Pukul 15.30, itu berarti setengah jam lagi aku akan pulang. Sejenak pikiranku beralih pada Aris, entah kenapa aku merasa ada yang salah dengan hatiku saat memikirkan lelaki itu. Aku sudah bersumpah untuk tidak menemuinya, atau apalah hal yang berkaitan dengannya. Karena dia, adalah duri saat aku dab Areno dulu pacaran. Ya, meskipun aku sendiri juga menjadi duri dalam rumah tangga Areno dan Nayla dulu.Tapi apakah aku bersalah sepenuhnya? Bukankah aku dan Arena telah dulu saling mencintai? Juga Areno menginginkan aku? Dan jika dipikirkan lagi, Nayla-lah yang datang dan mengambil Arenoku. Lagi-lagi semuanya sia-sia, sebab aku tak akan pernah kembali pada mereka. Pula pada luka-luka lalu.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu itu membuyarkan khayalanku. Aku dengan cepat menuju ke pintu dan membuka pintu yang sedang berbunyi.
"Silakan mas—"
Tap!
Aku menutup kembali pintu, karena yang datang ialah Aris. Lelaki yang membuatku menangis beberapa jam yang lalu.
"Naurah? Kamu harus profesional. Kamu tidak bisa mencampuri urusan kerja dengan pribadimu." ucapan itu membuatku membuka pintu kembali.
Aku dengan sigap menarik lengannya masuk ke dalam ruanganku.
"Bukannya kamu yang mulai duluan? Menanyakan hal pribadi? Dan sekarang siapa yang tidak profesional? Saya atau Pak Aris?" Aku menatap tajam padanya.
"Baiklah. Aku akan mengalah, demi gadis secantik kamu." Aris lalu berjalan ke arah mejaku.
"Maksud Pak Aris apa? Jelas-jelas Pak Aris kalah, karena Bapak salah. Jangan berkata mengalah, seolah Pak Aris benar, dan saya tidak mau kalah." Aku menatap sinis padanya, meskipun rayuannya itu berhasil menggetarkan hati.
"Tapi kamu memang mau menangkan?" dia memblas sambil menempatkan kertas yang tadi pagi ia tandatangani.
"Ya jelas, karena saya benar."
"Nah, ngapain saya debat panjang. Orang saya ngalah aja kamu ajak debat, apalagi saya mau menang, bisa-bisa sampai MA," Ucapnya lalu beralih ke tempat aku berdiri.
Aku hanya diam, menatapnya penuh emosi. Dia tersenyum sejenak, menatap dalam ke arah mataku.
"Aku ingin menciummu." ucapnya polos. Dengan sergap aku melayangkan satu tamparan ke arahnya.
Tapi, dia menangkap tanganku, dan mencium tanganku dengan cepat. A
Deg!!!
Aku terdiam beberapa detik, dia lalu pergi dengan senyum tersungging. Lelaki itu sempurna membuatku tidak bisa bernapas, aku yakin, kalau wajahku sudah merah tiga kali lipat dari kepiting rebus.
Oh tuhan! Aku harus menjemput Ariel beberapa menit. Aku berlari menuju meja kerja, membereskan segala hal, termasuk ciuman di tanganku. Argh! Lelaki itu ingin membunuhku dengan rasa.
Sorryyy kalau partnya pendek-pendek yaaa. Happy reading 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Daddy For My Son
Romance(LENGKAP) Aku tidak terganggu dengan kehadiran anakku tanpa ayahnya. Namun semuanya berubah ketika anakku bertanya tentang ayahnya. Dan pada waktu selanjutnya aku harus bertemu lagi dengan ayah dari anakku di sebuah perusahaan. Namun kali ini berbed...