahku, lalu dengan cepat aku berlari di ruang toilet. Di sepanjang lorong, bukan hanya suara sepatuku yang berlari, melainkan ada suara sepatu lain yang mengikutiku di belakang.

Aku mempercepat langkahku menuju ruangan, suara kaki itu semakin lama semakin terdengar seperti berlari. Entah ada apa denganku hari ini. Kelakuan Aris itu membuat airmataku menetes dengan cepat. Hatiku rasanya remuk seketika, Bak ditusuk tanpa ampun oleh jarum paling tajam. Airmataku terus menetes sepanjang lorong.

Aku membuka pintu ruanganku dengan cepat dan seseorang dari belakang mendorongku dan mengunci pintu ruangan.

"Ehh..., maaf Pak ada apa?" Lelaki itu ternyata Aris.

"Jangan bersikap sok polos. Jika kamu membuka mulut atas hal yang kamu lihat tadi, aku tidak akan segan-segan memecatmu." Ucapan Aris seperti silet yang mengiris hatiku.

"Baik, aku tidak akan membuka mulut." Aku mundur beberapa langkah.

Aris lalu pergi dari ruanganku, rasa sesak tiba-tiba menghantamku tanpa ampun. Aku harus membencinya! Dia hanya bajingan! Aku tidak mungkin menyukai lelaki itu! Tidak mungkin.

*****

Jangan lupa vote and comment  😂😂😂😘😘😘
Sorry buat typo

The Bastard Daddy For My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang