[8]

7.3K 844 27
                                    

Sepertinya aku benar-benar sedang di mabuk asmara saat ini.

Pertama, ini kali pertamanya aku memiliki seorang kekasih. Kedua, ini kali pertamanya kisah percintaanku berakhir bahagia. Kenapa? Karena ini pertama kalinya aku menyukai seseorang yang memiliki perasaan yang sama denganku.

Kali ini perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan lagi. Dulu, ketika aku menyukai seseorang dan mereka mengetahui bahwa aku memiliki perasaan terhadap mereka, itu akan selalu berakhir dengan tatapan jijik yang mereka berikan kepadaku, seakan aku adalah makhluk terburuk yang ada di muka bumi ini.

Bertanya apakah teman kelasku tahu bahwa kami berpacaran? Tidak. Aku menyuruh Kim Yohan untuk tidak membeberkan hubungan kami. Awalnya dia keberatan, tapi setelah mendengarkan penjelasanku akhirnya lelaki itu mengerti. Entalah, kurasa ini terlalu cepat untuk mereka ketahui.

Jadi begini rasanya?

Jadi begini rasanya jika memiliki seorang kekasih?

Setiap hari kau harus berkali-kali memeriksa dirimu pada cermin, memastikan apakah penampilanmu hari ini terlihat bagus.

Setiap hari kau harus merasakan debaran yang menyerang jantungmu ketika kau melangkahkan kaki ke kelas dan melihatnya sedang menunggumu dengan sebuah senyuman manis yang menemaninya.

Walaupun itu pelajaran matematika yang selalu menjadi mata pelajaran yang paling kau benci, itu akan membuatmu menjadi sangat bersemangat, mengingat dia duduk di sebelahmu.

Jadi begini rasanya?

Aku sangat menyukai perasaan ini.

Aku menelungkupkan wajahku dengan kedua tanganku, menidurkan kepalaku di atas meja.

Jam ini adalah jam pelajaran olahraga. Aku tidak ikut. Berterima kasihlah dengan kecerobohanku yang tidak sengaja terjatuh dari tangga darurat begitu aku terburu-buru turun karena aku benar-benar telat, mengingat lift yang sangat penuh di apartemenku pagi tadi.

Iya, kakiku terkilir tentu saja.

"Masih sakit?"

Aku mendongkak, menatap Kim Yohan yang kini duduk di sebelahku, ikut menidurkan kepalanya di atas meja.

Lelaki itu mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus rambutku.

Oh tidak. Perutku geli lagi.

Aku kembali menelungkupkan wajahku, berusaha menyembunyikan wajahku yang kurasa mulai memerah karena perlakuannya.

"Masih" jawabku pelan.

"Dasar ceroboh" dan Yohan mengacak rambutku.

Aku mendengus. Kumohon jangan seperti itu.

Aku malu.

Astaga, kurasa aku terdengar sangat menggelikan saat ini.

"You're blushing, aren't you?"  lelaki itu menarik telingaku yang mungkin sudah memerah.

Aku menepis tangan itu "Shut up!" membuat lelaki itu tertawa keras.

"Kurasa aku harus segera pergi sebelum guru olahraga mencariku" Yohan bangkit dari duduknya

"Jika terjadi sesuatu beritahu aku, mengerti piglet?" aku mengangguk sebagai respon.

Lelaki itu kembali mengacak rambutku "See you soon, girlfriend" ucapnya pelan sebelum beranjak keluar kelas, menyusul beberapa teman kelasku yang sudah menunggu di lapangan.

Aku memiliki satu pertanyaan untuk kalian. Apakah aku benar-benar berpacaran dengan seorang Kim Yohan saat ini?

Karena aku sendiri belum bisa mempercayainya.

***

Menunggu benar-benar membuatku bosan. Mengingat jam olahraga mengambil waktu 2 jam, membuatku harus menunggu selama itu seorang diri di dalam kelas. Jadi aku memutuskan untuk beranjak ke perpustakaan, menghabiskan sisa waktuku disana.

Aku memicingkan mataku begitu melihat seorang gadis sedang berusaha memanjat sebuah pohon yang ada di bawah, mengingat aku melewati sebuah jendela kaca besar, menjadi alasan kenapa aku bisa melihat apa yang gadis itu lakukan.

Itu (y/n). Oh. (y/n) yang satunya tentu saja.

Gadis itu terlihat berusaha menggapai sebuah kok bulutangkis yang tersangkut diatas pohon.

Oh tidak, sekarang gadis itu terjatuh, membuatku dengan cepat menghampirinya, memutar balik arah dan beranjak keluar dari gedung sekolah ini.

Aku yakin itu sakit, karena aku juga merasakan itu.

Aku berlari sekuat yang aku bisa, tidak peduli dengan perih yang mulai kurasakan pada kakiku yang terkilir.

Gadis itu membutuhkanku, mengingat disana tidak ada yang melihatnya terjatuh selain aku.

"Kau baik-baik saja?" aku berjongkok, menyentuh bahu gadis itu begitu aku berhasil menghampirinya.

Gadis itu menggeleng "Sakit"

"Kau bisa berdiri?"

Sekali lagi gadis itu menggeleng.

"Sini, biarkan aku membantumu" dan aku membalikkan badanku, masih berjongkok di depannya, menawarkan punggungku untuk menggendongnya.

Kurasa tidak masalah. Lagi pula tubuhku lebih besar darinya, tidak akan berat.

"Kau serius?" tanyanya.

"Tentu saja. Lihat kakimu, aku yakin kau bahkan tidak bisa berjalan karena itu" balasku.

Pada akhirnya gadis itu mengikuti apa yang aku katakan.

"(y/n), kau baik-baik saja?"

Itu salah satu teman kelasku, menghampiri kami. Aku yakin pertanyaan itu bukan untukku. Untuk (y/n) yang satunya tentu saja.

"Kurasa kakiku terkilir"

"Kau yakin bisa menggendongnya?" dan kali ini pertanyaan itu untukku.

Aku mengangguk "Bisa"

"Apa yang kau lakukan di tempat ini, piglet?"

Kali ini Kim Yohan yang datang menghampiri kami.

"Aku melihatnya terjatuh"

"Kembalilah ke kelas, piglet" dan Yohan menawarkan punggungnya kepada gadis yang ada di gendonganku.

"Kau biak-baik saja, (y/n)?" tanya lelaki itu begitu (y/n) yang satunya berhasil berada dalam gendongannya.

"Kakiku sangat sakit" timpal gadis itu.

Aku meneguk ludahku. Sebuah perasaan aneh mulai menyerangku.

Sebuah ketakutan.

"Kembali ke kelas, mengerti?" timpal Yohan kepadaku sebelum lelaki itu membawa (y/n) yang satunya pergi, bersamaan dengan teman kelasku yang pertama kali menghampiri kami tadi.

Ketakutan itu semakin besar melihat mereka menjauh.

Aku takut perasaan Yohan untuk gadis itu masih ada, terbukti dari betapa khwatirnya kedua mata itu.

Aku berpikir. Jika aku terjatuh seperti itu juga, apakah Kim Yohan akan mengkhwatirkanku seperti itu?

Dan mulai hari ini aku mulai memikirkan segala kemungkinan, dan mulai membandingkan diriku dengan gadis yang bernama sama denganku itu.

Aku benar-benar takut.

***

between | kim yohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang