Sixteen

18.7K 865 42
                                    

Note : baca sambil dengerin lagu mellow-sedih lebih baper loh. (Hanya menyarankan)

Jam menunjukkan pukul 04.20,  itu berarti sepuluh menit lagi pesta Raga akan di mulai. Aku masih sibuk dengan tatanan rambutku,  sedangkan Arasta masih sibuk dengan make up-nya.

"Nanti kita ke sekolah Ariel dulu ya, Ta," ucapku sambil menyumpit rambutku. 

"Ok, jangan lama-lama ya. Kita mungkin bakal terlambat kalau lama."

"Iya bucin!" Balasku dengan cepat.

"Apaan sih, anda kali." Arasta menatapku dari cermin.

"Oh iya, tadi di mall kamu kan, ke toilet, kenapa lama banget?" Basa-basi Arasta membuatku terdiam sejenak.

"Aku ketemu sama te-teman." Aku gelagapan.

"Oh..., Kirain kamu ketemu Pak Aris, soalnya aku liat dia di mall tadi." Ucapan Arasta berhasil membuat pikiranku melayang kepada laki-laki itu.

"Ta, aku boleh cerita gak?" Aku menatap bayangannya yang berada di cermin.

"Boleh kali, Aku itu udah anggap kamu saudara. Masa iya, kamu cerita gak boleh."

"Dulu, kamu pernah tanya aku kan, ayah Ariel itu seperti apa?"

Arasta berhenti menyusun tatanan rambutnya.

"Sebenarnya, Aris adalah ayah Ariel. Dia...,"

"Kamu serius, Na? Pak Aris pemimpin perusahaan kita?!" Arasta melotot. Menatapku tak percaya.

"Kenapa kamu gak cerita dari awal. Oh God! Jangan bilang kalau kamu masih sakit hati sama dia." Arasta memegang tanganku erat, menyakinkan.

"Aku baik-baik saja, Ra. Tapi Ariel, dia terus bertanya tentang ayahnya." Mataku mulai berkaca-kaca.

"Untuk hal itu, aku gak punya jawaban, Na. Semuanya tergantung kamu, mau kembali sama dia atau tetap kaya gini. Ya meskipun anak kamu yang menjadi korban dari masalah kalian." Arasta melepaskan tangannya, masih tak percaya dengan apa yang aku ceritakan.

"Iya Ra, aku tahu itu. Sekarang kita pergi ke sekolah Ariel dulu. Kalau gak, kita bisa telat ke acaranya." Aku mengakhiri percakapan.

Jangankan Arasta, aku sendiri yang punya masalah masih bingung, entah apa yang harus aku lakukan dengan semua keadaan ini. Di sisi lain, aku mulai menjatuhkan lagi perasaanku kepadanya. Namun di lain hal lagi, aku takut terluka, kenangan dulu masih sibuk menghantuiku. Meskipun ini semua bukan kesalahan Aris sepenuhnya.

****

Selepas dari sekolah Ariel, aku dan Naurah menuju ke pesta Raga. Aku meminta Arasta untuk tidak memikirkan masalahku. Karena malam ini adalah malam yang indah untuknya. Aku benar-benar menyesal telah menceritakan masalahku di saat seperti ini.

"Ta, parkir di bagian itu aja, biar nanti pulangnya kita gak ribet." Aku menunjukkan salah satu tempat parkir sepi.

"Okay," Balasnya cepat.

Aku dan Arasta menuju ke tempat duduk di bagian tengah, cukup untuk memandang matahari yang akan tenggelam. Dua buah gelas anggur merah mendatangi kami, juga dua buah steak dan makanan lainnya.

Lagu Celengan Rindu- Fiersa Besari dinyanyikan oleh seorang lelaki di atas panggung, dia menggunakan sebuah topeng berwarna merah. Jujur saja, suaranya benar benar lembut.

Arasta di sampingku terus menatap kiri kanan, berharap Raga datang ke arahnya.

"Gak usah gitu amat, nanti bakal nongol kok," aku menyindirnya, membuat wajahnya bersemu merah.

The Bastard Daddy For My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang