[21]

7.7K 851 71
                                    

"Mungkin sudah saatnya Riven harus tahu siapa ayah kandungnya"

Perkataan Lee Hangyul benar-benar berhasil mengambil alih pikiranku. Tentu saja Riven harus tahu itu.

Kembali lagi, perasaan takut itu selalu ada. Aku takut untuk mempercayai lelaki itu lagi. Kim Yohan. Seorang lelaki yang namanya bahkan masih terukir dalam lubuk hatiku yang terdalam. Iya, aku tidak bisa memungkiri bahwa perasaan itu masih ada untuknya.

Sebuah senyuman kecil terukir di bibirku. Aku menyenderkan tubuhku pada pintu kamar Riven seraya memperhatikan putra kecilku yang bahkan sudah tertidur begitu pulas dalam pelukan Kim Yohan.

Lelaki itu bersikeras untuk tinggal lebih lama lagi di tempat ini, ingin menghabiskan sisa harinya untuk bermain bersama Riven katanya.

Tangan lelaki itu kemudian terulur untuk mengelus rambut Riven, memperhatikan betapa lelapnya Riven tertidur dengan sebuah senyuman yang menemani wajahnya.

"Belum pulang, Han?" aku berjalan mendekati kasur Riven, membuatnya tersadar akan kehadiranku.

Kim Yohan menggeleng pelan, masih tersenyum "Nanti"

"Aku masih mau menemani Riven tidur" lanjutnya.

Maafkan aku karena sudah terlalu keras dengan lelaki itu. Aku bahkan selalu berusaha untuk menjauhkan Riven dari ayah kandungnya sendiri, tidak ingin Kim Yohan bertindak untuk sesuatu yang tidak masuk akal jika Riven berada di sekitarnya.

Mungkin kalian sudah bosan dengan ini. Aku takut. Salahkah aku jika aku melakukan semua ini karena ketakutan itu ada? Aku selalu berpikir ini adalah pilihan yang terbaik.

"Biar aku yang menemaninya"

"Sebaiknya kau pulang" aku menarik selimut yang ada di bawah kaki Riven, menutupi tubuh anak itu dengan selimut hingga sebatas dadanya.

"5 tahun belum cukup ya?" Kim Yohan kemudian memperbaiki posisi duduknya, menatapku dengan kedua matanya yang tampak lelah.

"Kamu masih belum percaya sama aku?" lelaki itu kini mengulurkan tangannya untuk meraih tanganku, menggenggamnya dengan lembut.

Kedua mataku menatap kedua matanya. Kedua mata yang selalu menunjukkan sebuah keseriusan disana. Aku berharap akan selalu seperti itu.

"Aku sayang Riven"

"Aku juga sayang kamu"

Aku terdiam. Kali ini lelaki itu memeluk tubuhku pelan, memeluk perutku dengan lembut "Aku tahu kamu belum bisa nerima aku"

"Maaf, piglet" aku tidak tahu sudah berapa kali aku mendengar kata maaf itu. Kurasa itu sudah menjadi yang ratusan ribu kalinya Kim Yohan meminta maaf padaku.

Pikiranku kembali mengelak, membuatku melepaskan pelukan itu dan berjalan beberapa langkah ke belakang.

"Sebaiknya kau pulang, Han"

"Sudah larut malam" timpalku, membuat lelaki itu tersenyum miris mendengar perkataanku yang bermaksud untuk mengusirnya.

Kim Yohan kemudian bangkit dari duduknya.

"Uncle Yohan"

Itu Riven. Aku tidak tahu kenapa tubuh anak itu kini di penuhi dengan peluh.

"Sesak" Riven mengeluh lantas bangkit dari tidurnya seraya menggaruk tangannya secara bergantian.

Seketika kepanikan menguasai diriku, membuatku duduk di sebelah anak itu.

"Riven kenapa?" tanyaku seraya menghapus peluh yang membasahi dahinya.

between | kim yohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang