Suasana rumah semakin kacau ketika Ayah dan Bunda pulang dari rumah sakit. Keduanya sama-sama menampilkan wajah terkejut saat melihat kepala Niel di perban, apalagi darah terlihat menembus perban putihnya. Mereka berkacak pinggang lantas mengomel tanpa henti.
Benar-benar bucin sampai cara mengomel mereka pun sama...
Dan semua itu menyebabkan Niel mendapat serangan demam selama 2 hari, membuat seisi rumah menjadi bingung sendiri, iya masalahnya Niel tiba-tiba panas tinggi setelah mendapat omelan panjang lebar dari kedua orang tua mereka.
"Mau berangkat sekolah Bun."
Ini hari ketiga Niel harus terkurung di dalam kamar. Tidak ada satu pun dari keluarganya mengijinkan Niel untuk sekedar turun dari ranjang, sebelum demamnya turun. Lahir menjadi anak seorang Dokter memang sedikit tersiksa.
Bunda meletakan tangannya di atas kening Niel. "Masih tinggi atuh ini... khawatir Bunda panas kamu dari dua hari yang lalu kenapa masih tinggi ya?" Ujar Bunda menatap Niel.
Niel sendiri tidak mengerti mengapa suhu tubuhnya masih tinggi, padahal jika Niel bawa berdiri badannya lebih membaik dari kemarin hanya sedikit pusing saja, serta makan pun Niel sudah biasa tidak pahit lagi. Serius demi sempak SpongeBob Bang Mars yang bejibun di lemari Niel bosan harus tidur terus.
"Masih panas?" Ayah datang bersama Mars yang kebetulan tidak ada kelas hari ini. Sedangkan Ayah dan Bunda memilih cuti mengingat anak bungsu mereka tidak bisa mereka tinggal begitu saja. Sama seperti yang Bunda lakukan, Ayah menempelkan tangan pada kening Niel. "Kenapa belum turun juga? Kamu mikirin omelan Ayah sama Bunda terus apa gimana sih dek?" gumam Ayah bingung.
"Sumpah yah selama aku hidup, selama itu juga Ayah sama Bunda ngomelin aku, aku sama sekali enggak pernah mikirin semua itu. Karena semua omelan kalian aku masukin kuping kanan terus aku keluaran lagi ke kuping kiri." Jelas Avniel lelah, bagaimana tidak pertanyaan mereka dari kemarin itu-itu terus.
Mars tertawa mendengar penjelasan Niel, berbeda dengan Ayah dan Bunda yang hanya mampu menggeleng.
"Definisi anak laknat lo dek..." kepala Mars menggeleng serta kedua lengannya terlipat di depan dada.
Niel menoleh pada Mars nyalang, "Sok suci lo kaya yang elo enggak gitu ae."
"Jelas lah... iya," sahut Mars menyengir lebar.
"Pokoknya kalau besok belum turun juga, kita ke rumah sakit. Kita check-up takutnya ada apa-apa dan kita terlambat tahunya." Kata Ayah.
"Enggak mau! Ayah... ayah tahu kan Avniel takut suntikan."
"Kalau check-up enggak perlu suntikan dek."
"Gimana bisa? Check-up kan ambil sampel darah, kalau bukan disuntik namanya apa? Di serut?"
"Iya biar kaya es serut yang kamu sering beli waktu SD dulu,"
Niel melirik Ayahnya kesal, "Enggak! Niel enggak mau, gimana pun Ayah maksa Niel tetap enggak mau, titik bukan itik anak bebek."
Sebelahnya Mars menoyor kepala sang adik jengah, "Masih bisa ngelawak lo bambang."
Niel meringis, "Lo beneran enggak punya peri kemanusiaan apa gimana sih? Sakit ini sakit!"
Bunda mengusap kepala Niel, berdecak mendengar perdebatan yang terjadi antara kedua anak beserta suaminya. "Udah-udah... Mars jangan noyor kepala adik kamu, masih sakit nanti enggak sembuh-sembuh. Kamu juga yah, kalau anaknya enggak mau ke RS ya kamu kan tinggal bawa alat pemeriksaanya ke rumah, jangan kek orang susah gitu!"
Ayah menarik bibirnya membentuk senyuman, mendapatkan ide cemerlang dari Bunda. "Iya-ya kenapa Ayah enggak kepikiran sama sekali." Ujar Ayah kemudian menengok pada Mars. "Kamu bantu Ayah ya Bang... nanti kita ambil alat-alat untuk pemeriksaan Niel dari rumah sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Teen FictionAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...