[23]

7.1K 784 63
                                    

Aku memperhatikan setiap gerak gerik Riven yang sedang bermain pasir bersama Dino, membentuk pasir tersebut menjadi sebuah istana.

Kedua sudut bibirku terangkat, mengingat Dino yang masih berumur 7 tahun ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Sekarang lihat dirinya, bertumbuh dengan sangat cepat menjadi seorang remaja.

Riven kemudian berlari kecil kearahku, menarik tanganku dan menunjuk istana pasir buatannya.

"Lihat bunda! Istana buatan Riven bagus, bukan?" senyuman antusias itu membuatnya terlihat begitu mennggemaskan.

"Habis itu jangan lupa cuci tangan, okay?" aku mengacak rambut anak itu, membuatnya mengangguk lantas kembali menghampiri Dino yang sepertinya hendak membuat istana pasir baru.

Kejenuhan membawaku ke tempat ini, memutuskan untuk bertemu dengan Dino dan anak panti asuhan lainnya.

"Ayah Hangyul!"

Itu Lee Hangyul. Kedatangan lelaki itu membuat Riven berlari kecil menghampirinya, memeluk kaki lelaki itu.

Lee Hangyul terkekeh, membuatnya berlutut di depan Riven, berusaha untuk menyamai tinggi badan mereka.

"Riven merindukan ayah" timpal anak itu, beralih memeluk erat tubuh Hangyul. Bagaimana tidak? Selama Riven di rawat di rumah sakit, Lee Hangyul selalu beralasan bahwa dirinya sangat sibuk sehingga lelaki itu tidak sempat untuk mengunjungi kami.

"Bagaimana? Riven sudah sehat, bukan?" Lee Hangyul kemudian mengulurkan sebelah tangannya untuk mencubit hidung Riven, membuat anak itu terkekeh geli.

"Sudah!" anak itu mengangkat kedua tangannya, memamerkan kedua lengannya seakan ia terlihat sangat kuat.

"Jangan sakit lagi, okay? Kamu tahu ayah sama bunda tidak suka melihat Riven sakit, bukan?" lanjut Hangyul seraya melakukan hi-five dengan Riven, membuatku yang melihat itu tersenyum geli di tempatku.

Mereka benar-benar menggemaskan.

Begitu Riven kembali menghampiri Dino yang masih sibuk dengan istana pasirnya, lelaki itu kemudian beranjak menghampiriku yang tengah duduk diatas ayunan, menepuk pucuk kepalaku lembut sebelum ia ikut duduk di ayunan kosong yang ada di sebelahku.

Lelaki itu menundukkan kepalanya, menghela nafasnya panjang.

"Bagaimana? Ada kabar bagus? Mereka menerimamu?" tanyaku.

Itu benar. Lee Hangyul sedang berusaha untuk mencari lowongan pekerjaan untuk dirinya, berkali-kali melewati wawancara di sebuah perusahaan namun selalu gagal. Ini semua karena perusahaan tempat dimana Hangyul bekerja dulu mengalami kebangkrutan, menjadi sebuah alasan kenapa lelaki itu menjadi sangat sibuk belakangan ini.

Lelaki itu beralih menatapku dengan sebuah senyuman yang menghiasi bibirnya.

"Tentu saja" timpalnya.

Aku ikut tersenyum "Great!"

Satu pesan masuk, membuat handphone-ku bergetar.

Itu dari Kim Yohan.

Lelaki itu bertanya tentang keberadaanku karena sebentar lagi ia datang untuk menjemputku.

Aku tersenyum ketika Yohan mengirim sebuah stiker lucu pada pesannya, membuatku kembali tidak menyangka bahwa hubungan kami menjadi sangat baik belakangan ini.

"Yohan?" aku mendongkak dan mendapati Lee Hangyul yang sedang mengernyitkan keningnya.

Aku masih tersenyum "Iya" dan jawabanku membuat lelaki itu mendengus.

Tunggu dulu. Apakah lelaki itu sedang kesal sekarang?

"Menjadi Kim Yohan sangat menyenangkan, ya?" timpalnya tiba-tiba, membuang wajahnya agar tidak bertatapan denganku.

between | kim yohan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang