18. Selamat Tinggal, Lia

1.2K 36 3
                                    

Devan memarkirkan motornya di pekarangan tempat parkir motor SMA Bangsa. Sekolahnya belum terlihat ramai karena waktu masih menunjukkan pukul 06.00.

Entah mengapa, Devan ingin datang lebih pagi hari ini. Pagi ini, Devan kembali mengendarakan motornya untuk pergi ke sekolah setelah sekian lama ia harus diantar oleh supir dan pergi ke sekolah bersama dengan Bella. Ya, Devan pergi ke sekolah seorang diri. Tanpa supir dan tanpa Bella.

Setelah kejadian malam itu di pesta ulang tahun Adel, Mira dan Febri tidak banyak berkata. Devan sendiri merasakan kejanggalan itu. Entah dirinya harus merasa senang atau sedih. Tapi yang jelas, Devan juga tidak ingin mengajukan banyak pertanyaan pada kedua orangtua nya itu.

Sekali Mira berkata pada Devan setelah malam itu. Mira hanya mengatakan bahwa sebaiknya Devan tetap bersanding dengan Bella dan tidak pergi meninggalkan gadis itu dan keluarganya. Mira juga mengatakan bahwa jangan kembali mempermalukan keluarganya sendiri dengan cara kembali menyakiti Adel. Tanpa Devan ketahui, Mira berkata seperti itu karena sudah lebih dulu mendapat peringatan dari Ednan untuk tidak lagi mengganggu atau menyentuh cucunya, Adel. Dan, keluarga Dharma juga memberikan peringatan pada keluarga Febri bahwa sebaiknya pertunangannya tetap dilanjut dan dijalankan mengingat usaha Dharma yang membuat Febri bisa sampai di posisinya yang sekarang dan juga untuk tidak menambah rasa malu Bella jika pertunangannya dibatalkan begitu saja.

Mendengar Mira berkata seperti itu kepadanya setelah pulang dari pesta ulang tahun Adel beberapa hari yang lalu, Devan hanya bisa diam. Tak ingin membalas perkataan Mira dengan sepotong kalimat apapun.

Tapi kini, Devan ingin menyelesaikan semuanya dengan benar. Berawal dari datang lebih pagi ke sekolah untuk berbicara dengan Rio. Selain itu, niat Devan hari ini adalah menemui Adel dan menjelaskan semuanya.

"Ris, Rio udah dateng?" Tanya Devan pada Risma begitu ia menginjakkan kakinya di kelas XII-B. Kebetulan, Risma sudah menampakkan dirinya di kelas itu pagi ini.

"Udah deh kayaknya tadi."

"Terus? Sekarang dia dimana?"

"Warung Mak Berta kayaknya"

"Oh iya?" Risma mengangguk.

"Tadi gue diajakin. Bilangnya gini 'Ris, nyebat yuk di Mak Berta. Romantis pasti kan ngerokok berduaan kita, sambil ngerjain latihan soal soal UN, cihuy' gitu. Ada ada aja emang kelakuan temen lo." Devan hanya bisa tertawa mendengar perkataan Risma.

"Hahaha, yaudah yuk mau ikut?"

"Ogah!"

"Yaudah deh...nanti gue bawain tempe mendoan aja ya?"

"Serius? Baik banget!"

"Ya enggak lah! Yakali!"

"Sama aja emang lo berdua, sialan!" Devan tertawa lalu langsung pergi meninggalkan kelas XII-B dan melambaikan tangannya pada Risma.

Devan melangkahkan kakinya dengan cepat ke warung Mak Berta untuk bertemu dengan Rio. Dan benar seperti dugaannya, Rio masih ada disana ketika Devan sampai. Rio tengah menyantap satu bungkus nasi uduk lengkap dengan kerupuk. Kesukaannya.

Bisa diingat kembali, saat ia memberikan sarapan kepada Adel. Ya, nasi uduk.

Rio langsung mengalihkan pandangannya dari nasi uduk kecintaannya kepada Devan yang baru saja duduk di depannya.

"Makan, bro"

"Lanjut, io" Devan tersenyum.

"Bentar ya. Gue abisin dulu"

"Santai"

Rio pun dengan lahap dan sigap menghabiskan nasi uduk yang ada di hadapannya. Pagi ini, selain nasi uduk untuk sarapannya, Rio juga ditemani oleh segelas teh manis hangat spesial buatan Mak Berta.

NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang