14. Rasa

13.1K 891 18
                                    


Happy reading 😊

~Cinta itu seperti mahkluk halus, tidak terlihat, tidak bisa disentuh, tiba-tiba saja mengejutkan hatimu.~

"Iya! Eomma tenang saja, aku sudah mengurusnya. Hanya masalah kecil. Jangan terlalu dibesar-besarkan, aku tutup," seru Taeyong lalu mematikan panggilan telepon dari ibunya.

Ia menghela napas kasar sambil bersandar di punggung kursi kerjanya.

"Hahaha, aksi porno! Aku tidak menyangka kau melakukannya!" Gelak tawa Lucas terdengar dari sofa.

"Tutup mulutmu! Akan kurobek jika kau tidak diam!" Ancam Taeyong dengan raut wajah kesal.

Bukannya diam, sahabatnya itu malah tambah tertawa. "Bagaimana jika Sena mendengar hal ini? Pasti dia akan berguling-guling menertawakanmu."

"Ini semua karena dia!"

Ya, Taeyong hampir di tangkap polisi setengah jam yang lalu dengan tuduhan melakukan aksi porno di tempat umum. Ingat, kejadian tadi malam saat dia pergi membeli pembalut untuk Sena? Dia keluar hanya menggunakan handuk kecil yang melilit di pinggangnya, rambutnya yang masih setengah berbusa dan semua kejadian itu terekam CCTV. Ia berjalan kesana-kemari bertelanjang dada, menjadi perhatian semua orang, dan hal itu menarik minat polisi untuk menangkapnya atas tuduhan aksi porno. Menyebalkan memang dan dia bersyukur bisa menyelesaikan masalah itu sebelum makin tersebar luas. Ibunya sudah marah-marah saat mendengar kabar itu dari Hyun Shik.

"Oh ya, bagaimana malam pertama kalian? Uh ... ceritakan padaku! Aku benar-benar penasaran. Mungkin saja, aku bisa mempraktekkannya dengan istriku nanti," kata Lucas.

"Mengapa kau tiba-tiba menjadi cerewet seperti Ten? Pergi dari ruanganku, cepat! Aku heran, apa kau tidak punya pekerjaan di kantor atau tokomu? Setiap hari datang ke kantorku, duduk dan bercerita hal yang tidak berguna, pergi sana!" usir Taeyong membuat raut wajah Lucas berubah cemberut.

"Kau benar-benar teman yang jahat. Ok, aku akan pergi! Aku tidak akan pernah mengunjungimu lagi, bye!" Lucas melangkah pergi meninggalkan ruangan dengan wajah di tekuk.

"Pergi sana! Jangan datang jika tidak ada yang penting!" Semakin hari, teman-temannya terasa berbeda. Mereka menyebalkan.

Taeyong memijit keningnya. Hari ini mood-nya benar-benar buruk, di tambah dengan rapat tadi pagi yang tidak berjalan lancar dan masalah kecil lainnya yang datang membuat kepalanya terasa ingin pecah. Minum segelas kopi mungkin solusi terbaik untuk merilekskan pikiran.

Ia memutuskan untuk keluar sebentar. Cafe kantor mungkin tempat tujuan yang bagus. Di sana, Taeyong tanpa sengaja bertemu dengan Bo Ra.

"Taeyong?" Bo Ra nampak terkejut melihat Taeyong.

"Hi! Sedang apa kau di sini?" tanya Taeyong sedikit gugup. Ia heran, mengapa wanita itu berada di kantornya.

"Aku datang menemui ayahku," jelas Bo Ra.

Taeyong mengangguk mengerti. Ia baru ingat, jika ayah Bo Ra bekerja di kantornya. Beliau adalah pimpinan di bagian pemasaran.

Canggung menyerang keduanya. Lama tak berjumpa, membuat Taeyong dan Bo Ra bingung harus membahas topik apa yang pas untuk dilontarkan. Sampai Bo Ra berdehem, membuat Taeyong segera memperhatikannya.

"Aku dengar kau sudah menikah?" tanya Bo Ra terdengar ragu.

Mata Taeyong membesar. "Dari mana kau tahu?"

"Saat keluar dari ruangan ayahku, aku tanpa sengaja bertemu dengan Lucas. Kami berbicara sebentar. Dia memberitahuku tentang pernikahanmu," jelas Bo Ra.

Aku akan membunuhmu! Dasar mulut ember! Taeyong menggeram kesal dalam hati.

"Apa kau begitu membenciku sehingga tidak mengundangku ke acara pernikahanmu?"

Taeyong dengan cepat menggeleng. "Bukan begitu," Taeyong tak bisa menjelaskannya lebih panjang.

"Atau kau memang tidak menginginkan kehadiranku?"

"Bukan begitu, pernikahan ini ...."

Bo Ra tiba-tiba terkekeh. Ia memegang tangan Taeyong.

"Jangan terlalu serius, aku hanya bercanda." Bo Ra tersenyum simpul.

Taeyong segera menarik tangannya, membuat Bo Ra sedikit terkejut akan sikapnya.

Hening.

"Maaf!" Bo Ra merasa tidak enak.

"Tidak masalah. Aku dengar kau juga melangsungkan pernikahan, bagaimana pernikahanmu?" tanya Taeyong hati-hati.

"Seperti yang kau lihat, aku kembali. Itu kacau, dia meninggalkanku tepat di hari pernikahan kami. Miris!" Bo Ra tertawa renyah. Terdengar menyakitkan di telinga Taeyong. Wanita itu terluka.

Bo Ra perlahan menatap Taeyong. Tatapan sendu yang sangat jarang pria itu lihat. Bahkan saat dulu mereka bersama.

"Seandainya dulu aku tak meninggalkanmu, mungkin ...."

"Bo Ra!" Taeyong dengan cepat bersuara. Tiba-tiba saja, ia merasa marah---karena Bo Ra ingin mengungkit masa lalu, dan karena wanita itu pernah menyakitinya.

Empat tahun bersama, bukanlah waktu yang singkat. Berharap hidup bersama, bahkan Taeyong sudah mempersiapkan semuanya. Tapi apa? Wanita di sampingnya tersebut lebih memilih untuk meninggalkannya demi pria lain. Tepat di hari pertunangan mereka.

"Aku turut prihatin atas apa yang terjadi padamu. Aku ingin kau tidak mengharapkan apapun lagi dariku. Masa lalu kita, jangan pernah mengungkitnya di depanku. Aku sudah menganggapmu sebagai teman. Segalanya telah berubah. Aku telah menemukan arah hidupku sendiri, begitu pula dirimu. Mari kita menjalani hidup kita masing-masing." Taeyong bangkit dari duduknya. Ia melangkah pergi meninggalkan Bo Ra.

"Apa kau benar-benar mencintai wanita yang menjadi istrimu sekarang?" Pertanyaan Bo Ra menghentikan langkah pria itu, nadanya terdesak.

"Ya. Aku mencintainya," ucap Taeyong tanpa menoleh. Jawaban itu membuat Bo Ra terdiam. Matanya berkilat marah mendengarnya. Ekspresi terluka muncul dan Taeyong tak melihatnya. "Begitu mencintainya, sampai diriku sendiri tak dapat mengukurnya."

***

Taeyong berjalan malas menuju sofa. Melempar tubuhnya begitu saja ke atas benda empuk tersebut. Helaan napas lelah terdengar berulang kali. Setelah beberapa jam beraktivitas tiada henti, Taeyong merasakan badannya mulai bereaksi. Terasa pegal di setiap persendian. Ia mulai berpikir, mungkin sangat nyaman jika pendapat pijatan. Mandi air hangat dan makan makanan rumahan.

Taeyong tiba-tiba teringat Sena. Ia baru sadar, rumah itu terasa sunyi tanpa kehadiran wanita itu. Biasanya, di saat-saat seperti ini, Sena berada di dapur untuk memasak. Memasak telur gulung yang entah sejak kapan Taeyong menjadi sangat menyukainya. Sena akan mengomel saat melihat Taeyong tiduran di ranjang tanpa mengganti pakaian dan membuka sepatunya. Pria itu sadar, dia merindukannya.

Tapi, benarkah?

Begitu perasaannya?

Tak ingin berpura-pura lebih lama, Taeyong mengambil ponselnya dari saku celana. Ia menelepon Hyun Shik.

"Halo! Pesankan aku tiket pesawat ke Paris sekarang juga," seru Taeyong.

"Baik, Tuan!"

***

1094-270619/883-170322

Seee you next part 👋👋

The Real Husband || LEE TAEYONG✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang