"Woii crocodile!!"
Teriakan keras dari arah lantai dua itu membuat Niel yang tengah melamun di ruang tengah rumah mewah Hazel meringis mendengarnya. Entah takdir atau bagaimana bisa-bisanya Hazel yang menolongnya tadi, dan mengapa gadis yang selalu mengibarkan bendera perang padanya, malah dengan senang hati memutar kemudi hanya untuk menolongnya.
"Tu cewek emang demen teriak-teriak apa gimana si?" gumam Niel pelan, pasalnya sudah dua jam dia berada di rumah itu dan dari 15 menit yang lalu Hazel terus berteriak nyaring membangunkan sang adik, persis Ona.
"BANGUN ANJING! KEBO BANGET!"
Lagi Niel tersentak mendengarnya namun dia memilih acuh, kembali menonton televisi didepannya sembari mengemil keripik yang Hazel sediakan untuk dirinya. Mubazir jika tidak dimakan apalagi gadis itu sudah menyiapkan.
Memang dasarnya saja Avniel tukang makan.
Mendengar suara hentakan kaki dari arah tangga, Niel menoleh mendapati Hazel turun bersama pemuda yang kini memasang wajah tertekuk, mungkin karena dibangunkan secara paksa oleh Hazel.
"Sorry lama, ni bocah enggak bangun-bangun." tunjuk Hazel pada adiknya, "Ohh iya... kenalin namanya Bisma, dua tahun dibawah kita."
Bisma melenggos memilih duduk pada sofa tepat didepan Avniel, mengangkat satu alisnya sekedar menyapa tamu dari kakaknya, kemudian lanjut tidur. Mengundang tatapan jengkel Hazel, gadis itu berjalan menghampiri sang adik, memukul pantat anak itu keras.
"Jangan tidur lagi ya brengsek! entar lo sakit kepala!"
Bisma menutup kedua telinganya, "Apasih kak ngantuk, sana sama temen lo aja!"
"Mandi!" perintah Hazel tanpa perduli akan kehadiran Avniel kedua kakak beradik itu kembali bersiteru namun pada akhirnya Hazel berhasil membuat Bisma berjalan kearah kamar mandi walau dengan rasa kesal.
Setelah kepergian Bisma, Niel menatap Hazel yang fokus terhadap ponselnya penuh tanya. "Ngantuk banget tuh adek lo kenapa dipaksa bangun?"
"Iyaa... tapi dia udah tidur lama banget, kalo enggak dibangunin sakit kepala yang ada entar." Meski menyahut namun tatapan gadis itu tidak teralihkan sama sekali bahkan menoleh pun tidak membuat Niel berdecak malas.
Sampai akhirnya helaan nafas Hazel menjadikan Avniel menoleh, gadis itu menaruh ponselnya kesembarang arah. "Gue udah kasi tau abang lo nih, paling beberapa menit lagi sampai." katanya.
"Hah?"
"Hah heh hoh!" dia meraih kripik dari tangan Niel.
"Abang lo beberapa hari yang lalu kesini, bareng Dika. Waktu itu gue bingung karena tahu-tahu dateng mereka tapi setelah dijelasin gue baru ngeh kalau lo bener-bener hilang, ya.. karena awalnya gue enggak percaya berita di sekolah tapi lihat abang lo dateng kesini bikin gue jadi percaya."
"Jadi abang gue pernah kesini? nyariin gue?"
Hazel mengangguk, "Iyaa.. dia juga keliling rumah temen sekelas kita yang lain, tapi ya gitu nihil lo enggak ditemuin dimana pun."
"Tapi.. bentar, abang gue yang mana?" Avniel mengerutkan kening bingung. "Abang gue kan enggak cuma satu, tapi tiga."
"Bapaknya Nakhla."
Mendengar sahutan santai dari Hazel, Avniel melotot tanda tidak percaya bahwa ternyata abang yang menemui gadis ini adalah Mars. "Gila! lo enggak ada bilang apa-apa kan?" Avniel kembali menodong Hazel, membuat Hazel berdecak malas.
"Kaga, gini-gini gue juga masih mikirin kedepannya, yakali.. dia datang kesini dengan keadaan panik malah gue kasih dongeng yang bakalan bikin keluarga lo semakin terguncang..." jelas Hazel. "... Enggak lah! juga gue yakin sama lo Niel, lo enggak.. mungkin ngebiarin ponakan lo hidup susah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAT PADAT
Fiksi RemajaAvniel tidak berharap dilahirkan menjadi bungsu, karena mempunyai 3 Abang dan 1 Kakak perempuan bukannya berkah malah musibah. Masih dianggap bocah lah, disuruh-suruh, buatin ini buatin itu. Tetapi Niel tahu semua saudaranya perhatian pada Niel, ap...