"Bunda!"
Niel berdecak karena panggilannya sama sekali tidak di hiraukan oleh sang Bunda yang kini tengah duduk menonton TV bersama Ona. Dia berjalan cepat menghampiri keduanya lantas duduk menyempil di tengah-tengah, padahal biasanya Niel lebih memilih duduk di atas karpet daripada sofa, mengundang delikan tajam Ona.
"Aduh... bungsu jangan nyempil gini dong dek! Sempit tau." Bunda sedikit bergeser agar tidak terlalu dempet-dempetan kemudian tangannya beralih mengusap rambut Niel. Merasa sedikit heran akan sikap Niel hari ini. "Kenapa? Kamu laper? Kak Ona beli ayam loh, coba lihat sana."
Ona menoleh pada adiknya lalu menggeleng melihat Niel menunduk menyembunyikan wajahnya. "Lo mau apa? Tadi aja teriak-teriak enggak jelas, sekarang malah diem kaya gini."
"Bun Selasa besok ada waktu enggak?" Tanya Niel tanpa menatap Bundanya.
Kening Bunda mengernyit bingung, "Tumben banget... emang kamu mau kemana hari Selasa?" Bunda merasa bingung sebab tidak biasanya Niel menanyakan jadwalnya yang terlalu padat sebagai seorang Dokter.
Niel menghela nafas, melirik Bunda sekilas lalu kembali menunduk. "Bunda lupa?"
"Lupa apa?" Bunda menyibak poni Niel yang menjuntai menutupi sebagian wajah anak itu. Namun, buru-buru Niel tahan. "Kamu kenapa hem? Coba deh jangan nunduk."
"Hari Selasa Bunda lupa?"
"Bunda lupa dek, ada apa emangnya Selasa?"
Sebelahnya Ona menahan tawa mengerti kemana arah pembicaraan Niel. Namun, gadis itu memilih tetap fokus menonton, biarlah adiknya merajuk karena Bunda melupakan hari spesial dirinya. Ona tidak perduli, mau nangis sekalian juga.
Raut wajah Niel berubah masam, dia memalingkan wajah lantas berdiri pergi dari hadapan Ona dan Bunda. Kepergian Niel membuat Bunda berteriak bingung, merasa telah berbuat suatu kesalahan kepada anak bungsunya.
"Dek ma—" Di ujung tangga Niel berpapasan dengan Mars. Abangnya itu mencoba menarik pergelangan tangan Niel sebelum anak itu hempas begitu saja. "Loh... Ehh! Mau kemana woi!" Teriak Mars tidak dihiraukan
"Lah si monyet kurang ajar banget sama Abang sendiri." Mars menggelengkan kepala sembari menggerutu kesal akan kelakuan Niel.
"Adek kalian kenapa sih itu?" Bunda menghembuskan nafas,
"Mana aku tau kan Bunda yang buat." Sahut Mars menuju dapur ingin mengambil air untuk ia minum, sedangkan Ona kini meledakkan tawanya, sampai-sampai Bunda mengambil keripik singkong di atas meja lalu menjejalkannya kedalam mulut Ona yang terbuka terlalu lebar.
"Ihh... Bunda! Jahat banget, nanti kalau aku keselek gimana? Mau aku mati gara-gara keselek. Kan yang susah Bunda juga kalau aku mati." Omel Ona sambil mengunyah keripik yang Bundanya suapi.
"Lagian kamu ketawanya ngakak gitu... kaya enggak ada beban hidup tau enggak."
"Emang aku enggak punya beban hidup Bun, enggak ada ya dalam kamusnya Odelina Askanah punya beban hidup."
"Heleh... besok aja ngeluh ke Bunda kalau jadi model itu berat."
Ayah berdecak keras mendengar pertengkaran Bunda dan Ona. "Anak sama Bunda berantem terus, sampai Atha ke bangun gara-gara ngompol."
Atha memutar bola mata malas, "Bentar deh... tapi si Niel ngambek apa gimana Bun? Habis dari bawah malah ngamuk kek Ona pas PMS." Atha berdecak malas ketika wajah bantalnya di timpuk oleh Ona. "Mencak-mencak dia tuh di kamar, akunya di usir lagi."
"Iya bang? Sama dong tadi aja gue pengen megang tangannya keburu dia hempas, emang di kira gue Syahrini apa?" Mars ikut mengeluarkan keluhannya terhadap Niel.
"Lah... si bungsu kenapa lagi? Perasaan tadi baik-baik aja." Ayah menggaruk kepalanya bingung.
"Makanya sering-sering makan sayur biar enggak pikun." Ujar Ona bangkit berlalu pergi meninggalkan wajah kebingungan keluarganya.
——
Niel meringis pelan ketika luka di wajahnya terkena kompresan dari es batu. Dia baru mengompres bekas tonjokan kemarin sebab Niel tertidur sampai pagi sehabis dirinya yang mengamuk di kamar karena sang Bunda.
Padahal kemarin malam seingat Niel, Ona sempat masuk kedalam kamarnya membawa nampan, namun saat ia baru bangun tadi, Niel sama sekali tidak menemukan apapun di atas meja belajarnya. Mungkin Niel hanya berhalusinasi.
Biasanya jika hari Sabtu Niel memilih untuk bangun lebih siang karena libur, tetapi tidak untuk hari ini. Dia telah memiliki janji dengan Abi, mengantar sahabatnya itu membeli kebutuhan bulanan, karena Abi bukan dirinya yang masih memiliki Bunda.
"Loh... udah rapi aja bocah. Mau kemana?" Atha masuk tanpa salam atau pun mengetuk pintu terlebih dahulu membuat Niel tersentak kaget. "Kok ada kompresan? lo sakit lagi?" tanya Atha melirik kompresan di tangan Niel yang membuat Niel menjadi gelagapan.
"Lo kebiasaan masuk kamar orang enggak minta ijin dulu. Keluar sana! Gue enggak mau liat muka lo pagi-pagi, bikin enek." Niel berdiri mendorong Atha keluar dari kamarnya.
Atha yang merasa kurang beres tengah terjadi terhadap adiknya, menempelkan tangannya pada dahi Niel. "Kaga panas." gumam Atha sebelum kembali terdorong oleh Niel. "Sabar dong bangsat! Gue bisa keluar sendiri, lo kira gue enggak punya kaki."
"Bodo amat!" Niel baru saja akan menutup pintu kamarnya kembali. Tetapi tertahan oleh Atha, abangnya itu menatap Niel dari atas sampai bawah, "Mata sama bibir lo kenapa biru gitu? Habis makan fanta? Ehh... Fanta kan warna merah."
"Enggak pa-pa... pergi sana! Lo ganggu me-time gue." Akhirnya Niel berhasil menutup pintunya dan menguncinya dari dalam lantas anak itu menghela nafas.
"Niel! Avniel! Lo berantem apa gimana itu?!" Teriak Atha dari luar sembari menggedor pintu. "BUNDA! BUNGSU BUNDA HABIS PUKUL-PUKULAN! ENGGAK MAU NGAKU BUNDA!"
Kedua bola mata Niel membola mendengar teriakan Atha yang pastinya satu rumah mendengar. Jika seperti ini besar kemungkinan Bunda ataupun Ayah tidak akan mengijinkan Niel untuk keluar rumah, kenapa juga Bunda dan Ayah harus libur hari ini? Nie mengacak rambut frustrasi lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Tidak perduli kompresannya menjadi berserakan.
Di sisi lain, Bunda mengernyit bingung mendengar teriakan Atha. "Adek kamu kenapa bang?" tanya Bunda begitu Atha mendudukkan diri di sofa sebelah Mars.
Mars menoleh, "Si Niel pukul-pukulan sama siapa? guling?"
"Lo kira Niel masih SD." Atha menoyor kepala Mars. "Itu Bun... Niel mukanya bonyok gitu kaya habis berantem."
"Hah?!"
Bunda, Atha dan Mars terkaget mendengar teriakan memekakan telinga milik Ayah. Mereka mengusap dada sabar, berusaha untuk tidak mengumpat karena suara Ayah yang mirip bom.
"Kamu bilang apa tadi? Niel berantem? Mukanya bonyok? Bener-bener itu anak, di Sekolah bukannya nyari Ilmu malah nyari musuh. Ayah pecel juga dia." Omel Ayah berbalik berjalan cepat menaiki anak tangga.
Bunda memutar bola mata malas, "Bunda mau lihat seberapa tega Ayah kalian ngomelin Niel." Kata Bunda bangkit pergi mengikuti Ayah.
"Mana berani... wong anak kesayangan." gerutu Mars namun ikut bangkit bersama Atha menuju kamar Niel.
To be continue...
——Hayoloh hari Selasa ada apa? Hehe :))
Gold, 31 Agustus 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Teen FictionAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...