Aku menggerakkan pelan ayunan yang ku duduki saat ini. Kedua mataku terus menatap handphone yang ada di genggamanku, menatap kolom pencarian internet dengan ragu.
Aborsi, kata yang menjadi pencarianku.
Aku menghela nafas sebelum jariku menyentuh layar handphoneku yang menampakkan beberapa video tentang pencarianku itu.
Aku tidak pernah memberanikan diri untuk memeriksakan kandunganku ke dokter, membuatku harus memperkirakan sendiri usia kandunganku, dan kurasa ini sudah minggu ke 10.
Aku bersekolah seperti biasanya tentu saja. Mereka mengatakan usia kandungan di minggu 10 hanya sebesar buah prune, dan itu belum menujukkan tanda-tanda yang mencurigakan dari perutku.
Aku kemudian membuka video itu dan menontonnya.
Kejam.
Aborsi sangat kejam.
Mereka akan memasukkan sebuah benda ke dalam rahimmu dan menghancurkan janin itu.
Aku meringis, merasakan bulu kudukku mulai meremang. Benar-benar mengerikan.
Kali ini aku beralih membaca testimoni beberapa obat yang digunakan untuk menggugurkan janin, dan itu kembali membuatku meringis.
Hanya melihat itu membuat hatiku menjerit. Takut, sakit. Betapa menyakitkan melihat janin itu hancur.
Haruskah aku melakukan ini?
"Sedang menonton apa?"
Sontak aku mematikan layar handphoneku begitu Lee Hangyul datang menghampiriku, duduk di ayunan kosong yang ada di sebelahku. Iya. Saat ini aku sedang berada di taman belakang panti asuhan tempat tinggal lelaki itu.
Aku menggeleng seraya tersenyum kecil "Bukan apa-apa" dan berdeham begitu Hangyul menatapku dengan kening yang mengkerut.
"Kau sudah tidak merasa mual lagi?"
Aku kembali menggeleng.
Lelaki itu kemudian mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Itu sebuah obat, sebungkus obat.
"Aku sudah mendapat obatnya" timpalnya seraya menyodorkan obat itu.
Kurasa kalian sudah tahu untuk apa obat apa itu.
"Kau yakin ingin melakukan ini?" lanjutnya, menatap perutku yang membuatku menyentuh perutku di detik berikutnya.
Sekali lagi aku menggeleng "Sekarang aku meragukannya"
Aku terperanjat kaget. Lee Hangyul menyentuh pucuk kepalaku, memberikan elusan lembut disana.
"Bagus"
"Karena aku selalu percaya kau tidak sejahat itu" lanjutnya seraya tersenyum kepadaku.
Aku sangat bersyukur setidaknya sampai hari ini Hangyul selalu berada di pihakku, membantuku melewati masa sulitku.
Lelaki itu kemudian melempar asal bungkusan obat yang ia bawa, tersenyum lega setelah mendengar keputusanku, sekalipun aku belum sepenuhnya yakin dengan itu.
"Tidak perlu khwatir"
"Aku akan selalu membantumu, apapun yang terjadi" ujar lelaki itu.
Perkataan yang membuat perasaanku menghangat, mengingatkanku bahwa aku tidak sendiri.
Kurasa memang tidak ada salahnya melahirkan anak ini. Beruntung ujian nasional akan dilaksanakan 2 bulan dari hari ini, membuatku tidak harus di keluarkan dari sekolah karena mengetahui aku hamil, atau bahkan harus mendengarkan berbagai cerita buruk yang teman sekolahku telontarkan kepadaku dengan keadaanku yang seperti ini.
Aku memperkirakan usia kandunganku mungkin berumur 5 bulan ketika aku mengikuti ujian nasional nanti.
Aku hanya perlu menunda satu tahun untuk berkuliah. Itu saja.
Terkadang aku merasa ini begitu lucu. Ketika semua orang sibuk berkutat dengan buku-buku mereka untuk mempersiapkan ujian nasional, aku disini, begitu frustasi dengan apa yang akan ku lakukan dengan bayi ini.
"Setelah aku melahirkan bayi ini, mungkin aku akan mencari orang tua pengganti untuk bayi ini" ujarku kemudian seraya mengelus perutku.
Tidak ada respon. Aku hanya bisa mendengar helaan nafas dari lelaki itu.
"Orang tua belum mengetahui ini?" tanya Hangyul kemudian.
"Mereka tidak akan pernah tahu" timpalku.
Lelaki itu mendengus "Gila"
"Aku bisa mengatasi ini. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa akan kebodohanku"
"Aku hanya perlu berbohong sedikit" lanjutku.
"Mau mendengar ceramah bagus dariku?"
Aku menaikkan kedua alisku, mengisyaratkan agar lelaki itu melanjutkan perkataannya.
"Hidup tanpa mengetahui siapa orang tua kandungmu itu sangat menyebalkan. Dan sangat menyiksa dirimu tentu saja" timpalnya, membuatku segera mengetahui arah pembicaraannya.
Sudah jelas lelaki itu tidak sependapat denganku untuk mencari orang tua pengganti bayi ini.
"Bayi itu adalah anakmu. Sudah harusnya kau melahirkan, merawat dan membesarkannya. Karena seorang anak adalah titipan dari Tuhan, dan jangan pernah menyia-nyiakan itu"
Aku terdiam mendengar penjelasan lelaki itu, meliriknya yang sedang tertunduk memainkan jemarinya.
"Berbicara soal kecewa, kedua orang tuamu tentu saja akan kecewa. Kau harus memberitahukan hal ini kepada mereka. Cepat atau lambat, aku percaya mereka akan mengerti"
"Sekalipun Kim Yohan tidak pernah tahu terkait bayi itu, atau bahkan bagian terburuknya dia tidak ingin bertanggung jawab, namun kau tidak pernah sendiri (y/n)"
"Ada kedua orang tuamu" Lee Hangyul beralih menatapku. Kedua matanya menunjukkan keseriusan disana.
"Ada aku" dan pada akhirnya lelaki itu kembali mengulurkan sebelah tangannya, kembali meninggalkan elusan lembut pada pucuk kepalaku.
Aku menggigit bibir bawahku, karena kurasa setelah ini air mata itu benar-benar terjatuh.
Aku sangat bersyukur.
"Aku akan membantumu, apapun yang terjadi" lelaki itu kembali tersenyum. Sebuah senyuman yang begitu menenangkan. Kedua tangannya kemudian mengusap kedua ujung mataku, menghapus air mata yang ada disana.
"Kembali lagi, semua keputusan ada ditanganmu" lanjutnya.
Tetesan air mata itu semakin menjadi. Aku bangkit dari dudukku, beralih untul memeluk Lee Hangyul yang masih setia duduk di ayunannya, membuatnya harus memeluk perutku mengingat posisinya yang masih duduk.
"Makasih gyul"
"Jangan menangis di kepalaku, menjijikkan!"
Mendengar itu membuatku langsung melepaskan pelukanku. Baiklah. Aku mengakui aku memang membungkuk dan memeluk kepala lelaki itu. Tapi bagaimana bisa lelaki itu masih sempat bercanda di saat-saat seperti ini?
Lihat itu. Lee Hangyul bahkan tertawa terbahak-bahak sekarang.
Benar-benar menyebalkan.
Aku tidak tahu apakah harus mempercayai Lee Hangyul sepenuhnya atau tidak. Karena Kim Yohan benar-benar membuatku berpikir agar tidak mempercayai seseorang secepat itu. Terlebih itu untuk seorang lelaki.
"Kurasa Kim Yohan sangat ceroboh" timpal Hangyul kemudian.
"Seharusnya kalian menggunakan condom saat itu" lanjutnya yang membuatku mendaratkan sebuah pukulan keras di bahunya.
Apa-apaan itu.
Namun setelah semua ini terjadi, aku hanya berharap Lee Hangyul benar-benar berbeda dengan Kim Yohan.
***
Semoga kalian suka :)
KAMU SEDANG MEMBACA
between | kim yohan
FanfictionKarena hamil diluar nikah selalu membawamu ke dalam sebuah bencana ©2019 by deeongg