Thirteen.

18K 870 15
                                    

Sepuluh langkah lagi, aku sampai di ruangan Aris. Sejak kejadian kemarin, aku merasa tidak nyaman bertemu dengannya. Pula hatiku merasa ada sesuatu yang tidak biasa.

Ceklek!

Aku mendorong pintu yang tembus pandang itu, lalu menuju ke mejanya Aris dengan beberapa dokumen yang harus ia tandatangani.

"Tolong tanda tangan ini pak," Aku membuka beberapa lembaran dokumen tersebut.

Aris memendangku beberapa detik, jujur saja, tatapan dingin itu selalu berhasil membuat jantungku berdetak dengan cepat.

Aku mencoba menunduk, membolak balik tiap kertas yang harus ia tandatangani. Tepat di lembaran terakhir, dia berhenti mendatangani dokemen itu.

"Saya akan tanda tangan kertas terakhir ini, kalau kamu jawab pertanyaan saya."

Pun kalau dia tidak tanda tangan, tidak ada urusan denganku. Aku hanya mengikuti perintah. Tapi karena aku sedikit penasaran dengan pertanyaannya. Sebaiknya kuiyakan saja.

"Baik pak." Aku membalas pendek.

"Kenapa kamu sekarang berubah?" Ucapan itu membuat keningku berkerut.

"Maksud Bapak apa ya?"

"Maksud saya kenapa kamu sekarang tidak suka di grepe-grepe seperti semalam."

Plak!

"Bapak memang atasan saya. Tapi Bapak tidak punya hak untuk berkata seperti itu. Seolah saya adalah wanita penghibur." Aris benar-benar kelewatan.

"Bukannya banyak lelaki yang sudah tidur denganmu? Salah satunya Areno bukan?" Aris masih santai di kursinya.

"Saya memang pernah tidur dengan Areno. Tapi untuk berhubungan intim kami tidak melakukannya, sebab ia teramat mencintai istrinya. Dan saat aku sadar, bahwa seharusnya aku juga tidak boleh melakukan hal itu." Aku mengambil napas panjang-panjang.

"Dan perlu kamu tahu, aku bukan gadis yang seperti kau katakan. Tidak sekali pun aku tidur dengan lelaki lain. Dan memang aku selalu datang ke tempat dugem, karena disitulah aku bisa menghentikan pikiranku pada masa lalu." Aku berbalik arah dan berjalan ke arah pintu.

Tepat di depan pintu, aku berhenti sejenak.

"Kamu. Satu-satunya lelaki yang meniduriku. Dan tolong, berhenti menyamakan aku dengan gadis yang seenaknya saja kau tiduri itu." Aku keluar dari ruangannya. Namun tercekat saat aku membuka pintu.

"Lalu dimana Anakku?" ucapan itu membuatku harus berhenti.

"Bukan urusanmu!" Aku berlari dari ruangannya. Lelaki itu terus saja membuatku menangis.

*****

Short part. Sorry yaaaa

The Bastard Daddy For My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang