"Permisi..."
Seseorang terlihat mengetuk pintu kelas Niel sebelum akhirnya diijinkan masuk oleh Bu Maya yang kebetulan tengah mengajar di kelas Niel.
"Iya... mau cari siapa Lion?" tanya Bu Maya sedikit heran karena si Ketua Osis tiba-tiba datang ke kelasnya.
Lion tersenyum sopan, "Mau cari Bang Niel Bu."
"Owh iya-iya sebentar ya," Kemudian Bu Maya terlihat mendekati bangku Niel, memukul pundak Niel beberapa kali sebab anak itu tengah menenggelamkan wajahnya diatas lipatan lengan. "Avniel di cari sama Lion, nak."
Niel mengangkat kepalanya, menatap Bu Maya dengan mata mengerjap pelan, "Dimana Bu?"
Detik selanjutnya Niel bangkit setelah Bu Maya menunjuk ke arah luar. Cowok itu berjalan pelan menghampiri Lion yang tengah menunggu, dia mengernyit bingung saat Lion tiba-tiba menarik tangannya tanpa mengatakan apapun.
"Yon... lo mau bawa gue kemana? Kepala gue pusing yon denger penjelasan Bu Maya yang enggak ada habisnya, terus tadi gue mimpi muka Dika berubah jadi Lee Minho kan enek di lihat." Ucap Niel sembari mendengus.
Lion menggeleng percaya tidak percaya akan kelakuan kakak kelas di hadapannya kini, "Bang... lo sekolah tuh buat belajar atau tidur sih? Perasaan gue lihat selama ini kerjaan lo di kelas tidur mulu." Oceh Lion terheran dengan Niel. "Tapi gue juga bangga sama lo walaupun kerjaan lo tidur mulu kalau di kelas tapi setiap ulangan nilai lo bagus-bagus terus, beda sama gue yang belajar siang-malam pas ulangan tetep aja rata-rata."
Mendengar ucapan Lion hembusan nafas Niel terdengar, merasa jengah sebab ini bukan pertama kalinya Niel mendengar ocehan-ocehan seperti itu. Karena awal-awal kepindahannya Niel bahkan telah menjadi tranding topik dari sikapnya yang selalu tertidur saat guru tengah menjelaskan dan sering membolos membuat semua orang mengecap Niel sebagai anak berandalan yang tidak mempunyai etika yang hebatnya lagi berhasil menjadi pemegang juara 1, membuat gempar seluruh penghuni Sekolah, juga mengeluarkan spekulasi-spekulasi sendiri, di bilang membayar Kepala Sekolah lah, mendapatkan kunci jawaban lah, ini lah itu lah.
Sampai suatu hari Bagas jengah mendengar spekulasi-spekulasi nyerempet menuduh dari seluruh penghuni Sekolah terhadap adiknya yang ia tahu dari Dika. Bagas datang seorang diri menemui semua guru Niel termasuk wali kelas sang adik, mengatakan keluhannya yang tidak terima akan tuduhan mereka terhadap Niel. Sampai akhirnya keputusan di buat, Niel di tes kembali untuk mengetahui sampai mana kemampuannya.
Dan setelah hasilnya keluar, saat itulah Bagas menepuk pundak adik bungsunya bangga. Niel berhasil melampaui nilai diatas rata-rata walaupun dengan soal yang termasuk sulit untuk di kerjakan.
"Kalau mau pinter juga bukan cuma belajar dari pagi sampai malam aja yon, sekeras apapun lo belajar kalau otak lo terus di ajak kerja juga enggak bakalan berguna. Otak juga bisa capek yon." Niel menepuk pundak Lion beberapa kali. "Gue kaya gini juga usaha, beda sama Abang dan Kakak gue. Mereka pintar karena emang takdir mereka pintar, sedangkan gue, gue harus berusaha juga giat supaya bisa menyamai mereka. Jadi anak bungsu juga susah, bahkan kadang gue berharap lahir jadi anak sulung."
"Gue sulung Bang, pengen jadi bungsu aja karena lihat adek gue di sayang, di manja kan gue juga pengen."
"Itu makanya manusia enggak ada yang sempurna." Kata Niel, "Lo mau ajak gue kemana? Gue kan udah bilang, gue pusing pengen tidur."
"Ck! tidur mulu pikiran lo." Lion menghentikan langkahnya di depan ruangan Kepala Sekolah. "Lo di panggil Kepsek katanya mau bicara masalah lo yang di keroyok kemarin di kantin."
Mengerti, Niel mengangguk paham. "Ya udah gue masuk dulu, lo balik ke kelas sana!" Niel mengibaskan tangannya pada Lion.
"Btw... HBD ya bang." Lion akhirnya berlalu dari hadapan Niel setelah mendengar ucapan terima kasih Kakak kelasnya itu.
Niel mengerjap pelan lalu tangannya beralih memijit kepalanya, "Hah... kepala gue kenapa dah? Pusing banget, pengen gue bongkar rasanya anjim!" umpat Niel sebelum memutuskan masuk kedalam ruangan Kepala Sekolah.
——
Bel pulang Sekolah berbunyi menandakan bahwa waktu pembelajaran telah selesai, setelah guru Fisika mengakhiri jam pembelajaran anak-anak kelas Niel berhamburan keluar ingin segera pulang ke rumah mereka masing-masing.
Berbeda dengan Gian yang berdecak melihat sahabatnya tengah tidur dengan kepala tenggelam diatas lipatan lengan. Sedangkan sebelah Niel Hazel terlihat mencoba mendorong bangku di belakangnya agar bisa keluar.
"Niel bangun! Udah pulang, lo mau nginep di Sekolah, jangan deh! Kasur di rumah lebih empuk." Kata Gian mengguncang tubuh Niel. "Bangun Woi! Abang lo udah minggu di parkiran!"
Akhirnya Niel bangun, kedua matanya merah berarti anak itu memang tidur dengan lelap. "Berisik!"
"Makasi kek udah mau gue bangunin enggak gue tinggal." gerutu Gian kesal.
Niel melirik sekitar hanya tinggal dirinya dan Gian sedangkan yang lainnya telah pulang, "Makasii," Tangannya meraih tas lantas ia sampirkan pada punggung. "Abang gue pasti udah nunggu." gumam Niel sembari berjalan keluar kelas bersama Gian.
Decakan Gian terdengar seiring kedua matanya melihat seseorang tengah berjalan dari kejauhan. "Bukan di tunggu lagi, noh Abang lo nyusul kesini."
"Heh panjul! Lo gue tungguin juga dari tadi. Kenapa baru keluar dah? Tidur lo sampai-sampai enggak denger bel pulang." Cerocos Mars panjang lebar begitu berhadapan dengan sang adik. "Kebiasaan banget! Lo itu udah buang waktu tidur gue yang berharga karena harus jemput lo,"
"Bilang aja lo khawatir sampai-sampai nyusul gue kesini." Niel memutar bola mata,
Mars membuka mulutnya lebar-lebar, "Gue khawatir sama lo? Sungguh khawatir gue itu cuma buat orang-orang penting dan elo enggak termasuk!"
"Sok ae lo bang, besok kalau tiba-tiba Niel jadi mayat nangis darah lo. Umur kaga ada yang tahu bang." Celetuk Gian mendapatkan pukulan keras pada lengannya.
"Sembarangan! Mukak boleh ganteng tapi omongannya di jaga dong anjim!" Umpat Mars menatap tajam Gian.
"Dia sendiri ngumpat kaga tau tempat."
Tidak perduli Niel kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena harus meladeni Mars. Dia berjalan santai menuju parkiran tanpa perduli Mars dan Gian berteriak heboh sebab ia tinggalkan.
Beberapa meter dari tempatnya sekarang Niel bisa melihat Adit tengah menyender pada tembok, kedua tangannya masuk kedalam saku celana serta kepalanya yang tertutup hoodie membuat Niel bergidik ngeri karena Adit mirip seorang penculik.
Menyadari kedatangan Niel, Adit menoleh tersenyum begitu Niel berada di hadapannya, dia berdiri dengan tegap lantas menyerahkan selembar surat pada Niel.
"Apa?" tanya Niel kebingungan.
Adit menraih tangan Niel kemudian dia taruh surat itu diatas telapak tangan Niel, "Happy Birthday! Hadiah dari gue." ujar Adit meninggalkan Niel yang termenung menatap surat pada tangannya.
to be continue...
——Hai, selamat malam Sabtu!!
Jadi aku mau kasih tau, kalau kalian bakalan ketemu sama Niel setiap malam Sabtu, kalau semisal aku lupa kalian boleh kok spam aku di DM heheKalau gitu see you next week...
Gold, 4 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Teen FictionAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...