21. Perasaan dan Penghalang

1.1K 243 131
                                    

It's quite amusing karena selain aku bisa update lebih sering di cerita ini, trio pusing ini makin lama makin dinotice. Bukan angka yang besar, tapi makasih udah ngasih 10k reads buat cerita ini. Semoga makin banyak perhatian kalian buat cerita ini dan selamat malam minggu.

Anyway, probably you need to take a deep breath. Takut sesak. Lumayan panjang nih.

-

Adara

Satu ruang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu ruang. Satu susu kotak. Satu kopi panas. Satu soda kaleng. Tiga orang yang menempati karpet.

Ini jelas bukan pertama kalinya kami bertiga berkumpul dengan minuman favorit masing-masing. Tapi tak satupun dari kami yang jelas pernah menghadapi situasi seperti ini. Rasanya 7 tahun yang terlewat sama sekali tak berarti apa-apa sekarang. Mas Edsel nggak kelihatan seperti Mas Edsel yang kukenal, pun begitu Bang Saka.

Dan mungkin sebentar lagi aku akan mempertanyakan eksistensiku sendiri dalam lingkaran ini, dalam persahabatan kami.

Pernah dengar peribahasa karena setetes nila, rusak susu sebelanga? Dulu, aku bahkan masih nggak mengerti apa yang dimaksud dengan nila yang dimaksud. Tapi sekarang aku justru dijelaskan secara ril, lewat kejadian dunia nyata. Bukan hanya setetes yang diberikan, tapi satu panci penuh.

Rasanya semesta sama sekali nggak menginginkan aku hidup tenang. Atau, apa kadar kebahagiaan dalam hidup yang menjadi jatahku sudah mencapai dasar dan habis?

“Sori, kalian jadi tahu.”

Suara Bang Saka yang pertama terdengar, membuka percakapan setelah sejak tadi hanya hening yang ada dalam ruangan yang kami tempati. Biasanya, Bang Saka akan bicara dengan santai, dengan kalimat-kalimat konyol yang meluncur dari mulutnya atau sejumlah jurus pemancing kekesalan yang Bang Saka arahkan padaku.

Tapi semua itu tidak ada hari ini. Tidak ada Bang Saka yang selalu mengaku dirinya merupakan titisan ninja.

Yang ada sekarang hanya Bang Saka dengan semua tanda tanya yang dia timbulkan dalam kepalaku.

But, do I even know you now?

“Gue juga minta maaf, Sak. It must be really personal for you.” Mas Edsel membalas pelan. Rasanya yang aku saksisan saat ini hanyalah percakapn kikuk dari dua orang asing, “Tapi, serius, Sak. Itu betulan?”

“Gue harap itu cuman bercandaan aja, Sel,” timpal Bang Saka. “Sayangnya, no. Gue serius. Tapi kok lo bisa tahu?”

Pertanyaan Bang Saka membuatku menolehkan kepala ke arah Mas Edsel. Lho, Mas Edsel bukan tahu dari Bang Saka? Kupikir hal ini hanya disembunyikan dariku.

“Tadi gue ketemu Tante Anita. Dia bahkan baru tahu.”

“Mas Edsel tadi pergi buat ketemu sama...”

Manipulasi Rasa & Enigma RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang