"Ooooh....Adeliaa....Wo...Ho....Adeli—Aduh!"
Tania memukul kepala Aldo dengan buku tulisnya sebab suaranya yang sangat berisik. Melihat itu, Adel hanya bisa tertawa. Kini, Aldo berada di kelas XII-A.
"Kenapa, Do?"
"Ih, lo mau aja sih temenan sama nenek lampir kaya dia gini? Jangan, Del. Gue bilangin nih ya, sering sering baca ayat kursi deh lo kalo lagi deket deket sama dia"
"Eh ngaca kali! Lo kalo berdiri disamping Devan sama Rio tuh otomatis langsung jadi remahan kerupuk yang ada di ujung ujung toples!" Tania menimpali perkataan Aldo. Tidak bisa menahan, Adel hanya tertawa cekikikan mendengar pertengkaran Tania dan Aldo.
"Jangan kebanyakan berantem lo berdua, ntar jadi cinta loh"
"IDIHH" Tania dan Aldo menjawab kompak yang membuat Adel semakin tertawa mendengarnya.
"Ah, udah ah. Eh, Del lo liat Devan gak?" Adel menggelengkan kepalanya tidak tahu.
"Emang dia gak ada di kelas?" kini Aldo yang menggelengkan kepalanya.
"Oh, tadi sih dia bilang mau ke Mak Berta, tapi gue gak tau dia cabut sampe pulang sekolah nanti atau enggak."
Adel hanya mengedikkan bahunya. Tidak tahu dimana keberadaan Devan sekarang. Sebenarnya, ia pun masih dalam situasi dan kondisi yang sangat canggung dengan Devan setelah tadi pagi mereka bertengkar hebat. Walaupun mereka menemukan solusi untuk hubungannya, memilih untuk berdamai dan tetap melanjutkan apa yang sudah dijalani, bagi Adel, rasanya sedikit berbeda. Seperti masih ada yang mengganjal di hatinya.
Melihat perubahan air muka sahabatnya, Tania mengerutkan dahinya.
"Lo lagi berantem ya sama Devan?"
"Sebenernya dari tadi gue mau nanya itu sih, Del. He he. Cuma gak enak aja gitu...makasih ya nenek lampir, peka juga lo"
"Shhh!"
Adel hanya tersenyum menanggapi.
"Iya tapi udah baikan kok tadi pag-"
"Siapa yang berantem?" Suara Devan dari kejauhan berhasil membuat ketiganya megalihkan pandangan mereka ke arah pintu.
Devan menghampiri Adel, Tania dan Aldo.
"Lah, balik lo?"
"Iya. Males ah cabut, siapa nanti yang jagain Adel dari cowok cowok genit? Ya, gak, Del?" Devan merangkul pundak Adel dan mengacak puncak kepala gadisnya itu halus. Tanpa disadari, Tania sedari tadi memandang Adel dan Devan dengan tatapan aneh. Sepertinya ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang menyimpan sesuatu yang tidak diceritakannya pada Tania.
"Ye, udah ah diabetes gue kalo disini mulu. Gue kira lo cabut langsung balik ke rumah abis dari Mak Berta. Yaudah, gue ke kantin duluan ya!" Devan mengiyakan perkataan Aldo dan melambaikan tangannya sesaat Aldo pergi menjauh dari kelas XII-A.
"Tan! Mau kemana?"
"Nyamperin Bella, sekalian beli siomay di kantin. Lo utang cerita ya, Del sama gue." Tania berlalu melewati Adel dan Devan. Adel hanya bisa terkekeh pelan melihat Tania. Kini hanya tersisa Devan, dan Adel, juga teman teman sekelas Adel yang sibuk memandangi sepasang kekasih itu berpacaran. Rasa cemburu teman teman sekelas Adel yang masih seorang diri tanpa kekasih sepertinya meningkat setiap kali mereka melihat Devan dan Adel.
"Hai...masih marah gak sama aku?" Devan menarik bangku kosong yang ada di depan meja Adel dan memutarnya agar bisa berhadapan dengan Adel.
"Apasih, Dev...hahaha" Devan ikut tersenyum melihat Adel kembali tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
NANTI
RomanceSelama ini, Adel tidak pernah terlihat oleh Devan. Bahkan, selama 3 tahun berada di satu sekolah yang sama, Devan baru menyadari keberadaan Adel di tahun terakhirnya di SMA Bangsa. Tidak butuh waktu lama untuk Devan memilih untuk menjatuhkan hatinya...