ZAT PADAT || Menghilang

2.5K 311 21
                                    

Malam ini tidur Niel begitu nyenyak saat Ayah masuk kedalam kamarnya untuk melihat sendiri keadaan sang anak. Sore tadi tiba-tiba Ayah mendapat panggilan dari Atha memberitahukan bahwa Niel kembali jatuh sakit membuatnya terserang rasa panik, namun Ayah juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu apalagi banyak pasien yang telah menunggu untuk dirinya periksa.

Bahkan Bunda belum mereka beri tahu takut bila saja Bunda pulang dengan perasaan khawatir dan menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Maka dari itu baru Ayah yang menunjukan batang hidungnya sedangkan Bunda masih sibuk berkutat dengan pasien di rumah sakit.

Tangan Ayah tergerak untuk mengusap rambut Niel pelan, merasakan hawa panas menyengat telapak tangannya. Dia tersenyum begitu mendapati Niel mengerjap pelan lantas menatap dirinya polos, sembari mengumpulkan nyawanya.

"Ayah..."

"Iya... mau minum?" Ayah menawarkan begitu melihat Niel sedikit kesusahan mengeluarkan suara.

Niel mengangguk, bohong bila tenggorokannya tidak kering saat ini karena tidur terlalu lama...

"Mau Bunda." Kata Niel setelah berhasil meminum air yang Ayahnya berikan.

Ayah menghela nafas, "Bunda bentar lagi pulang, sekarang sama Ayah dulu."
"Atau mau sama Kak Ona?"

"Enggak! Kak Ona pasti capek karena udah jaga Niel dari tadi siang,"

"Bisa kasihan juga kamu ternyata." Goda Ayah mengundang decakan malas Niel walau terdengar begitu lirih di telinga Ayah. "Bang Mars bilang kamu sakit gini karena banyak pikiran terus magh kamu kambuh, kamu mikirin apa sih sampai drop kaya gini?"

Hembusan nafas Niel terdengar sering kedua matanya memejam, memikirkan alasan apa yang harus ia beritahu agar sang Ayah tidak terlalu khawatir akan keadaanya saat ini. Namun, semakin Niel berpikir semakin terasa pusing kepalanya, membuat Niel menarik dan menghembuskan nafas berulang kali.

"Hey! Kenapa?" Ayah lima anak itu menegapkan tubuh memeriksa keadaan anaknya, melihat Niel sepertinya tengah kesulitan bernapas membuat Ayah segera bangkit ingin mengambil inhaler.

Sebelum Ayah berhasil keluar, ada sesuatu yang menahan ujung kaosnya, Ayah pikir terjepit diantara bantal Niel ternyata anak itu yang menahan Ayah agar tidak pergi. "Apa?" tanya Ayah kebingungan. "Mau kaya gitu terus nafasnya?"

"Udah yah..." ujar Niel dibalas helaan nafas oleh Ayah. "Ayah ganti baju dulu sekalian makan malam, nanti kesini lagi bareng Bunda. Aku tau Ayah pasti capek habis pulang dari rumah sakit, lagian Ayah bau."

Ayah baru saja ingin menyentil dahi anak itu, sebelum Niel berhasil menghindar. "Aku masih sakit."

"Iya, iya." Ayah mengejek sembari memutar bola mata malas. "Ayah tinggal sebentar ya nanti Ayah temenin disini."

Tepat ketika pintu kamarnya tertutup Niel baru saja ingin kembali memasuki alam mimpi, namun urung tatkala ponselnya berdering tak sabaran. Niel berdecak, dengan hati-hati bangkit untuk mengambil ponselnya yang terletak diatas nakas. Seketika Niel mengumpat menyadari piyama yang kini melekat pada tubuhnya.

"Kalau aja gue sehat gue udah tendang bokongnya si planet." Kendati pusing Niel tetap mencoba mempertahankan dirinya agar tidak oleng, "Halo?" Sapa Niel lebih dahulu, menaruh ponselnya pada telinga.

"Gue Niel, ini siapa?"

Entah apa yang terjadi tetapi Niel terbelalak kaget saat mendengar perkataan dari si penelepon, kedua tangannya terkepal erat-erat sampai Niel melupakan bahwa kini kepalanya masih sangat terasa pusing dan tubuhnya juga lemas.

"Jangan sentuh sahabat gue!" Kata Niel penuh penekanan. "Gue kesana..."

Niel meremas ponselnya lantas mengusap wajah pucatnya...

——

Bagas pulang bersamaan dengan Bunda, keduanya masuk kedalam rumah sembari mengobrol ringan menanyakan kegiatan satu sama lain, mengingat hal seperti ini jarang sekali terjadi antara keduanya. Bagas yang terkesan kaku dan tertutup memang sedikit menjaga jarak jika berada di dekat sang Bunda, berbanding terbalik jika dia tengah bersama Ayah, Bagas akan leluasa menceritakan segala keluh kesahnya pada Ayah dibanding Bunda.

"Loh yah... udah pulang aja, aku kira kamu masih di rumah sakit." Ucap Bunda terkaget melihat pemandangan Ayah yang keluar dari dalam kamar dengan rambut basah.

"Woi Mars! Lo jemput Avniel kaga? Tadi Dika nelpon gue, tapi baru sadar 2 jam kemudian." Bagas mendudukkan bokongnya sebelah Mars, mengacuhkan Ayah dan Bunda yang kini masuk kedalam kamar.

Mars melirik Bagas sekilas, "Jemput lah! emang dia noh." tunjuk Mars pada Atha dengan dagunya.

"Apa lo nunjuk-nunjuk gue?!"

"Emang lo lihat gue nunjuk lo? Tangan gue aja disini dari tadi." Mars membela diri sendiri, menyodorkan kedua tangannya pada Atha yang tengah menatap dirinya sinis.

Keributan antara dua adiknya membuat Ona dan Bagas sama-sama memijit pelipis mereka pening. "Umur doang tua, kelakuan masih kaya bocah lima tahun, heran aing." gumam Ona diangguki Bagas.

"Udah sana lo lihat Niel aja! Kita mau lanjut nobar Wulan-Joko." usir Atha menendang-nendang kaki Bagas.

"Dia kan emang sering ngurung diri akhir-akhir ini, biarin lah namanya juga remaja." Sahut Bagas tetap pada tempatnya, malah sekarang dia menaruh kepalanya diatas paha Mars yang membuat Mars spontan bangkit. "Heh! Enggak sopan!" Bagas mendumel menarik rambut sang adik yang cengengesan lalu berlalu pergi meninggalkan mereka.

"Enggak ngerti gue sama Bang Bagas, aneh banget jadi orang."

"Lahh dia kan bukan orang."

Atha tergelak mendengar jawaban Mars sedangkan Ona menendang kaki Mars keras, "Sopan dikit anjrit! Mau lo di bales sama Niel?"

"Akhlak si Niel mah udah kebuang di empang," Mars kembali menundukkan diri pada sofa melanjutkan tontonannya yang sempat tertunda akibat kedatangan Bagas.

"Kalian sadar enggak sih akhir-akhir ini Niel kaya banyak masalah?"

Atha menghela nafas, "Susah jelasinnya, Niel terlalu pemendam beda sama kita yang punya masalah langsung cerita, adek lo itu lupa kalo masalah ditumpuk terus malah bikin gila, persis bang Bagas."

"Lo nyumpahin adek gue gila?!" pekik Mars mendadak di samping telinga Ona, menyebabkan Ona menoyor kepala anak itu. "12 tahun dapet Budi pekerti tetep aja ada yang modelan kek lo!"

"Siapa suruh tiba-tiba teriak di kuping gue hah?!"

Melihat saudara kembar beserta adiknya saling ngegas Atha memijit pelipis, hebat sekali ternyata menjadi Bang Bagas yang mempunyai 4 adik abnormal seperti mereka termasuk Niel.

"Udah lah nying!" Pisah Atha akhirnya menarik tangan Ona agar mengalah bagaimanapun Ona adalah seoarang kakak, walaupun umur Mars saat ini tidak patut untuk di bela apalagi jika mengingat tingkah anak itu.

"Avniel kemana?!" Bagas datang setengah berlari dengan pakaian kerja yang masih lengkap melekati tubuhnya, wajahnya kentara sekali tengah panik. "Tadi kalian nyuruh gue ngecek dia kan, tapi pas gue ke kamarnya Niel enggak ada," jelas Bagas kepada adik-adiknya.

Ona mengerjap pelan lantasmenggaruk pelipiisnya, "Nie bahkan enggak bisa berdiri lama-lama bang, masak iya kabur dari rumah?"

"Lo udah cari kemana aja?"

"Semua kamar udah gue cek kecuali kamar gue sama Ayah-Bunda,"

Mars berdecak, "Enggak mungkin juga Niel ke kamar lo atau Ayah-Bunda karena pasti kita nyadar kalo dia kesana."

Mereka berempat saling bertatapan satu sama lain...

"Cari bangsat! Kalo sampek Niel kenapa-napa, gue pastiin motor dia dijual."

To be continue...
———

Sorry telat, aku kelupaan terus banyak tugas :( untung ada yang ngingetin buat up😊

Selamat membaca dan selamat malam semua💜

Gold, 11 Oktober 2020

ZAT PADATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang