5. Mulut Adalah Sumber Bencana

17.6K 1K 47
                                    

~Jagalah ucapanmu~

Pukul delapan malam. Sudah sangat terlambat untuk pergi menghadiri undangan makan malam Taeyong. Malam ini, ia harus lembur sampai jam 10 malam. Banyak pekerjaan yang belum diselesaikannya. Ada beberapa pasien yang harus diurusnya.

Jika dia pergi, memangnya apa yang akan mereka bicarakan? Dari kejadian tadi siang, Sena tahu pria itu begitu kesal padanya. Bagaimana jika di sana ia disudutkan lagi? Parahnya, mungkin pria itu ingin membunuhnya? Sena menggeleng cepat. Ia takut membayangkan semua kemungkinan buruk yang akan menimpanya jika dirinya datang ke acara makan malam itu. Mengerikan!

Ia lebih memilih memeriksa kembali kakek Han di kamarnya.

"Kau tidak pergi ke undangan Taeyong?" tanya kakek Han heran saat melihat Sena datang ke ruangannya.

Sena menggeleng sambil tersenyum. "Tidak Haraboeji, aku tidak bisa lari dari pekerjaanku. Hari ini jadwalku untuk lembur. Aku akan meminta maaf padanya nanti," jelas Sena.

Kakek Han mengangguk mengerti.

Sena memeriksa selang infus, lalu mendekati kakek Han dengan duduk di samping ranjangnya.

"Apa Haraboeji merasa sakit di bagian tertentu setelah siuman?" tanyanya.

Kakek Han menggeleng pelan.

"Bagaimana dengan makanannya? Tidak terlalu buruk kan? Haraboeji masih bisa memakannya?" tanya Sena lagi.

"Tidak masalah. Menantuku membawa beberapa kimchi segar dan jamur untuk menambah nafsu makanku. Aku menikmatinya," jawab kakek Han sambil tersenyum.

"Ok." Sena senang mendengarnya. Ia kemudian mencatat perkembangan-perkembangan itu di kertas.

Hening sejenak.

"Aku harap kau memaafkan kelakuan Taeyong tadi siang," celetuk kakek Han tiba-tiba.

"Dia tidak salah apa-apa, Haraboeji!"

"Kau jangan khawatir, aku akan membunuh pria itu jika dia masih ngotot untuk tidak menikahimu," seru kakek Han membuat Sena menelan ludah.

Sena mencoba menggenggam tangan kakek Han sambil tersenyum.

"Haraboeji, aku baik-baik saja jika Taeyong memang tidak ingin menikahiku. Merawat dan menjagaku saja sudah cukup bagiku. Toh, sekarang aku sudah tidak mengandung anaknya. Tanggung jawabnya sudah tidak ada. Aku sudah melupakannya sejak lama. Jangan memaksanya, biarkan dia menjalani hidupnya. Jangan merusak masa depan yang telah ia rencanakan. Kita tidak tahu, mungkin saja dia sudah memiliki pasangan yang ingin dinikahinya. Kumohon, biarkan saja," jelas Sena mencoba lembut.

Ia berdoa dalam hati semoga saja kakek Han berubah pikiran setelah mendengar ucapannya tersebut. Pernikahan itu tidak boleh terjadi. Sena bukannya tidak mau menikah dengan Taeyong, tetapi dia hanya ingin mencari pria yang menikahinya karena cinta bukan menikahinya karena terpaksa.

"Kau terlalu baik, Sayang! Tidak bisa. Taeyong harus bertanggung jawab padamu, entah bayi itu masih ada atau tidak. Aku harus memberi pelajaran padanya, agar dia tahu makna tanggung jawab sebenarnya. Aku melakukan hal ini juga agar Taeyong sadar, jika hidup ini bukan hanya untuk bersenang-senang," ujar kakek Han mantap.

Sena hanya bisa menghela napas mendengarnya. Ok, ia akan pasrah dengan semua ini. Hukuman untuk dirinya yang ikut-ikutan berbohong, datang juga.

Setelah selesai memeriksa, Sena pamit. Ia melangkah kembali menuju ruangannya dengan lesu. Tak ada harapan untuk bebas. Kali ini, masalahnya sungguh berat. Tidak bisa diselesaikan hanya denga melempar uang ke wajah orang.

The Real Husband || LEE TAEYONG✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang