15. Jarak Antar Hati

1K 235 85
                                    

Tadi malam kepencet. Update pagi aja gapapalahyaa~

Udah sakit hati di chapter sebelumnya?
Tenang. Masih ada yang lain~

Btw bantu ramein ye geyss~ makin rame aku makin siap keluarin chapter yang sudah kusyimpan~

-

Saka

“Adara udah pulang duluan? Dari kapan?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Adara udah pulang duluan? Dari kapan?”

Joana, salah satu teman sedivisi Adara, masih sibuk mengikat rambutnya sambil merespons, “Dari lima menit yang lalu kayaknya. Baru tadi sih seingat gue.”

“Baru-baru ini kok.” Nadia ikut menyeletuk sambil berjalan ke pintu, ke tempat gue berdiri sekarang. “Kirain Adara buru-buru karena mau dijemput sama lo atau sama kang masnya.”

“Tadi Edsel malah ngirim chat ke gue nanyain Adara di mana.”

Nadia dan Joana saling berpandangan sebelum kembali melemparkan tatapannya pada gue dan menggeleng.

“Coba ke bawah aja, Sak. Siapa tahu masih ada.”

Gue akhirnya mengangguk, membenarkan tas ransel gue sebelum beranjak. “Sip, thank you, ya. Duluan kalau gitu.”

Sejak tadi pagi, rasanya gue susah sekali menemui Adara, bahkan hanya untuk mengobrol. Oh, nggak. Bahkan dari kemarin malam. Biasanya kami bertiga bakal nongkrong di apartemen salah satu dari kami, dan apartemen Adara jadi destinasi paling nyaman.

Yah, di mana-mana memang lebih enak masuk ke tempat cewek daripada cowok. Bedanya kayak lo pergi ke taman sama lo pergi ke kebun binatang.

Tapi, kemarin gue harus puas dengan acara ngopi-ngopi mesra berdua sama Edsel—niat bercanda tapi gue kok ikut geli sih, anjir—karena Adara bilang mau istirahat dulu, sedang kurang enak badan.

Kalau nggak enak padahal kan tinggal tambah garam atau gula sesuai selera.
Itu yang gue bilang juga ke Adara, dan biasanya dia bakal mengubris gue dengan tawa atau kalau gue beruntung-beruntung sial, gue bakal ditabok gemas. Tapi kemarin, dia hanya geleng-geleng kepala sebelum pamit.

Dan responsnya itu membuat gue merasa gagal. Gagal melucu, gagal lihat senyum dia, gagal dapat pukulan dia yang ternyata lumayan sakit.

Dan sekarang gue juga gagal buat ngobrol bareng dia.

Apa jangan-jangan Adara lagi coba menunjukkan kemampuannya jadi ninja yang bisa kabur dan menghilang?

Iya, tolol. Gue tahu. Tapi pemikiran-pemikiran konyol ini terasa lebih baik ketimbang gue memikirkan kemungkinan lain.

Adara bukan jadi ninja, tapi Adara menghindar. Entah menghindari gue, atau menghindari gue dan Edsel.

Tapi kok tiba-tiba banget? Salah gue apa? Salah Edsel apa? Padahal nggak ada masalah yang muncul. Kemarin siang pun gue bahkan masih sempat bercanda bareng dia selagi makan siang. Tapi tadi pagi Adara tiba-tiba berangkat sendiri, gue dan Edsel baru sadar itu karena Adara ternyata nggak ada di apartemen.

Manipulasi Rasa & Enigma RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang