~Di saat cupid menembak ke arah yang salah.~
Ruangan berbentuk kotak yang terbalut dengan cat berwarna putih itu terlihat estetik dengan buku ilmiah yang tersusun rapi di rak kayu di sudut ruangan. Jejeran bonsai kaktus dan beberapa bunga lainnya yang diletakkan di dekat jendela, membuat ruangan itu tampak hidup. Tidak ada yang mengira, jika ruangan indah tersebut menjadi saksi bisu di mana eksekusi mengerikan beberapa orang tak bersalah terjadi.
Si pemilik ruangan terlihat duduk santai di kursi kerjanya dengan jas putih yang melekat di tubuh rampingnya. Tangannya lincah menggerakan pulpen di atas selembar kertas putih. Alisnya yang saling bertaut mengatakan, jika dirinya sedang serius.
"Kau tak akan menusuk-ku dengan jarum kan?" Seorang gadis kecil terisak dipangkuan ibunya. Menatap takut pada wanita berlipstik merah gelap di hadapannya.
Wanita itu menanggapinya sambil tersenyum. "Tidak, Sayang! Ini hanya demam biasa. Kau hanya perlu banyak istirahat dan makan yang teratur. Ini resep obatnya, suruh ibumu untuk cepat membelinya agar kau bisa meminumnya hari ini," ucapnya seraya menyodorkan selembar kertas yang telah ditulisnya kepada gadis kecil itu.
"Cepat sembuh, ya!" Ia mengacak pelan rambut gadis kecil tersebut gemas.
"Terima kasih, Dok! Kami pamit," seru ibu gadis kecil tersebut, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangannya.
Wanita yang dipanggil dengan sebutan Dokter itu berdiri, mengangguk sambil membungkuk sopan dan tersenyum. "Hati-hati di jalan!"
Terdengar helaan napas lega setelahnya. Wanita itu melirik arloji yang terpasang di tangan kirinya, pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Waktunya pulang. Jam bertugasnya sudah selesai.
Dilepas-nya jas putih yang melekat di tubuhnya, ia letakan di gantungan baju di samping kursi kerja, kemudian menggantinya dengan cardigan panjang berwarna pastle. Tidak ketinggalan mengambil tas dan ponselnya, lalu keluar dari dalam ruangan.
"Sena!" panggil seseorang membuat wanita itu menoleh. Ya, itulah namanya, Sena.
Ai, wanita dengan wajah imut itu berlari menghampirinya. Rok lipit di atas lutut yang dipakainya, menari seiring dengan irama langkah kakinya melangkah.
"Mau pulang?" tanya Ai saat sampai di samping Sena.
Sena menggangguk mengiyakan.
"Aku ikut denganmu ya? Aku tidak membawa mobilku."
"Ya sudah, ayo!"
"Tapi sebelum pulang, temani aku membeli kopi sebentar di cafe kakek Jae langganan kita, ya? Sepertinya dua Latte dan sepotong Red Velvet enak, bagaimana?" ajak Ai. Ia memasang wajah memelas, walaupun ia tahu tanpa harus melakukan hal tersebut temannya yang satu itu pasti akan mengatakan iya.
"Baiklah!" Tebakkan Ai sangat benar.
Ia tersenyum senang. Temannya yang satu itu memang selalu asik jika diajak jalan.
"Ya sudah, ayo!" Ai menggandeng tangan Sena dan melangkah pergi meninggalkan rumah sakit.
Sena dan Ai bersahabat. Berawal dari sepotong Tiramisu yang diperebutkan saat berada di cafe langganan keduannya, tiga tahun lalu di mana keduanya masih menjadi dokter magang di Rumah Sakit Seoul. Membuat keduanya menjadi dekat.
Sena dan Ai berjalan menuju cafe. Jarak cafe tersebut tidak begitu jauh dari rumah sakit tempat kerja mereka. Saat ingin masuk, Ai tiba-tiba mendapat telepon. Ia menyuruh Sena untuk masuk duluan.
"Aku akan menyusul, setelah mengangkat telepon ini," seru Ai.
Sena menurut. Ia masuk terlebih dahulu ke dalam cafe. Matanya melihat sekeliling, tidak terlalu banyak pengunjung, mungkin karena sudah cukup larut. Hanya ada 4 orang pria terlihat duduk di pojok cafe tersebut sedang bercengkrama yang tidak mungkin Sena tahu apa topik pembicaraannya. Sena berjalan menuju counter pemesanan. Ia memesan dua Latte serta sepotong Red Velvet untuknya dan Ai. Sena dan Ai mempunyai selera kopi yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Husband || LEE TAEYONG✔
Romansa(Telah terbit di Cahaya Pelangi Media) My Perfect Husband Lee Taeyong telah berganti judul. Pertemuan pertama yang berawal dari ciuman mendadak lalu berlanjut ke cinta satu malam yang romantis bersama guling dan selimut. Sangat Absurd! #1- Medis 29...