Jam dinding di kamar Devan menunjukkan pukul 10 pagi. Lelaki itu masih terlelap di atas kasurnya. Menikmati mimpinya yang mungkin baginya indah, sampai membuatnya tidak kunjung bangun walaupun sinar matahari pagi telah muncul tepat di jendela kamarnya."Devan Rama Febrian! Devan! Ayodong bangun, udah jam 10." Devan hanya bisa mengulat diatas kasurnya, kembali menarik selimutnya, mengacuhkan perkataan ibunya.
"Nanti ah, Ma. Orang hari sabtu juga. Kok dipaksa bangun pagi sih." Devan menggerutu.
"Enggak, enggak. Kamu ikut dong, yuk. Makan siang dirumah temen mama sama papa. Makanya kamu bangun dong sekarang Devan." Devan memaksakan kedua matanya untuk terbuka. Berhasil. Walaupun bentuk matanya sekarang menyipit.
"Makan siang? Enggak ah. Bosen banget pasti. Devan cengo pasti disana, Ma. Enggak ah, Devan juga mau pergi nanti." Mira hanya bisa menghela nafasnya kesal.
"Ini tuh untuk kepentingan kamu juga Devan."
"Apaansih, Ma...Udahlah, mama sama papa aja ya yang pergi. Devan gak ikut."
"Gak usah dipaksa, Mira." Devan mengalihkan pandangannya sekarang kepada papanya. Tersenyum manis. Makasih papa! Batinnya.
"Febri! Kalau anak salah tuh jangan dibela." Mira kini menunjukkan kekesalannya.
"Ih, Devan salah apa?"
"Salah karena kamu gamau ikut!" Devan hanya bisa menggaruk garuk kepalanya serba salah. Sementara, Febri hanya bisa tersenyum kecil.
"Lagian, gak mungkin juga kan ditemuin sama Devan hari ini. Pelan pelan, lah, Mir."
"Lain kali kamu ikut ya." Mira pergi dari kamarnya setelah 'mengancam' Devan.
"Papa the best!" Devan menyengir pada Febri. Melihat itu, Febri hanya bisa tertawa kecil lalu menutup pintu kamar anak lelakinya itu. Devan kemudian kembali meletakkan kepalanya di atas bantal. Berniat untuk kembali tidur.
Saat ia ingin kembali menutup matanya, Devan teringat akan sesuatu.
Hari ini hari sabtu ya? Batinnya.
Devan lalu tersenyum jahil. Adelia. Jalan jalan.
Bingo!
Devan dengan segera bangkit dari tempat tidurnya. Bergegas untuk mandi, bersiap siap, lalu menjemput Adel ke apartment untuk diajaknya jalan jalan hari ini.
Malam mingguan! Devan tidak bisa menghapus senyum di bibirnya. Betapa senangnya ia bayangkan bisa menghabiskan waktunya di malam minggu bersama gadis cantik.
"Devan! Nanti kalau mau pergi, jangan lupa suruh si mbok kunci pintu ya!" Mira kembali naik ke lantai atas sebelum pergi untuk acara jamuan makan siang bersama kerabatnya. Teriak dari luar kamar mandi.
"Oke!"
***
"Walaupun Devan punya mimpi untuk sekolah bisnis di Amerika dan memang saat ditawarkan pun dia mau. Tapi, kalau Devan tau keuangan kita belum cukup untuk membiayai sekolahnya disana, aku yakin pasti Devan ngerti." Tutur Febri pada Mira.
Keduanya sekarang berada di dalam mobil. Di tengah perjalanan menuju ke rumah kerabat mereka untuk makan siang.
"Bersyarat kayak gitu, apa itu gak memberatkan buat Devan?"
"Kamu emangnya gak mau anak kamu sekolah di luar negeri? Gak mau anak kamu sukses?"
"Bukan gak mau, Mira. Aku cuma nanya. Dijodohkan seperti itu, berat gak untuk Devan kedepannya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
NANTI
RomansaSelama ini, Adel tidak pernah terlihat oleh Devan. Bahkan, selama 3 tahun berada di satu sekolah yang sama, Devan baru menyadari keberadaan Adel di tahun terakhirnya di SMA Bangsa. Tidak butuh waktu lama untuk Devan memilih untuk menjatuhkan hatinya...