Setelah acara bertengkarnya dengan Hazel, Niel berjalan cepat, tidak tahu akan kemana, kedua tangannya terkepal kuat-kuat. Kedua matanya menukik tajam, masa bodo akan dirinya sempat menabrak bahu seseorang beberapa kali yang terpenting saat ini Niel ingin pergi menumpahkan emosinya.
"Avniel!" teriak Gian masih setia mengikuti Niel. "Hah... sial!" Bagaimanapun Gian berlari entah mengapa dia tidak mampu menyamai langkah Niel.
"Woe... Avniel, si ad—" ucapan Dika terpotong begitu Niel melewatinya begitu saja. Dia mengernyit heran, "Lho... Niel! Woe! Mau kemana?"
Kelas Dika kebetulan sedang kosong dan membuat keadaan kelas menjadi kurang kondusif. Nayla yang memang satu kelas dengan Dika berlari keluar begitu mendengar Dika meneriaki nama Niel.
"Niel kemana?" Gian datang dengan nafas terengah-engah, sebelah tangannya menumpu pada pundak Dika.
"Ada apa sih? Niel kenapa? Bukannya kemarin masih sakit?" tanya Nayla menghampiri keduanya.
"Tu anak kenapa lagi? Gue di kacangin anjir."
Begitu mendengar perkataan Dika. Gian sadar bahwa Niel benar-benar tengah butuh pelampiasan kemarahannya, dia menggeleng lantas kembali berlari, sejenak roftop menjadi tempat tujuan Gian untuk mencari Niel.
Melihat Gian berlari menjauhi mereka, Dika dan Nayla saling bersitatap beberapa detik sebelum memilih untuk mengikuti Gian, menyusul Niel. Mereka tahu pasti ada yang tidak beres telah terjadi.
Dugaan Gian benar kini Niel telah sampai pada roftop sekolah, duduk dengan kaki menjuntai ke bawah. Menikmati desiran angin yang tersepoi mengenai rambut serta wajahnya, Niel memejam masih dengan tangan terkepal kuat.
Nafas Gian masih terdengar terengah-engah ketika dia berhasil mengetahui keberadaan Niel. Di belakangnya Dika dan Nayla datang, keadaan mereka tidak jauh berbeda dengan Gian. Keduanya menumpu kedua tangan pada lutut bersamaan dengan tarikan nafas mereka yang terdengar cepat.
"Gue lemah banget ya jadi cowok?"
"Kalau tau lemah gini kenapa gue harus lahir?"
Suara Niel membuat Gian, Dika dan Nayla tersentak, mereka menegakkan tubuh secara bersamaan. Lantas menghampiri Niel secara perlahan. Begitu sampai di tempat Niel, Dika langsung merangkul pundak sahabatnya itu.
"Emang cowok enggak boleh lemah gitu?" kata Dika menarik nafas dalam-dalam lalu dia hembuskan. "Di luar sana banyak cowok lemah Niel, contohnya: miper dia lemah lembut, sampai-sampai pengen jadi pacarnya Sehun..."
Nayla menoyor kepala Dika, dia pikir anak itu akan memberikan saran yang serius namun salah, Dika memang tidak akan pernah bisa serius. Sedangkan Gian menggeleng sembari tertawa.
"... tapi kalau Lulove Luna gue rasa enggak deh, dia bukannya lemah malah perkasa kaya gitu, enggak baik buat kesehatan mental." lanjut Dika masih tetap membuat lelucon agar Niel tertawa.
"Gue cowok normal!" sungut Niel menjambak rambut Dika kesal. "Serius juga, lo pengen gue buang rasanya anjing!"
"Nah kan ngumpat pakai nama binatang." Dika mengangkat satu alisnya kepada Gian.
Gian yang mengerti kode Dika pun berdehem, "Berarti sifat binatangnya juga udah mulai keluar kan Dik?"
Mereka berdua saling beradu tos sebelum tertawa bersama, menertawakan kebodohan masing-masing, mengundang tatapan jengkel Niel dan decakan malas Nayla.
"Lagian ini pada kenapa sih lari-lari enggak jelas?" tanya Nayla masih belum mengerti apa sebenarnya yang terjadi.
Dika mengangkat bahu, "Betul tuh... lo berdua enggak lagi di suruh lomba lari kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Genç KurguAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...