10. Hari Air Mata

1.2K 29 2
                                    

Adel duduk di bangkunya. Menunduk. Menenggelamkan kepalanya diatas meja. Gadis itu sama sekali tidak bersemangat hari ini setelah kejadian kemarin yang menimpanya. Bagaimana bisa, ternyata, wanita angkuh dan sombong yang menyiram wajahnya dengan ice caramel latte berminggu minggu lalu adalah ibu dari Devan. Kekasihnya.

Adel kembali menitikkan air matanya saat ia mengingat bagaimana perlakuan Mira kemarin dan saat di coffee shop malam itu.

Kelasnya masih kosong. Hanya ada Adel sendiri saat ini.

Krek...Pintu kelasnya terbuka dan menampakkan sosok Devan dibaliknya.

Adel tidak mengubah posisinya. Ia pikir, pasti itu hanya salah satu teman sekelasnya selain dirinya yang berniat datang lebih pagi. Devan melihat Adel yang masih tidak menggubris kehadirannya.

"Adel"

Suara itu sontak membuat Adel mengangkat kepalanya dan memandang Devan yang kini sudah ada dihadapannya. Kini, keadaan gadis itu kacau. Matanya sembap dan rambutnya terlihat lebih berantakan. Devan hanya memandangi gadisnya itu dalam diam.

"Kamu ngapain?"

"Del, maafin aku"

"Kamu gausah minta maaf terus. Kemarin kan juga udah minta maaf." Jawab Adel ketus.

"Del maksud aku gak gitu, pasti ini semua bisa kita lewatin bareng bar-"

"Aku gak tau Dev." Adel memotong perkataan Devan lebih dulu. Keduanya kembali dalam diam. Devan bisa merasakan bahwa Adel benar benar masih tidak bisa melupakan kejadian kemarin. Matanya seperti memberitahu Devan bahwa hati gadis itu masih sangat sakit. Sangat sakit.

"Maafin aku"

"Dev!" bentak Adel kali ini. Gadis itu meneteskan air matanya. Beberapa detik setelahnya, bahu Adel berguncang hebat. Tangisnya semakin deras.

"Kamu tuh gak salah. Kamu juga udah ngebela aku didepan mama kamu kan kemarin? Yaudah udah! Gausah minta maaf terus! Dengan kamu minta maaf terus malah bikin aku terkesan gak bisa ngerti kamu dan egois tau gak?"

Kamu gak tau yang sebenernya, Del. Makanya, kamu masih bisa anggap aku gak punya salah sama kamu. Batin Devan.

"Terus kenapa kamu bilang gak tau?"

"Devan kamu buka mata kamu. Sadar, Dev. Menurut kamu, ada gak 10 persen dari hati mama kamu itu suka sama aku? Hah? Terus kamu berharap aku bilang apa ke kamu selain 'gak tau'?"

Devan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Matanya memerah. Ingin sekali rasanya ia berteriak dan menangis saat ini. Frustasi.

"Kita backstreet aja, Del"

Adel membulatkan kedua bola matanya. Sedetik kemudian, gadis itu tertawa remeh sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Seperti tidak menyangka bahwa Devan akan memberikannya solusi semacam itu.

"Kamu kenapa?"

"Jangan nyusahin diri sendiri, Dev"

"Nyusahin apa sih, Del?"

"Kamu itu nyusahin diri kamu sendiri. Kamu gak denger kemarin mama kamu bilang apa? Semua yang diomongin mama kamu itu bener, Dev! Kamu baru dua bulan belakangan ini kenal aku. Sementara, kamu udah sama mama dari kamu berbentuk benih. Dan sekarang, kamu tetap mau ngebantah mama kamu dengan cara kita backstreet? Iya? Kamu lagi lagi bikin aku ngerasa jadi orang yang paling egois kalau kamu milih cara kaya gitu. Kata kata mama kamu itu gak cukup membuat kamu terpukul? Aku aja bisa langsung ngerasa, masa kamu enggak?"

"Terus kamu mau apa? Apa kamu emang sengaja, iya? Emang pengen putu-"

PLAK! Adel menampar pipi Devan keras. Devan diam tak berkutik.

NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang