"Kabur kemana bang?"
Mars berdecak mendengar pertanyaan Dika sesaat setelah lelaki itu menemui dirinya bersama Nayla. Setelah dihubungi oleh Atha menanyai keberadaan Niel, Dika dan Nayla langsung melesat menuju tempat Atha dan Mars berada, mereka ikut panik ketika Atha bertanya apakah Niel ada bersama mereka atau tidak.
"Kalau gue tau enggak mungkin gue ada disini." Mars mengusap wajahnya lelah, dia khawatir, siapa yang tidak khawatir mengetahui sang adik yang masih dalam keadaan sakit harus kebut secara tiba-tiba.
"Udah coba lapor polisi belum?" tanya Nayla sebab dia sendiri belum tahu apa penyebab kaburnya Niel dari rumahnya sendiri.
Kedua abang Niel menggeleng, mereka bukannya tidak berinisiatif tetapi jika melapor pada pihak kepolsisian pun belum tentu diterima, karena Niel bukan hilang diculik tetapi memang keinginan anak itu kabur dari rumah, terbukti saat mereka mengecek ke kamar Niel, jendela kamar anak itu terbuka dan sudah dipastikan Niel melompat dari balkon kamarnya.
"Handphonenya udah coba di lacak? Kalau belum mending coba lacak deh bang,"
Menuruti saran dari Nayla, Atha bergegas mengambil handphonenya yang tertinggal didalam mobil. Melacak keberadaan sang adik menggunakan GPS.
"Ketemu anjir!" Seru Atha membuat Mars, Dika dan Nayla mendekat. "Fuck! Ini mah jauh banget, ni bocah ngapain kesana?"
Dika merampas handphone milik Atha tanpa meminta izin terlebih dahulu, "Gue tahu ini dimana." gumam Dika pada dirinya sendiri. "Eh-eh hilang... sinyalnya hilang."
"Hah?!"
Setelah dua jam pencarian, Ayah dan Bagas memutuskan pulang ke rumah, merasa bahwa tempat Niel tidak bisa mereka jamah sedikit pun. Bagas membuka pintu utama lebar-lebar kemudian masuk kedalam rumah dengan lesu, menghampiri sang Bunda yang tengah menangis di temani oleh Ona lesu.
"Gimana bang? ketemu adeknya?" Bunda mengusap air matanya begitu melihat kedatangan anak-anaknya.
"Belum bun, kita udah keliling ke tempat-tempat yang sering Niel datengin tapi anak itu sama sekali enggak ada dimana-mana." Jelas Bagasmemilih mendudukan diri berhadapan dengan Bunda.
Ayah memijit pelipisnya pusing apalagi mendengar suara terisak Bunda, saat Niel ketahuan tidak berada dikamar tadi Bunda sempat menahan mereka untuk mencari anak itu karena sudah pasti anak itu akan kembali ke rumah seperti sebelumnya namun keadaan saat ini berbeda Niel tengah sakit, bahkan suhu tubuh anak itu masih tinggi saat Ayah mengecek Niel. Bunda tentu marah sebab tidak ada yang memberitahu dirinya tentang keadaan si anak bungsu, Bagas pun sama tetapi mengingat Niel pergi secara diam-diam dari rumah dan keadaan sekarang jauh dari kata baik-baik saja Bagas memilih diam.
"Atha sama Mars belum pulang juga?" tanya Ayah mengingat kedua anak lelakinya tidak terlihat.
Ona menggeleng dengan tangan mengusap bahu Bunda lembut. "Mereka pasti masih muter-muter ke rumah temen-temen Niel." Hembusan nafas gadis itu terdengar. "Waktu Ayah ngecek keadaan Niel, dia ada bilang apa gitu sampai kabur kaya gini?"
Ayah menggeleng sebab Niel sama sekali tidak menginginkan apapun selain sang Bunda, "Enggak... adek kamu cuma bilang pengen sama Bunda. Ayah suruh tunggu sebentar lagi pasti Bunda pulang. Tahu-tahunya sekarang malah kabur kaya gini."
"Kenapa enggak telepon Bunda aja? Niel mungkin aja marah sama Bunda karena Bunda sibuk di rumah sakit saat keadaan dia enggak baik-baik aja." Kata Bunda menatap secara bergantian anak dan suaminya.
"Enggak Bunda, Bagas kenal Niel kaya gimana. Dia enggak mungkin marah karena hal sepele kaya gitu."
Tepat setelah ucapan Bagas berakhir suara dering telepon menggema, mengalihkan perhatian keempatnya. Ona mengambil handphonenya yang terus berbunyi, melihat siapa si pemanggil.
"Ketemu?" Sapa Ona terlebih dahulu bahkan sebelum si penelepon sempat berbicara. "Hah?! Seriusan?!"
Semua tatapan sekarang mengarah pada Ona yang memekik kegirangan, gadis itu terlihat mengangguk kemudian memutuskan sambungan secara sepihak. Lantas tersenyum lebar menatap orang tua dan abangnya.
"Mereka tahu dimana Avniel."
——
Kedua netra bulatnya mengerjap pelan sebelum akhirnya terbuka, Niel menoleh mendapati seorang perempuan paruh baya yang kiranya jauh lebih muda dari Bundanya disana, tangan kirinya menggenggam tangan Niel erat sedangkan tangan kanannya sibuk mengelus rambut anak itu, belum menyadari Niel telah bangun.
Tangan Niel yang masih tergenggam dia gerakan sedikit demi sedikit, guna menarik perhatian dari wanita yang tidak Niel tahu siapa. Niel hanya mengingat bahwa tadi seseorang sempat memberitahu dirinya bahwa Dika telah diculik lantas Niel tanpa pikir panjang pergi dari rumah, namun sesampainya di perempatan dekat rumahnya, seseorang berpakaian hitam tiba-tiba menutup mulutnya dengan kain sampai Niel pingsan dan tidak mengingat apapun lagi.
"Syukurlah kamu sudah bangun nak." Wanita itu bersyukur sembari mencangkupkan tangan di depan dada, lalu kembali mengelus rambut Niel lembut. "Mau apa? biar nanti diambilkan."
"Ini dimana?" tanya Niel berusaha untuk bangun dari posisi tidurnya yang tentu membuat kepalanya kembali diserang rasa pusing.
"Badan kamu masih panas sekali, tiduran dulu ya sayang."
Niel menggeleng, "Ini dimana tante? Saya mau nolongin sahabat saya."
Wanita yang Niel panggil dengan sebutan tante itu menampilkan senyum sendu, "Disini kamu aman, kamu tenang aja. Sahabat kamu enggak kenapa-kenapa."
"Sudah bangun?" Seseorang terlihat menyembul dari balik pintu menampakkan sosok lelaki gagah dengan setelan kemeja yang sering Bagas gunakan saat bekerja. Lelaki itu mendekat begitu mendapati anggukan dari si wanita. "Halo Avniel, saya Bayu dan ini istri saya Bulan."
"Om sama tante mau apa dari saya?" Niel menatap pasangan suami istri dihadapannya bingung mereka terlihat tertawa begitu mendengar pertanyaan dari dirinya.
Bayu mengacak rambut Niel gemas, "Sebentar saya panggilkan adik saya dulu." Dia kembali menyembulkan kepalanya keluar memanggil seseorang yang mungkin tidak Niel tahu. Namun begitu Bayu berbalik dan membuka pintu lebar-lebar akhirnya terlihat sosok sang adik dari Bayu.
Niel melotot bahkan kedua bola matanya sekarang membulat sempurna menjadikan Bulan berdecak gemas. "ADIT?!" Teriak Niel spontan mendapati wajah cengengesan Niel. "Lo kenapa nyulik gue bangsat?! Gue mau pulang."
Bukannya menjawab Adit malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Udah saatnya lo tahu semua tentang diri lo Niel." Diangguki Bulan dan Bayu yang sepertinya membiarkan Adit berbicara kepada Niel.
"Maksud lo?"
"Lo inget kan isi dari surat yang gue kasih pas lo ultah?" Adit mendudukan dirinya pada kasur tepat menghadap Niel. "Lo juga kan yang kepo tentang apa maksud dari isi surat yang gue kasi?"
Niel mengangguk cepat, dia benar-benar penasaran akan tulisan Adit di surat itu. "Iya... maksud lo apa tentang kakek, bunda ayah dan juga—"
"18 tahun?" Niel menutup mulutnya rapat-rapat setelah melihat bagaimana Adit mengangguk lemah. Dia menatap Bayu dan Bulan bergantian kemudian menggeleng pelan.
"Enggak mungkin."
to be continue...
———Alasan kenapa Niel kabur dari rumah :)
Gold, 16 Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Teen FictionAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...