Aku melirik handphone-ku yang sedari tadi berdering. Ini sudah kepuluhan kalinya Kim Yohan berusaha untuk menghubungiku.
Sudah 3 hari sebenarnya, tapi aku selalu mengabaikan lelaki itu.
Aku hanya ingin sendiri. Itu saja.
Sebenarnya aku masih belum mengerti dengan semua ini. Aku bingung. Antara harus mempercayai lelaki itu atau tidak?
Keraguan itu selalu ada seiring berjalannya waktu.
Aku ingin mempercayainya, tapi bagaimana jika pada akhirnya ia benar-benar melakukan semua ini hanya karena kasihan denganku?
Aku mendesah pelan begitu seseorang mengetuk pintu apartemenku. Aku menebak itu pengantar makanan, karena beberapa saat yang lalu aku memang memesan ayam.
Ternyata tidak.
Karena sebenarnya itu Kim Yohan. Lelaki itu tersenyum kecil seraya memamerkan sekotak ayam yang ku pesan.
"Sejak kapan kau mengubah profesimu sebagai pengantar makanan?" timpalku sarkastik.
"Kau masih marah?"
"Terima kasih" dan aku mengabaikan pertanyaannya seraya merampas sekotak ayam itu, berniat untuk segera menutup pintu apartemenku.
"Piglet, wait!"
Kim Yohan menahan pintu apartemenku menggunakan sebelah kakinya.
"We need to talk" lanjutnya.
"There's nothing we need to talk about" balasku sarkastik.
"Please" lelaki itu memelas, membuatku mendengus kesal.
"5 menit" dan pada akhirnya bmembiarkan lelaki itu masuk ke dalam apartemenku.
Aku berjalan ke dapur, mengambil sebuah piring, membiarkan Kim Yohan duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
Lelaki itu memperhatikan setiap gerakan yang kulakuan. Mulai dari aku yang membuka sekotak ayam itu, hingga meletakkannya ke dalam piring yang kuambil.
"Bagaimana berat badanmu tidak bertambah jika kau selalu makan seperti itu?" timpalnya.
Yang benar saja Kim Yohan.
Aku menaikkan sebelah alisku "Kau masih bisa bercanda dalam keadaan seperti ini?" balasku malas.
"Aku membiarkanmu masuk bukan untuk mendengarkan semua ejekanmu" lanjutku.
"Maaf" Yohan kemudian menundukkan kepalanya.
"Aku hanya mencoba untuk mencairkan suasana"
Aku memutar kedua bola mataku.
"Maafkan aku" lanjut lelaki itu, meminta maaf untuk yang kedua kalinya.
"Maafkan aku karena sudah berbicara seperti itu kepadamu sebelumnya. Aku tahu itu menyakitimu"
"Maafkan aku karena aku meragukan perasaanku"
Kim Yohan menatapku, perasaan bersalah memenuhi kedua matanya.
"Aku pernah kembali menyukainya (y/n)"
Oh.
Aku meneguk ludahku, berdeham di detik berikutnya, membiarkan lelaki itu menyelesaikan penjelasannya.
"Kamu ragu" lanjutnya.
"Itu yang juga membuatku ragu terhadap perasaanku"
Jadi sekarang kau berusaha untuk menyalahkanku Kim Yohan?
"Aku takut" belaku.
"Apa yang kamu takutkan (y/n)? Aku hanya butuh kamu percaya sama aku"
"Aku muak mendengar semua pertanyaan kamu. Alasan kenapa aku suka sama kamu, atau mempertanyakan kenapa aku melupakan perasaanku kepada (y/n) yang satunya lagi" jelas Kim Yohan seraya mengulang beberapa pertanyaan yang dulu sering ku telontarkan ke padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
between | kim yohan
Fiksi PenggemarKarena hamil diluar nikah selalu membawamu ke dalam sebuah bencana ©2019 by deeongg