ZAT PADAT || Masalah

1.8K 271 14
                                    

Cowok itu menghembuskan nafas pelan ketika matanya tidak sengaja bersitatap dengan kedua netra gadis di sebelahnya, sedari awal pembelajaran di mulai Niel memang kurang fokus mendengarkan guru menjelaskan, fokus cowok itu terenggut memikirkan surat dari Adit kemarin dan juga adik kelas yang Niel ketahui bernama —Genta yang telah mengeroyoknya beberapa hari yang lalu.

"Mata lo jelalatan banget..." Seru Hazel tiba-tiba membuat Niel mengusap dadanya terkejut. "Kalau ada masalah sama gue bilang jangan ngomong dalam hati."

Niel langsung tersentak, "Lo bisa baca pikiran orang?"

"Kelihatan banget lo lagi bicara sama diri sendiri, kalo lo emang mau ngomong sama gue, langsung aja jangan mendep gitu. Dan juga gue enggak bisa baca pikiran orang." Hazel berbicara walaupun matanya masih menatap ke arah depan, mendengarkan guru menjelaskan namun dia tahu bahwa sedari tadi cowok yang menjadi teman sebangkunya kini mempunyai masalah sendiri dan Hazel dapat merasakan kalau masalah cowok itu berpusat padanya.

"Genta... saudara lo?" tanya Niel mendekatkan bibirnya pada telinga Hazel, menyebabkan sensasi menggelitik yang Hazel rasakan dari lehernya.

Hazel mendorong kepala Niel keras, "Jangan dekat-dekat juga. Napas lo panas."

Decakan Niel terdengar, "Napas semua orang juga panas!" Dia memutar bola mata, menyadari Pak Hakim menatap kearahnya sedari tadi.

"Kalian berdua bukannya mendengarkan saya malah asik sendiri." Pak Hakim melipat kedua tangan di depan dada, mendekati meja Hazel dan Niel. Wajah Hazel berubah menegang berbeda dengan Niel yang terlihat tetap santai. "Tumben juga saya lihat kamu enggak tidur di dalam kelas Avniel, apa gara-gara sekarang teman sebangku kamu Hazel?"

"Hubungan saya tidur sama duduk bareng dia apa dah Pak?"

"Biasanya kalo duduk bareng orang yang di sukai bisa membuat energi meningkat, siapa tahu kalian berdua ada perasaan satu sama lain lalu kalian tutupi dengan saling bermusuhan." Entah spekulasi dari mana Pak Hakim bisa mengatakan hal tersebut kepada Niel dan Hazel, membuat seisi kelas menyemburkan tawa mereka sebab mengetahui bagaimana tidak akurnya kedua sejoli tersebut.

"Dih! Ogah banget saya suka sama dia." Elak Niel tidak terima akan perkataan Pak Hakim.

"Maaf Pak saya maunya cowok yang mandiri bukan manja kaya dia." Sahut Hazel kemudian yang secara langsung mengundang tatapan tajam Niel. Keduanya saling beradu tatapan tajam selama beberapa detik namun segera Pak Hakim hentikan karena tidak ingin terjadi perkelahian akhirnya.

"Kalau lo mau tau tentang Genta... temuin gue di rooftop sekolah habis istirahat." ujar Hazel setelah Pak Hakim kembali melanjutkan pelajaran.

Niel mengernyit heran begitu mendengar ucapan Hazel, "Kenapa habis istirahat?"

Hazel menghembuskan nafas, "Ya kalo pas istirahat gue mau makan dulu, lo pikir lambung gue enggak perlu diisi." Sebenarnya Hazel ingin sekali menjitak kepala cowok sebelahnya ini tetapi ia tahan, tidak ingin main tangan yang berujung di omeli oleh Pak Hakim jika lelaki itu melihat.

——

Begitu selesai memakan bekal yang Ona siapkan tadi pagi, Niel langsung melesat menuju rooftop. Tadi saat bel istirahat berbunyi Gian telah membujuk anak itu untuk makan bersamanya dan yang lainnya di kantin, namun Niel tetap memilih untuk makan di kelas. Selain merasa agak malu karena membawa bekal, Niel juga harus cepat-cepat menghabiskan makanannya agar bisa menemui Hazel di rooftop sekolah.

Bertepatan dengan itu Abi dan Dika terlihat keluar dari kantin sepertinya mereka berdua ingin berak bersama, salahkan pikiran Niel yang meliar kemana-mana. Mereka menarik pergelangan tangan Niel sebelum anak itu semakin menjauh.

"Lo mau kemana?" tanya Dika menggaruk kepalanya bingung. "Di ajak ke kantin kaga mau, sekarang malah jalan cepet gitu kaya di kejar rentenir."

Niel menarik tangannya dari genggaman Dika, "Gue kesana dulu... penting," jawab Niel sembari kembali berjalan mengacuhkan Dika dan Abi di belakang.

"Dia mau ketemu gebetan kali," Celetuk Abi asal.

Dika hanya mengangkat bahu lantas kembali melanjutkan langkahnya bersama Abi walaupun dia memikirkan kemana gerangan Niel sekarang tanpa salah satu dari sahabatnya, bukannya protective tetapi saat terjadi sesuatu terhadap anak itu yang pertama di cari oleh kakak-kakaknya adalah Dika, menurut mereka Dika informa paling terpercaya mengenai Niel.

Entah sejak kapan Niel merasa tubuhnya mudah sekali lelah, sedikit saja diajak berlari dadanya akan menjadi sesak, padahal sekarang dia tidak berlari sama sekali namun peluh terus menetes pada dahinya, mengucur deras mengikuti ritme dada Niel yang naik-turun dengan cepat. Cowok itu mendesah kasar begitu sampai di rooftop, tangannya menepuk dadanya sembari terbatuk pelan.

"Waw... cepet juga lo sampe di sini." Hazel berjalan menghampiri Niel, membawa dua bungkus roti di tangannya. Hampir dua tahun sekelas dengan gadis itu membuat Niel sadar bahwa setelah makan Hazel memang harus mendapatkan roti jika tidak Niel pernah melihat gadis itu mual-mual seperti ibu hamil.

Seketika Niel berdiri tegap mengabaikan rasa sakit di bagian dadanya, "Jadi?"

Hazel mengangkat satu alisnya sembari membuka roti, "Genta... adek sepupu gue. Anak dari Kakak Ayah gue. Dia punya dua saudara, pertama ada Kakak perempuannya dan kedua Adik laki-lakinya. Awalnya hidup mereka baik-baik aja, seb—"

"Kisah hidup keluarga dia sama gue enggak ada sangkut pautnya, yang gue mau cuma kenapa Genta ngeri yok gue tanpa sebab." Potong Niel membiarkan ucapan Hazel mengambang begitu saja. Merasa apa yang Hazel bicarakan tidak ada sangkut pautnya dengan Niel ataupun kehidupan pribadi Niel.

"Makanya dengerin gue dulu! Jangan lo potong seenak jidat, lo pikir gue pizza?" Hazel melotot tajam. "Jadi... hidup mereka itu awalnya baik-baik aja, sebelum abang lo... Marsa Saskara dateng, merenggut seluruh kebahagiaan yang ada dalam keluarga Genta."

"Abang gue ada salah apa sama dia?"

"Kesalahan dia menurut gue enggak bisa termaafkan, dia yang tiba-tiba datang, masuk kedalam hidup Kakaknya Genta— Rhea, ngebuat Kak Rhea terlena kemudian pergi gitu aja tanpa pertanggung jawaban. Ngebiarin keluarga mereka menanggung malu yang begitu besar..." Niel mendelik, apa sebenarnya yang telah Mars lakukan terhadap Rhea. "... Sampai suatu hari Papanya Genta muak desas-desus dari orang-orang dan memilih ngusir Kak Rhea dari rumah. Kak Rhea itu segalanya buat Genta, sama kaya lo yang sayang sama semua saudara lo, dia juga gitu."

Hazel menghembuskan nafas, "Genta waktu itu nangis tersedu-sedu lihat Kakaknya sendiri di seret keluar sama Papanya. Genta marah dan bersumpah kalo dia bakalan balas dendam atas perbuatan abang lo. Setelah tahu kalo lo itu adik dari Mars, apalagi lo adalah orang yang paling deket atau paling berharga menurut Mars, dia langsung nyamperin lo tanpa berpikir dua kali dan ngeroyok lo saat itu juga. Supaya Mars bisa tau apa yang dia rasain."

"Kenapa dia bisa tau kalau gue yang paling disayang sama Mars? Dan kenapa juga baru sekarang dia balas dendam?" Niel mengusap wajahnya frustasi.

"Dia selalu ngintai Mars dari jauh belum lama ini dan enggak sengaja denger kalo Mars curhat, entah sama teman atau pacarnya kalo lo sakit sampai masuk rumah sakit, disitu Genta tau kalo orang paling berharga di hidup Mars itu elo setelah orang tua lo." Gadis itu menekan dada Niel dengan telunjuknya. "Kenapa baru sekarang? Karena dulu Genta masih bocah ingusan yang cuma taunya nangis doang."

"Gue pusing..." Nie memijit pangkal hidungnya,

"Sebenarnya salah abang gue itu apa? Emangnya Kak Rhea kenapa? Gue enggak ngerti..."

to be continue...
———

Selamat malam Sabtu semua💜

Gold, 11 September 2020

ZAT PADATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang