21. Terungkap

12.6K 839 28
                                    

Happy reading 😊

~Hanya satu pilihan, pergi.~

Taeyong meninggalkan kantornya dengan langkah cepat. Hari ini, ia kembali pulang lebih awal dari biasanya. Setiap saat, hatinya terus mengkhawatirkan keadaan Sena di rumah. Seluruh pekerjaannya, ia serahkan pada wakilnya, Mark untuk sementara.

Taeyong memasukkan password rumah untuk membuka pintu depan, sekelebat perasaan was-was menyelimutinya. Di dalam pikirannya, terus terbayang saat jika dirinya menemukan Sena yang terbujur kaku dengan puluhan pil penenang di sampingnya atau di saat wanita bunuh diri dengan menggantung dirinya. Seolah-olah semua pikiran itu mencoba menakut-nakutinya.

Taeyong tahu, Sena tidak mungkin melakukan semua itu, tapi perasaan cemas itu selalu ada. Ia selalu sedikit lega jika mendapati Sena memeluk lutut di samping ranjangnya, dengan rambut berantakan dan wajahnya yang pucat.

Semenjak Bang Chan pergi, wanita itu tidak pernah lagi datang ke rumah sakit untuk bekerja. Bahkan Taeyong mendengar dari Ai, jika Sena telah memberikan surat pengunduran dirinya.

Begitu melangkah masuk dan melepas sepatunya, Taeyong mendengar suara gemercik air yang cukup keras. Ia bergegas melangkah menuju dapur, tempat suara itu berasal. Ia terkejut saat lantai bagian dapur dipenuhi air. Keran air wastafel lupa dimatikan. Taeyong dengan cepat mematikan keranya.

Ia berlari mencari sosok Sena di ranjang, tapi wanita itu tidak ada di sana. Saat melihat pintu gudang terbuka, ia segera melangkah masuk ke dalam. Wanita itu di sana, tubuhnya tengkurap di lantai yang tidak beralas, selimut kotor yang tidak dicuci hampir dua minggu nenutupi tubuhnya hingga pinggang. Isi di dalam beberapa kardus terlihat berantakan. Entah apa yang telah dilakukan Sena di ruangan itu.

Taeyong sedikit panik melihatnya. Ia segera menghampiri Sena, lalu berlutut menggoncang-goncang tubuhnya.

"Sena, bangun!"

Tak ada reaksi dari wanita itu. Sesaat, Taeyong mengecek apakah Sena masih bernapas dengan menaruh jari telunjuknya di depan hidung wanita itu. Ia menghela napas lega saat merasakan wanita itu masih bernapas. Taeyong mengangkat tubuh Sena, membopongnya menuju ranjang, agar wanita itu bisa tidur di tempat bersih dan hangat.

Saat Taeyong memperbaiki selimut untuk Sena, ia melihat sebutir kristal bening meluncur perlahan di pipinya. Tak lama kemudian, wanita itu membuka mata.

"Kau lelah. Tidurlah," seru Taeyong dengan lembut.

Sena bangkit dari baring saat mengingat sesuatu. "Aku belum mencuci piring ...!"

"Aku akan mengurusnya. Sekarang beristirahatlah!" potong Taeyong sembari menyuruh Sena untuk kembali berbaring.

Ia mengambil air dan obat vitamin lalu menyuruh Sena untuk menelannya.

Taeyong ingin bangkit untuk menyiapkan makanan, tapi tangan Sena yang hangat mencengkeram tangannya. Ia berhenti dan kembali duduk di samping Sena. Wajahnya yang pucat pasih, terlihat sangat menyedihkan saat ditambah dengan air matanya yang deras mengalir.

"Taeyong-ah, aku merindukan Bang Chan!" ucapan itu terbata-bata, tapi Taeyong dapat mendengarnya dengan jelas.

Taeyong hanya bisa memeluk tubuh mungil wanita itu, membiarkannya menangis tersedu-sedu di dadanya. Sama seperti malam di rumah sakit waktu itu. Ia sendiri tidak mampu menghentikan air mata yang telah mengalir membasahi wajahnya.

Sebulan setelah kematian Bang Chan, Sena akhirnya bisa menangis kembali.

***

Kian hari, Sena terlihat makin kurus, tulangnya menonjol dari lengan dan punggungnya yang kecil. Namun beberapa hari setelah kejadian keran air itu, Sena terlihat lebih baik dari sebelumnya. Mungkin kata pepatah memang benar, 'Menangis adalah obat paling ampuh untuk mengobati luka'.

Sena mulai banyak bicara pada Taeyong, bahkan wanita itu telah bekerja sebagai koki di sebuah restoran kecil tidak jauh dari kantor Taeyong. Pria itu sempat menawarkan pekerjaan di kantornya, tapi Sena menolak.

Satu hal yang Taeyong tahu, mengapa Sena tidak ingin kembali ke pekerjaan lamanya. Wanita itu takut. Pikirannya selalu terbayang-bayang saat di mana ia tidak bisa menyelamatkan nyawa Bang Chan. Takut, jika suatu saat kejadian seperti itu terulang menimpa dirinya. Semuanya. Ia takut akan semua hal.

Taeyong tersentak kaget saat ponselnya berbunyi. Satu panggilan masuk dari ibunya.

"Ne, Eomma!"

"Datanglah bersama Sena ke rumah. Ada yang ingin kami bicarakan bersama kalian," ucap ibunya. Nada bicaranya terdengar aneh. Perasaan Taeyong sedikit tidak enak.

"Baiklah, kami akan segera ke sana," seru Taeyong lalu menutup panggilan.

Ia segera beranjak pergi dari kantornya, menjemput Sena di tempat kerjanya lalu pergi bersama menuju rumah.

"Kami pulang," seru Taeyong saat sampai di rumahnya.

Ia dan Sena berjalan bergandengan menuju ruang tengah, di mana terlihat semua orang berkumpul di sana. Apa hanya dirinya yang merasa, jika seluruh keluarganya terasa berbeda hari ini.

Apakah ada sesuatu yang terjadi?

Sorot mata tajam ibu, ayah dan kakeknya mengarah ke arah dirinya dan Sena.

"Annyeong Haseyo," sapa Sena sambil membungkuk sopan di hadapan semuanya.

Taeyong mengajak Sena untuk duduk di sofa bersamanya berhadapan dengan kakeknya.

"Suasananya terasa sangat menyeramkan sekarang. Ada apa? Kenapa Haraboeji dan semuanya menatapku dan Sena seperti itu? Apa kami berbuat salah? Apa memangnya yang ingin kalian bicarakan pada kami?" tanya Taeyong panjang lebar. Masih belum bisa membaca situasinya.

"Menurutmu apa yang ingin kami bicarakan padamu dan Sena?" tanya kakek Han balik seraya menyeruput kopinya. Matanya tak lepas menatap cucunya tajam.

"Ayolah .., ini bukan saatnya untuk bermain tebak-tebakan. Apa yang sebenarnya kalian ingin bicarakan pada kami?" Taeyong mulai tidak sabar.

"Ceraikan Sena!" Yoo Na akhirnya bersuara. 

***

TBC

821-280719/796-070422

Eh kenapa? Cereiin siapa? Sena? Kok bisa?

Hehehe penasaran? Part selanjutnya ya!!! Bye-bye 😘😘👋👋👋

The Real Husband || LEE TAEYONG✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang