[Manipulasi Rasa: COMPLETED]
[Enigma Rasa: Soon]
Tiga rumah berderet membuat Adara mengenal Saka dan Edsel.
Sekian tahun berlalu, jalinan berlabel sahabat terbentuk. Satu janji dibuat bersama untuk mempertahankan hubungan yang ada.
Tapi, katanya seb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adara
Sebelum pulang dari kantor Pak Zafran hari ini, aku sengaja mampir membeli beberapa camilan untuk dibawa pulang. Aku nggak tahu Mas Edsel sudah pulang atau belum, tapi paling nggak ada Bang Saka yang siap menghabiskan semua camilan ini. Hitung-hitung sekalian membeli isi kulkas yang kosong.
Ini pemborosan banget sih, sampai kasir yang melayaniku melihatku seakan aku siap buka warung. Memangnya orang mana yang kalau mau buka warung belanjanya di supermarket? Adanya niat untung, kantung malah buntung.
Awalnya aku sudah semangat dan siap menelpon Bang Saka karena bawaanku cukup banyak. Tapi begitu ditelpon, Bang Saka justru bilang sedang keluar dengan temannya, jadi dia tidak bisa membantu. Karena itu aku bilang bisa pulang sendiri, dan sama sekali nggak menyebut bawaanku yang... oke.
Untungnya, sebelum aku memesan Grab, Mas Edsel sudah lebih dulu menelpon.
“Lagi di mana, Ra? Masih ngantor? Mau aku jemput nggak?”
He is indeed a savior.
Karena itulah sekarang aku nggak bareng Bang Saka, tapi dengan Mas Edsel. Orang yang aku pikir nggak ada justru muncul, mejemputku pulang.
“Sampai jam berapa tadi, Mas?” tanyaku begitu masuk ke mobil.
“Siang sih.”
“Nggak capek apa langsung nyetir?”
Mas Edsel justru tertawa, ekspresinya sama sekali nggak bisa disandingkan dengan “capek”. Sambil melajukan mobil ke jalanan, Mas Edsel justru melirikku sesaat. “Belanjanya banyak banget ya ibu yang satu ini?”
Aku jadi ikut tertawa. “Tadi aku sempat nelpon Bang Saka sih, tapi katanya lagi sama teman.”
Mas Edsel manggut-manggut, masih menyetir tanpa mengalihkan perhatian. “Oh, itu temannya toh?”
