[2]

11.5K 1.1K 42
                                    

Sebuah mimpi buruk terjadi. Dunia benar-benar tidak pernah berpihak padaku.

Kim Yohan benar-benar sekelas denganku.

Lihat lelaki itu, sedang berdiri di depan kelas dengan wali kelasku yang memperkenalkan Yohan kepada seisi ruangan ini. Dengan sebuah cengiran yang menghiasi bibirnya, lelaki itu melirik kearahku.

Aku mendengus. Lelaki itu kini berjalan kearahku, membuatku melirik sekilas bangku kosong yang ada di sebelahku. Oh tidak lagi.

Aku menelungkupkan wajahku diatas meja begitu Yohan berhasil duduk di sebelahku.

"Gendut" bisiknya pelan.

"Kita sekelas" lanjutnya.

Sebagai tambahan, dan juga sebangku.

Aku kembali mendengus "Aku akan membunuhmu jika kau berteriak seperti tadi" seraya menegakkan badanku, kembali mengingat kejadian di koridor sekolah beberapa saat yang lalu. Ketika Kim Yohan meneriakiku dengan sebutan barunya untukku. Jangan tanya lagi karena sudah pasti mereka yang mendengar dan melihat itu jelas tertawa.

"Sepertinya kau ditakdirkan untuk terus bersamaku, gendut" timpalnya seraya tersenyum.

Aku memutar kedua bola mataku "Not even in your dreams, jerk"

"Kim Yohan" seseorang memanggil lelaki itu.

Itu (y/n). (y/n) yang lebih cantik maksudku. Apa? Aku memang selalu menganggapnya seperti itu, mengakui gadis itu benar-benar cantik.

Bangku gadis itu memang ada di sebelah mejaku.

"(y/n)" ia mengulurkan tangannya kearah Yohan, membuat Yohan meraih uluran tangan itu.

"Senang bertemu denganmu" lelaki itu tersenyum tipis, membuat gadis itu ikut tersenyum.

"Dia gadis yang memiliki nama yang sama denganmu?" bisik Yohan begitu mereka selesai saling memperkenalkan diri.

Aku menaikkan sebelah alisku, seakan menyuruhnya untuk melanjutkan perkataannya. Kim Yohan kembali tersenyum "Cantik" lelaki itu berbisik pelan di telingaku.

Aku menatap lelaki itu dengan malas. Tentu saja. Lagipula siapa yang tidak akan tertarik dengan semua pesona yang di miliki gadis itu?

Aku memilih untuk tidak merespon perkataan itu lantas membuka bukuku, karena wali kelasku sebentar lagi akan memulai materinya.

2 mata pelajaran berlalu, menandakan jam makan siang menyapaku. Sebelumnya jam makan siang adalah jam tertentram yang pernah ada, karena sebagian besar seisi ruangan ini akan berlari ke kantin. Tapi tidak dengan hari ini, karena mereka semua mengerumuni mejaku.

Bukan untukku, untuk Kim Yohan tentu saja.

Mereka datang untuk menyapa, berkenalan, atau bahkan melayangkan berbagai pertanyaan kepada lelaki itu, membuatku sedikit kesusahan untuk keluar dari bangkuku sendiri.

Begitu aku berhasil menyelamatkan diri dari kerumunan itu, aku menghela nafas lega dan memutuskan untuk beranjak ke kantin, karena cacing-cacing di perutku benar-benar merengek meminta jatah mereka sedari tadi.

Kantin benar-benar penuh sesuai dugaanku. Kurasa lagi-lagi aku harus makan siang di tempat biasanya.

Perkenalkan, loteng sekolah, merupakan tempat ternyaman untuk menghabiskan waktu makan siang.

Sebenarnya ini adalah sebuah balkon yang cukup luas, yang ada di tingkat paling atas dari bangunan ini.

Aku duduk di pinggir balkon seraya menikmati makan siangku, membiarkan hembusan angin menerpa wajahku. Aku sangat menyukai perasaan ini. Sangat tentram.

"Lagi apa?"

Itu Kim Yohan, menatapku bingung dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celananya, membuatku mengerang pelan melihat kedatangannya.

Kenapa lelaki itu selalu mengikutiku?

"Kenapa kau selalu mengikutiku?" timpalku.

"Kata siapa?" balasnya seraya mengambil tempat di sebelahku.

"Lalu apa yang kau lakukan disini?"

"Hanya penasaran. Tadi aku sempat menelusuri sekolah ini, dan kurasa tempat ini bagus juga"

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanyanya balik.

Aku menghela nafas lantas kembali menyuapi diriku dengan makan siang yang ku bawa "Makan"

"Aku tahu" dan sebuah jitakan pelan mendarat tepat diatas kepalaku.

"Maksudku, apa yang kau lakukan sendirian di tempat ini?" ulangnya.

"Kau terlalu banyak bertanya hari ini" timpalku seraya menatapnya malas.

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya, masih menunggu jawaban akan pertanyaannya.

"Aku benci keramaian" jawabku pada akhirnya.

"Dan kau selalu sendirian?"

"Sepanjang hari"

"Pathetic" sahutnya seraya mendengus.

Aku ikut mendengus mendengarnya. Terserah.

Kim Yohan kemudian menutup kedua matanya, berusaha menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya lembut.

Sebuah senyuman kemudian menghiasi wajahnya "Tidak heran kau sering ke tempat ini" timpalnya, seperti terlihat menikmati berada di tempat ini, dan aku punya firasat buruk untuk itu. Kurasa untuk hari ini dan seterusnya Kim Yohan selalu menyempatkan diri untuk datang ke tempat ini.

"Kenapa kau selalu sendirian?" tanyanya sekali lagi, terlihat begitu penasaran.

"Kau serius bahkan tidak memiliki teman dekat?"

Aku menggeleng, membuatnya menatapku tidak percaya.

"Satu pun?" dan Yohan memamerkan jari telunjuknya, menunjukkan angka satu.

Aku kembali menggeleng.

"Kau serius?"

Aku menghela nafas panjang, menyingkirkan kotak makan siang yang sudah kosong itu dari pangkuanku.

"Aku tidak tahu bagaimana cara untuk berinteraksi dengan orang lain" ucapku pada akhirnya.

"Setiap aku berusaha melakukannya, pada akhirnya semua akan menjadi sangat canggung, dan aku tidak ingin membuat orang lain menjadi kurang nyaman dengan kecanggungan yang aku buat" lanjutku.

"Buktinya kau bisa berinteraksi denganku" timpal Yohan.

Benar juga.

"Kurasa karena kau terus mengikutiku, berceloteh panjang lebar, dan terus bertanya padaku" jawabku dengan sarkastik.

"Baiklah!" dan Kim Yohan kemudian berteriak dengan semangat, membuatku sedikit terperanjat kaget.

Lelaki itu kemudian berdeham dan memperbaiki almamaternya "Beruntung kau mengenalku" dan ia mengulurkan tangannya kearahku.

Aku menaikkan sebelah alisku.

"Kita harus berteman"

"Sebut aku sebagai raja bersosaliasi, dan kau bisa belajar banyak dariku" lanjutnya dengan penuh kebanggan.

Aku mendengus. Apa-apaan itu.

"Friends?" lelaki itu masih mengulurkan tangannya kearahku.

Aku tersenyum tipis. Kim Yohan memang menyebalkan, dan aku baru mengenal lelaki itu hari ini. Namun dia menjadi orang pertama yang begitu bersemangat ingin berteman denganku.

"Friends" aku menerima uluran tangannya.

Dan hari ini menjadi awal bagaimana aku dan Kim Yohan menjadi dekat.

***

between | kim yohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang