Twelve

18.3K 849 2
                                    

Pukul 08.12 malam, aku selesai menyelesaikan pekerjaanku. Jari-jariku lalu menekan tombol off pada komputer dan menunggu komputer tersebut mati total. Jam pulang kerja sebenarnya sudah 4 jam yang lalu. Hanya saja hari ini aku lembur.

Aku lalu mengambil telepon sejenak, mengirimkan pesan pada Arasta bahwa aku akan mengantarkan seragam Ariel ke rumahnya selesai pulang kerja.

Saat jari-jariku selesai mengirimkan pesan, pintu ruanganku terbuka. Terlihat Aris yang masih menggunakan jas hitamnya. Dia lalu menutup pintu ruanganku. Aku mencoba santai, walau sebenarnya aku sedang berwaspada.

"Kau belum pulang?" Aris duduk di atas mejaku.

"Seperti yang kamu lihat, aku akan segera pulang." Aku bangun dan mengisi beberapa barang ke dalam tasku.

Cups!

Sebuah ciuman dari Aris mendarat begitu saja di pipiku. Aku terdiam sejenak, lalu Aris tiba-tiba memegang pantatku dengan cepat.

Plak! Satu tamparan dari tanganku melayang begitu saja.

"Sekali lagi kamu kurang ajar, aku akan melaporkanmu pada polisi."

Aris lalu memegang kedua tanganku dan memojokkan aku. Kakiku di injak olehnya.

"Jangan macam-macam, disini ada cctv." Aku menatap tajam ke arahnya. Walaupun sebenarnya hatiku sedang berdetak kencang karena dia terlalu detak. Napasnya terasa di leherku.

Dia mendekatkan dirinya lagi. Memajukan wajahnya.

"Jangan!" teriakku.

"Aku sudah mematikan cctv-nya." dia ternyata membisikku.

Dua detik kemudian, dia melentangkan tangaku bersama tangannya, lalu dia memajukan dirinya hingga tubuhnya benar-benar menyentuh tubuhku. Bibir lelaki itu menyentuh bibirku. Saat aku berniat melepaskan diri, matanya menatapku dalam-dalam. Jujur saja, aku terpesona dengan sorotan matanya. Tapi aku tidak mungkin kembali padanya. Aku memilih diam menatapnya.

Tepat di bawah perutku, terasa ada sesuatu yang bergerak. Panjang. Benda itu berasal dari celana Aris. Aku harap, kalian mengerti posisiku sekarang. Lelaki itu sedang bernafsu,

Aku lalu meninju 'bendanya' dan berlari dari ruanganku,

"Naurah!" Dia mengejarku.

"Jangan sentuh aku!" Aku melepaskan sepatu heelsku sambil berlari.

Di terus mengejarku. Setiap lorong yang kulewati dengan cepat. Suara Aris terus terdengar di belakang memanggil. Terdapat sebuah ruangan gelap, aku memilih berlari ke arah tersebut. Bersembunyi.

Ruangan tersebut ternyata toilet, terdapat tiga bilik yang saling berhadapan. Aku memilih masuk di bilik ke tiga, bukan tanpa alasan. Itu karena suara Aris tiba-tiba terdengar di toilet ini.

"Sampai kapan kamu akan sembunyi?" Dia berteriak. Aku tetap diam, mengontrol pernapasan.

"Karena kamu, aku tidak bisa melampiaskan nafsuku!" Suara Aris makin meninggi.

Aliran darah di dalam tubuhku perlahan kurasakan. Jantungku berdetak semakin cepat, Aris tiba-tiba terdiam. Namun suara sepatunya mengarah kebilik ini.

"Aku tahu kau disitu, Naurah." ucap Aris dengan nada sedikit tertawa jahat.

Jika saja tuhan memberiku kesempatan berubah wujud, aku akan berubah menjadi serigala saja. agar aku bisa membunuh lelaki itu dengan mudah. Apa yang dia inginkan!

Suara sepatunya semakin mendekat, aku memelankan diri untuk bernafas. Pentofel itu tetap saja bergerak, mendekati toilet bilik tempat aku berada. Satu meter lagi pemilik sepatu itu mungkin akan menemukanku.

Dia terus mendekati bilikku, aku memejamkan mata sejenak, menahan rasa takut. Aris kini berdiri tepat di depan pintu bilikku.


"Aku tahu kau di dalam Naurah. Aku akan masuk, atau kau yang keluar?" Tanya Aris dengan pelan, aku tidak menjawab. Kaki bergetar hebat.

"Karena kau tidak menjawab aku akan masuk, dan kau perlu menebus kesalahanmu pagi tadi."

Suara pintu terbuka, aku yang memejamkan mata, pelan-pelan mengangkat mata dan menatapnya. Aku tidak takut dengan kehadirannya, tapi aku takut jika dia berdiri dengan tatapan penuh nafsunya.

Aris maju dan mencium bibirku dengan cepat. Aku yang sedari tadi duduk di toilet mendorong Aris dengan cepat. Sayangnya, dia terlalu kuat. Aris memegang kedua tanganku ke tembok, lalu menduduki pahaku, dia mencium bibirku penuh nafsu, lalu menuju ke leherku. Nafas Aris menggebu-gebu.

"Lepaskan aku Aris!" Aku meronta-ronta.

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu. Aku tidak mau melepaskanmu lagi." Dia membisikku dengan nafas terengah-engah.

Tanganya dengan gesit membukakan bajuku, mencium dadaku dengan cepat.

"Aris aku mohon, jangan lakukan ini." Aku benar-benar menangis sekarang. Aku tidak suka hal seperti ini karena mengingat aku pada kehidupanku yang dulu. Tapi Aris tidak menjawab.

"Aris sejujurnya aku sudah memiliki kekasih," ucapanku membuatnya berhenti melakukan aktifitas liarnya.

Aris lalu bangun, lalu menatapku dengan tidak percaya.

"Bukannya kamu dengan Areno sudah—"

"Berhenti menyebut lelaki itu. Aku sudah memiliki kekasih, tapi bukan Areno. Dan tolong berhenti menggangguku," Aku membentaknya.

Aris lalu memukul tembok, wajahnya memerah-marah. Dia lalu meninggalkanku begitu saja. Aku bukan maksud melukainya, tapi hanya dengan cara itu aku bisa menghentikannya. Lagi pula, dia melakukan ini karena nafsunya. Bukan semata-mata mencintaiku. Omongan tadi hanyalah bualannya, karena dia ingin melampiaskan nafsunya padaku seperti gadis lain. Tapi jika benar dia ingin melampiaskan nafsunya, kenapa dia memilih pergi saat aku mengatakan bahwa aku sudah memiliki kekasih? Mungkinkah dia benar-benar mencintaiku?

Koment guys, butuh saran nihhh  😘😘😂😎😎😎

The Bastard Daddy For My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang