Adel yang sudah rapih dan cantik kini hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Ia berdiri di hadapan Ednan.
"Opaaa...Ini tuh yang mau jemput beneran temen Adel doang kok. Masa Adel udah siap siap gini gak jadi pergi sih..." Adel memelas untuk yang kesekian kalinya.
"Opa tidak percaya dengan teman laki laki di sekolah mu itu, Del. Sebangsa bajingan semua." Rini yang mendengarnya hanya bisa tertawa dan menggeleng gelengkan kepalanya.
"Gak apa lah, Pa. Kasihan kan Adel udah rapih begitu."
"Rini, papa itu cuma gak mau Adel disakiti lagi. Liat itu, kejadian kemarin. Devan. Papa itu tidak mau Adel dekat dengan sembarang laki laki lagi."
"Beda yang ini, Pa."
"Rini, kalau yang tidak benar jangan dibela." Adel hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia melirik ke arah adik dari ibunda nya itu. Semacam meminta pertolongan.
"Sayang dia sama Adel."
"Ah! Tertarik pula dengan cucuku? Papa makin tidak percaya."
"Bilang sayang sama Adel nya bukan di depan Adel, Pa."
"Lalu?" Ednan masih tetap pada pendiriannya.
"Di depan Rini. Bilangnya gini 'Saya sayang, Tante, sama Adel.'" Ednan menautkan kedua alisnya sementara pipi Adel berubah menjadi merah merona.
Ting...Tong...
Bel di rumah Ednan berbunyi. Menandakan ada tamu yang datang. Dan Adel yakin seratus persen kalau tamu yang sekarang berkunjung ke rumah kakeknya itu adalah Rio.
"Itu dia?" Adel mengangguk menjawab Ednan.
Ednan menghela nafasnya panjang kemudian menatap Adel dalam dalam.
"Boleh pergi. Tapi, tidak langsung keluar. Suruh dia masuk dan mengobrol disini sebentar." Adel membulatkan matanya terkejut.
Ngapain juga Rio disuruh ngobrol sama Opa dan Tante Rini? Duh! Ada ada aja deh. Batin Adel.
"Iya atau tidak sama sekali, Adelia?"
"E-eh. I-iya, Opa. Bentar, Adel ajak masuk dulu ya." Ednan dan Rini mengangguk bersamaan.
Rini terlihat sangat menanti kedatangan Rio. Dari awal ia bertemu dengan Rio di malam pesta ulang tahun Adel, ia sudah tahu bahwa Rio adalah anak yang baik. Yang menyayangi Adel tulus. Dan kali ini Rini berharap bahwa jangan sampai Rio menghancurkan penilaian baik Rini terhadap dirinya.
Adel buru buru menyambut Rio yang sudah ada di depan pintu masuk utama rumah Ednan.
"Zra!"
"Hal-"
"Disuruh masuk dulu sama Opa. Gapapa?" Rio menautkan kedua alisnya.
"Ya gapapa lah, Li. Emang kenapa? Loh, gue ini emang mau masuk loh?" Berganti, kini Adel yang menautkan kedua alisnya bingung. Bagaimana bisa Rio terlihat sangat santai saat ia berkata bahwa Ednan ingin terlebih dahulu bertemu dengannya.
"O-oh...yaudah. Ayuk, masuk. Biar cepet."
"Ya ampun...jangan gitu, Li. Waktu berduaannya mah masih bany-"
"Ezraaaa....lagi gak bercanda nih!" Rio hanya tertawa melihat tingkah Adel.
"Iya iya."
Kemudian, Rio mengikuti Adel dari belakang. Mereka melangkahkan kaki mereka masuk ke ruang tengah rumah megah tersebut. Rio benar benar terlihat santai dan hanya bisa menampakkan senyumnya sedari tadi.
"Opa, ini Rio. Teman Adel." Ucap Adel takut takut.
Setelah itu, Ednan dan Rini berdiri dari sofa tempat mereka duduk. Ednan sedikit menampakkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NANTI
RomanceSelama ini, Adel tidak pernah terlihat oleh Devan. Bahkan, selama 3 tahun berada di satu sekolah yang sama, Devan baru menyadari keberadaan Adel di tahun terakhirnya di SMA Bangsa. Tidak butuh waktu lama untuk Devan memilih untuk menjatuhkan hatinya...