Rumah sakit memang salah satu dari banyak hal di dunia ini yang harus Niel benci. Karena tempat ini mengingatkan Niel akan cerita-cerita menyeramkan dari para kakaknya juga teman-temannya, apalagi Niel sering sekali menonton film bergenre horor, itu sebabnya dia sama sekali tidak menyukai hal yang berbau Rumah Sakit.
Namun, apa daya kini anak itu harus terjebak di dalam rumah besar dengan kamar yang terlalu banyak tersebut, kejadian pingsan... bukan! tetapi tidur di pangkuan Mars kemarin yang tidak Niel ingat, membuat keluarganya tanpa pikir panjang tancap gas menuju Rumah sakit.
Tifus, satu kata yang berhasil membuat Niel harus menginap disini dengan jarum infus tertusuk pada tangan. Niel menghela nafas lalu melirik Atha yang sibuk bermain game sebelahnya.
"Bang..."
Percobaan pertama gagal, Atha tidak terusik akan panggilan Niel.
"Bang!" coba Niel sekali lagi dengan sedikit keras dan berhasil Atha menoleh pada adiknya lantas memasukan handphonenya kedalam skau celana.
Atha menaikkan salah satu alisnya secara bergantian, "Ouu? Kenapa?"
"Mau cilok." pinta Niel mengusap hidung yang terasa gatal.
"Bentar tanya Ayah dulu, boleh atau enggak." Atha baru saja akan bangkit namun tertahan oleh pergerakan Niel.
"Kurang ajar banget lo Bang... kalau tanya Ayah ya jelas enggak boleh lah."
Atha tertawa mengejek lantas kembali duduk sebelah ranjang Niel. "Nah itu tau, makanya jangan minta yang aneh-aneh panjul."
"Beli ayam goreng deh kalau gitu,"
"Gue bongkar juga itu otak." ujar Atha tidak santai, bukannya tidak mau membelikan tapi jika Atha membawa cilok ataupun ayam goreng kehadapan Niel dan ketahuan oleh salah satu saudaranya terlebih lagi Ayah-Bunda yang masuk kuburan bukan Niel tetapi Atha karena berani memberikan Niel makanan sembarangan.
Raut wajah Niel berubah masam, berbalik memunggungi Atha. Inilah mengapa Niel tidak suka sakit, terkekang, tidak boleh makan ini-itu.
Melihat adiknya merajuk Atha menghela nafas, bergerak menepuk pundak sang adik, "Gue beliin roti sama susu aja gimana?" Atha mendengus tatkala Niel mengacuhkan dirinya. "Dek... lo tau kan kalau gue beliin lo cilok atau ayam, gue mati di bunuh Ayah." Kata Atha memelas.
Niel berbalik terkekeh mendengar perkataan Atha, "Lo pikir gue enggak tahu gimana susahnya Bunda pas lahirin lo sama Kak Ona, lo mati di bunuh Ayah. Bisa aja Ayah mati di tendang Bunda." ucap Niel.
"Apa nih ngomongnya mati-mati, enggak sopan banget itu mulut." Suara seseorang tiba-tiba saja masuk sesaat sebelum Atha menjawab ucapan Niel.
"Kak Ona kemana Bun?" tanya Niel begitu mendapati Bunda datang.
Bunda mendekat kemudian mengelus rambut Niel, "Masih ada pemotretan nanti katanya mau kesini barengan sama Bang Mars. Tumben banget nanyanya Kak Ona."
"Mau dia perbudak itu mah Bun, kaya enggak tau aja gimana kelakuan Avniel Cleopatra." celetuk Atha mengambil buah apel lalu ia gigit begitu saja.
"Cleon babi, sembarangan banget Imanuelintah darat kalau ngomong." Sahut Niel tak ingin kalah dari Atha.
Bunda yang berada di tengah-tengah pertengkaran anak-anaknya menggeleng, "Bener-bener sopan ya mulutnya, nama udah bagus juga." sungut Bunda mencubit hidung Niel dan mengacak rambut Atha.
Kamar rawat Niel baru saja akan kembali ramai karena perdebatan Niel dan Atha namun di dahului oleh suara...
"Selamat sore kembali lagi bersama saya Mars Saskara pada suasana kamar rawat Niel, tukang palak yang ternyata bisa sakit."
Ledakan tawa milik Abi, Dika, Gian dan Nayla terdengar saling bersahutan sedangkan Ona menarik rambut Mars jengah, punya adik tidak berakhlak sekali, ingin Ona jual rasanya.
"Gue kira udah wafat." Kata Dika begitu sampai di hadapan Niel. Memang tidak bisa melihat situasi sekali, padahal di sana tidak hanya ada dirinya, "Maaf Bunda just kidding." Dika menunjukan jari telunjuk serta jari tengahnya kehadapan Bunda.
"Bilang ke Bapak Ahmad Bun biar di buang sekalian." seru Atha melempar tatapan sengit pada Dika.
"Iya Bang Atha bener, kita ikhlas kok Dika menghilang." Nayla bersuara sembari menyalami tangan Bunda. Diikuti Abi dan Gian,
Diantara pertemanan mereka berlima Dika maupun Nayla memang sudah dekat dengan keluarga Niel. Sebelum Niel pindah ke Jakarta setahun yang lalu, Niel menetap di Bali. Saat kecil dulu Nayla, Dika dan Niel sudah berteman baik, karena rumah mereka yang berdampingan sebelum akhirnya Nayla memutuskan pindah ke Bandung sedangkan Dika pindah saat kelulusan SMP. Membuat mereka berpisah beberapa tahu, tetapi akhirnya di pertemukan kembali saat Niel pindah dari Bali ke Jakarta.
Itu sebabnya juga Niel bisa bersahabat dengan Gian dan Abi meski mereka baru mengenal kurang lebih setahun ini.
"Udah pada ijin belum mau ke sini?" tanya Bunda setelah Dika menyalami tangannya.
"Udah Bunda dari tadi pagi udah ijin." Jawab Gian sopan membuat Ona senyum-senyum tak jelas.
Niel mengernyit menatap Ona jijik, "Pliss Kak... Gian 6 tahun di bawah lo, jangan nyari yang berondong, gue enggak mau punya ipar kaya Gian."
Secara spontan pandangan semua orang mengarah pada Ona, apalagi Mars cowok itu telah siap mengeluarkan letusan bom mengejeknya kepada Ona, di tambah pipi Ona yang tiba-tiba saja merona membuat bibir Mars tidak bisa tertahan lagi.
"Widih... emang mantap selera lo Kak di bandingkan Bang Doni ini bening juga sih, gokil... untuk memperbaiki keturunan." Lantas Mars melakukan tos bersama Atha.
Tangan Ona tergerak menarik telinga Mars, "Sembarangan aja lo? Kalau muka gue jelek mana mungkin ke terima jadi model anjing!"
"Kak! Adeknya manusia loh itu." peringat Bunda karena umpatan Ona.
"Hahaha... jangan salah paham Kak Ona mungkin senyum-senyum karena kepikiran Bang Dean, bukan gue." Elak Gian berusaha agar pembicaraan tentangnya segera berakhir.
Abi menggaruk kepalanya tidak mengerti, "Emang hubungannya sama Abang lo apaan?" tanya Abi dibalas anggukan Niel, Dika dan Nayla.
"Kak Ona kan pacarnya Bang Dean,"
Niel, Atha dan Mars kompak saling melirik, "LAH TERNYATA LO ADEKNYA BANG DEDON!" Pekik ketiganya kompak.
"Dedon siapa?"
"Dean Doniarta." Sahut Mars menyengir.
Ona menghembuskan nafas, "Jangan di denger Gi, anggap aja mereka suara truk yang melintas atau enggak anggap aja babi hutan yang lagi nyari makanan."
"Badah... sing beneh mule yen ngelah mbok otakne ngoyong di batis."
Kecuali Gian dan Abi, semua yang berada di dalam kamar rawat Niel menggeleng mendengar ucapan nyeleneh Niel.
to be continue...
———Jadi kalimat terakhir Niel itu bahasa Bali guys, artinya aduhh... enggak bener emang kalau punya kakak perempuan otaknya ada di kaki.
Gold, 7 Agustus 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Teen FictionAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...