[16]

7.2K 847 48
                                    

Aku mengusap layar handphone-ku, tersenyum miris melihat sebuah foto seorang lelaki yang begitu bahagia disana.

Kim Yohan dan ikan tangkapannya. 

Itu adalah libur semester sebelum kami menduduki bangku kelas 3, dan saat itu Yohan memaksaku untuk pergi memancing bersamanya. Catat, saat itu aku masih menjalin hubungan dengannya.

Miris.

Tentu saja aku masih menyukai lelaki itu. Lagipula tidak semudah itu melupakan perasaanmu kepada seseorang, terlebih ketika kau sangat menyayanginya dengan sepenuh hatimu. Maka dari itu ada yang berkata, jangan pernah mencintai seseorang dengan segenap hatimu, karena ketika mereka pergi, itu akan lebih menyakitkan.

Bodoh? Tentu saja.

Aku menghela nafasku, menggerakkan jemariku untuk melihat foto selanjutnya. Kim Yohan lagi.

Aku tahu ini menggelikan, tapi aku masih menyimpan semua foto Kim Yohan yang bahkan hampir memenuhi galeri handphoneku.

Aku tidak pernah tahu bagaimana kabar lelaki itu sekarang. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia sama dengan Kim Yohan yang ku kenal sebelumnya? Bagian terburuknya, apakah ia berhasil mengejar gadis itu?

Ayolah bodoh, bagaimana bisa kau memikirkan lelaki yang bahkan meninggalkanmu dengan keadaan seperti ini?

Aku menggeleng pelan, menjauhkan handphoneku dari jangkauanku, mengingat saat ini aku sedang mengisi beberapa soal latihan untuk ujian nasional nanti.

Aku melahap starwberry yang menjadi teman belajarku, berusaha untuk kembali fokus dengan tumpukan soal latihan itu, hingga aku merasakan sesuatu yang aneh menyerang perutku. Mual itu lagi, membuatku bangkit dari dudukku dan berlari kearah kamar mandi, berniat menuntaskan rasa mual itu.

Aku memasuh wajahku begitu aku berhasil memuntahkan isi perutku, menatap nanar kearah cermin yang ada di depanku.

Aku baru menyadari aku benar-benar berubah. 

Aku memundurkan tubuhku beberapa langkah ke belakang, ingin melihat keadaan tubuhku pada pantulan cermin. 

Iya. Berubah. Pipi chubby itu menghilang, dan tubuhku tidak sebesar dulu lagi. 

Pandanganku beralih kepada perutku yang mulai membuncit, membuatku mengelus perut itu.

Maafkan aku Hangyul, karena aku benar-benar akan mencari orang tua pengganti untuk bayi ini.

Maafkan aku bayi, karena aku harus pergi mengejar impianku.

Aku terperanjat kaget ketika seseorang mengetuk pintu apartemenku dengan tidak sabaran, membuatku mendesah kesal. 

Aku beranjak dari kamarku, berniat segera membuka pintu apartemenku, hendak menegur tamu yang sangat tidak sopan itu.

Orang tuaku.

Satu tamparan yang sangat keras mendarat tepat di pipiku, memberikan sensasi yang sangat panas dan juga menyakitkan disana. Itu ibuku yang menamparku.

Iya. Aku baru saja menelepon kedua orang tuaku kemarin, memberitahu mereka akan kesalahan besar yang ku perbuat. Tidak heran tidak ada respon yang berlebihan dari mereka, karena mereka ingin membicarakan ini langsung denganku.

"Bunda dan ayah percaya sama kamu" ibuku mulai terisak. Aku berjalan mundur, membiarkan mereka masuk ke dalam apartemenku.

"Bunda dan ayah percaya kamu bukan anak kecil lagi dan sudah bisa menjaga dirimu sendiri"

"Kenapa (y/n)? Kenapa kau merusak kepercayaan itu?" ibuku terus mengulang perkataannya, membuat hatiku mulai menjerit kesakitan melihat kekecewaan yang terpanjar di kedua mata itu.

between | kim yohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang