4. Si Kecil Yang Memulai

2K 344 104
                                    

Edsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Edsel

This isn't my first time in Kuala Lumpur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

This isn't my first time in Kuala Lumpur. Waktu pertama kali lulus dan ikut pelatihan, gue sempat satu bulan di Kuala Lumpur. Selama 5 tahun bekerja, mungkin sudah 6 kali gue terbang ke negara yang kalau kata Ibu "tempat lahirnya Upin-Ipin".

Don't ask me why, gue juga nggak tahu kenapa Ibu, yang sudah mau kepala 6, tapi lebih suka animasi anak daripada acara gosip atau film India kayak ibu-ibu sekitaran rumah. Kalau bicara soal anak kembar, gue bisa membuat dugaan-dugaan sendiri. But still, gue lebih suka kalau dugaan itu salah.

Talking about Kuala Lumpur, kali ketujuh gue ke sini-dan itu berarti sekarang-terasa berbeda dibanding sebelum-sebelumnya. Entah karena baru pertama kali ini gue terbang dari Majalengka karena mencari waktu penerbangan yang cocok, atau karena gue yang agak-agak lupa sama Kuala Lumpur yang jelas sudah berbeda dibanding tahun kemarin-terakhir gue berkunjung ke sini-atau... mungkin karena sekarang gue nggak sendiri. Ada Adara di samping gue, yang menemani gue mengobrol dan mengisi sebelah bahu gue. And to be honest, I don't even mind to let her use this shoulder as her pillow.

Begitu pesawat mendarat, gue menekan pucuk hidungnya, salah satu cara paling ampuh untuk membangunkan Adara yang gue pelajari selama 7 tahun ini, dan Adara langsung menggeram pelan.

"Udah sampai nih, Ra," bisik gue. Adara langsung mengangkat kepala, tangan mengucek mata yang setengah terbuka.

"Sekarang di mana?"

"Di warung bakso Pak Joko," balas gue sambil menjulurkan lidah.

Awalnya Adara mengangguk, tapi hanya dalam tiga detik berselang gue langsung merasakan tepukan kecil di lengan gue. "Mas Edsel, ih! Kan lagi di pesawat."

Gue tertawa. " Tuh, tahu. Kirain lagi mimpi makanya nanya gitu."

"Masih ngantuk." Cara Adara bicara bahkan ikut menekankan hal itu. Gue hanya tertawa, berdiri lebih dulu dan menurunkan barang-barang di overhead luggage, lengkap dengan barang-barang Adara juga.

"Ini udah semua, kan, Ra?"

Adara mengangguk, menggumamkan terima kasih pelan dengan tangan yang masih mengucek mata. Ini baru bangun tidur aja dia bisa kelihatan menggemaskan begini. Pengin meluk, tapi kalau meluk tiba-tiba bisa dikira yang bukan-bukan. Tolong ingatkan gue kalau gue lagi dalam perjalanan dinas, bukan untuk berduaan dengan Adara.

Manipulasi Rasa & Enigma RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang