Kali ini...
Kusadari...
Aku telah jat—
"Ck, udah lama banget gue gak nyanyi. Kok jadi jelek banget gini sih? Apa gak usah aja ya?" Rio mengacak rambutnya frustasi.
Kini, Rio kembali menjejakkan kakinya di ruang musik SMA Bangsa. Lagi lagi, sendiri. Waktu masih menunjukkan pukul 05.25 pagi. Rio datang sangat pagi hari ini. Sampai sampai, dua satpam di SMA Bangsa yang menjaga di depan gerbang tadi pagi dibuat terkejut oleh kedatangan Rio. Mereka sangka, Rio sakit mental. Karena, mereka hafal betul kalau Rio lebih suka datang terlambat daripada datang tepat waktu atau datang lebih pagi.
Alasannya belakangan ini sering menghabiskan waktu di ruang musik adalah karena Rio mendaftar untuk ikut menjadi pengisi acara di pensi yang akan datang. Ia menyodorkan dirinya tanpa diminta. Pensi yang diselenggarakan SMA Bangsa akan dilaksanakan di hari terakhir UN. Acaranya akan dimulai setelah seluruh murid kelas XII resmi menyelesaikan UN pada hari itu.
Nadia, kelas XI-A yang notabene nya menjadi seksi acara untuk pensi tersebut tadi malam kembali menghubungi Rio untuk meminta kepastian. Rio benar jadi tampil atau tidak.
Karena, sebulan yang lalu, Rio mengatakan pada Nadia dan seluruh pengurus OSIS lainnya yang memegang tanggung jawab atas pensi yang akan dilaksanakan, bahwa ia akan bernyanyi dan bermain gitar. Menyumbang satu atau dua buah lagu untuk dinyanyikan.
Awalnya semua adik kelasnya kaget melihat Rio menyodorkan dirinya untuk mengisi acara pada pensi yang akan diselenggarakan.
Karena nyatanya, Rio sama sekali tidak mempunyai wajah yang bisa meyakinkan orang lain kalau dirinya sebenarnya bisa bernyanyi dengan baik. Bahkan sangat baik. Mengingat dulu sewaktu kecil ia mengikuti les vokal. Akhirnya setelah Rio memaksa dan para adik kelas yang tidak ingin membantah perkataan Rio karena Rio adalah salah satu pembuat onar di sekolah dengan modal nekat, maka para pengurus OSIS, penanggung jawab acara pensi, seksi acara dan kawanannya memberikan persetujuan pada Rio untuk ikut mengisi acara.
Tadi malam, Rio tetap bersikeras berkata pada Nadia bahwa ia akan tetap mengisi acara di pensi. Maka dari itu, dirinya giat berlatih di ruang musik. Tanpa ada orang lain yang tahu. Karena, tidak ada satupun temannya yang tahu kalau Rio sebenarnya ikut mengisi acara di pensi yang akan datang. Hanya Rio, Tuhan dan para pengurus OSIS lah yang mengetahui berita tersebut.
"Ah, udahlah nanti aja." Gumam Rio lalu menaruh gitarnya kembali pada tempatnya dan berniat meninggalkan ruang musik menuju ke kelasnya.
Rio melangkahkan kakinya keluar dari ruang musik. Masih belum ada murid lain. Bahkan mungkin beberapa dari siswa siswi SMA Bangsa yang lain masih pulas tertidur di kasur mereka.
Rio menyeret kakinya malas sambil menggendong tas ransel di pundaknya. Ia melewati kelas XII-A. Karena, jika Rio ingin ke kelasnya setelah dari ruang musik, ia harus lebih dulu melewati kelas Adel dan Tania.
Beberapa kelas di SMA Bangsa masih terlihat gelap. Begitu juga dengan kelas XII-A. Rio menghentikan kakinya di depan jendela. Berniat untuk mengintip isi dari kelas tersebut.
Rio mendekatkan wajahnya pada jendela lalu menyipitkan matanya.
"Hah? Itu Adel?" Rio kembali melihat dari jendela. Memastikan penampakan yang dilihatnya. Penampakan dari seorang gadis yang tengah menenggelamkan kepalanya diatas meja dengan kedua mata terpejam. Gadis itu tidur. Sebelah tangannya memegang perut. Beberapa kali gadis itu terlihat mengerutkan dahi dan menautkan kedua alisnya.
Setelah semenit memastikan. Ya, gadis itu benar Adel.
Ngapain itu anak dateng pagi pagi banget kayak gini? Batin Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
NANTI
RomansaSelama ini, Adel tidak pernah terlihat oleh Devan. Bahkan, selama 3 tahun berada di satu sekolah yang sama, Devan baru menyadari keberadaan Adel di tahun terakhirnya di SMA Bangsa. Tidak butuh waktu lama untuk Devan memilih untuk menjatuhkan hatinya...