[24]

6.4K 723 18
                                    

Aku mengernyitkan keningku begitu Kim Yohan membawaku ke rumah kedua orang tuaku, membuatku meliriknya dan itu membuatnya tersenyum tipis.

Lelaki itu kemudian menoleh kearah jok belakang, memastikan apakah Riven masih tertidur, sebelum ia mengulurkan kedua tangannya untuk menggenggam kedua tanganku.

"Kita sudah menjalin sebuah hubungan sebelumnya, bukan begitu?"

Aku mengangguk, masih dengan kening yang mengernyit.

"Sekalipun sebelumnya hubungan kita tidak berjalan dengan baik, kurasa kali ini kita harus membangun hubungan yang lebih serius"

Aku masih mengernyitkan keningku, mengisyaratkan kepada lelaki itu agar melanjutkan perkataannya.

"Kurasa kamu sudah siap dengan itu" lanjutnya, kali ini menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajahku ke belakang telingaku.

Aku menggigit bibir bawahku menyadari pikiranku mulai menggila. Apakah Kim Yohan sedang berusaha untuk melamarku saat ini? Karena kedengarannya seperti itu.

"Be my wife, piglet?"

Aku membuang wajahku, memastikan bahwa mereka mulai memerah, dan itu membuat Yohan terkekeh geli.

Lelaki itu meraih wajahku, menangkup pipiku menggunakan kedua tangannya "So? It's a yes?" tanyanya dengan nada yang menggoda, dan itu terdengar sangat menyebalkan.

Aku mengerucutkan bibirku, membuat Kim Yohan kembali terkekeh seraya memperhatikan setiap sudut wajahku. Sebuah perlakuan kecil yang mampu membuat jantungku ikut menggila, dan Kim Yohan selalu berhasil membuatnya seperti itu.

"Diam berarti iya" dan satu kecupan singkat mendarat di bibirku.

Aku mendorong dadanya "Kau sudah berjanji untuk tidak berbuat seenaknya tanpa izin dariku!" aku memutar kedua bola mataku dan itu membuatnya tertawa.

Kim Yohan kembali menangkup pipiku dengan kedua tangannya "Tapi sekarang keadaannya berbeda"

"Sebentar lagi kamu jadi pasangan hidup aku, kurasa tidak masalah" dan sekali lagi satu kecupan mendarat tepat di bibirku.

"Kim Yohan!" kali ini aku memukul dadanya, masih membuatnya tertawa karena perlakuanku padanya.

"Riven juga mau kiss" aku menoleh kearah jok belakang, mendapati Riven dengan posisi duduknya sedang mengucek sebelah matanya, terlihat masih mengantuk.

"Come here, son. Let daddy give you kiss" Y ohan kemudian mengulurkan kedua tangannya. Riven tersenyum senang, membuatnya meraih uluran tangan ayahnya dan jatuh ke dalam gendongan Kim Yohan.

Yohan mendaratkan kecupan bertubi-tubi pada wajah Riven, membuat anak itu terkekeh geli.

Kedua sudut bibirku terangkat. Mereka benar-benar menggemaskan.

Kumohon jangan merebut kebahagiaan ini dari kami. 

"Kita turun?" aku menyadarkan kedua lelaki yang sedang menikmati dunia mereka sendiri itu. Kim Yohan mengangguk sementara aku turun dari mobilnya, disusul oleh lelaki itu di detik berikutnya.

Masih dengan Riven yang berada dalam gendongannya, sebelah tangan Yohan meraih tanganku dan menggenggamnya, membuatku tersenyum kearahnya.

"Riven mau turun ayah" ucap Riven, membuat Yohan menurunkan anak itu dari gendongannya.

Riven berlari kecil kearah pintu rumah kedua orang tuaku, mengetuknya dengan penuh semangat.

"Nenek!" teriak anak itu begitu ibuku membuka pintu untuknya, membuat wanita itu langsung membawa Riven ke dalam gendongannya dan mengecup pucuk kepala anak itu.

Aku berjalan mendekati ibuku, memberikan kecupan di pipinya dan itu membuatnya memelukku.

"Bunda sangat merindukan kalian!" timpal ibuku, beralih menggesekkan hidungnya dengan hidung Riven.

Aku tersenyum, melirik kearah Kim Yohan yang kini berdiri di belakangku.

"Yohan ada keperluan apa datang ke tempat ini?" tanya ibuku begitu ia menyadari kehadiran Kim Yohan.

Kim Yohan tersenyum sopan "Ada yang ingin saya bicarakan, madam" dan perkataan lelaki itu mampu membuat ibuku mendadak menjadi serius, seakan mengetahui apa maksud Kim Yohan datang ke tempat ini, beranjak masuk ke dalam rumah dan memanggil ayahku.

Aku melihat Kim Yohan menghembuskan nafasnya, sedikit takut jika itu berhubungan dengan ayahku, mengingat ayahku tidak pernah menyukai Kim Yohan setelah apa yang lelaki itu lakukan itu padaku.

Kali ini aku meraih tangan lelaki itu dan menggenggamnya, membuat kedua mata kami saling bertatapan satu sama lain, berusaha mengatakan kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aku membawa Yohan masuk ke dalam ruang tengah, menyuruhnya untuk duduk disitu sementara aku berniat untuk membuat minuman untuknya dan untuk kedua orang tuaku.

Pada akhirnya ayahku datang dan ikut duduk bersama dengan Kim Yohan di ruang tengah, membuat lelaki itu mendadak menjadi sangat kaku.

"Biarkan aku yang membuatnya, bunda" aku berusaha mengambil alih pekerjaan ibuku yang sedang membuat beberapa minuman untuk kami, sementara Riven kini sedang menikmati cookies buatan ibuku, menggunakan sebuah kursi untuk meraih setoples cookies yang ada diatas meja makan.

Aku beralih mengambil Riven dan mendudukkan anak itu diatas kursi makan yang dikhususkan untuk balita, masih terlihat menikmati beberapa cookies yang anak itu berhasil ambil.

"Kenapa bukan bersama Hangyul?" ibuku menghentikan aktivitasnya, beralih menatapku tidak terima.

Aku tersenyum seraya menyusun minuman itu ke atas baki "Aku menyayangi Yohan, bunda" 

Ibuku menghela nafasnya.

"Baiklah. Ini kehidupan kamu, keputusan kamu"

"Bunda hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kalian" dan ibuku mendekat, memberikan sebuah kecupan pada keningku.

Aku tersenyum senang, beralih memeluk tubuh ibuku.

"Terima kasih, bunda" ucapku pelan.

"Piglet?"

Itu Kim Yohan, datang menghampiri kami dengan sebuah cengiran yang menemaninya.

Aku menatap ibuku, membuat wanita itu tersenyum dan menyuruhku untuk menghampiri lelaki itu.

"Aku boleh pergi sebentar?" tanya Yohan seraya mengelus pucuk kepalaku.

Aku mengernyit "Mau kemana?"

"Ayahmu mengajakku untuk memancing" dan sebuah senyuman lebar menghiasi wajahnya.

Kurasa semuanya berjalan dengan baik hari ini.

"Kalian sudah membicarakan apa saja tadi?" tanyaku.

"Rahasia" Yohan mengulurkan sebelah tangannya untuk mencubit hidungku dan itu membuatku mendengus kesal.

"Ini urusan pria" lanjutnya.

Apa-apaan itu.

"I've gotta go"

"Wifey"  lelaki itu mendekat, berbisik seperti itu dengan penuh penekanan kepadaku, dan mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipiku.

Aku menggelengkan kepalaku lantas tersenyum senang melihat Kim Yohan yang kini berlari kecil menghampiri ayahku yang sedang menunggunya di depan pintu.

Kedua mata ayahku beralih menatapku, membuatku mengucapkan terima kasih tanpa bersuara kepadanya.

Sekali lagi kumohon jangan merebut kebahagiaan ini dari kami. Jangan lagi.

***

between | kim yohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang