awal

121 8 0
                                    

"Zel, gue cinta sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?"

Dengan wajah datar dan sorot mata yang ingin menerkam, Zeline berjalan kearah cowok yang sedang berlutut di depan ruang kelasnya.
Suasana yang seharusnya romantis tiba-tiba menjadi mistis dan menegangkan. Kerlingan mata Zeline sangat mengerikan, meskipun wajahnya memang terlihat sangat menawan. Orang- orang di sekitarnya mendadak hening, akankah nasib cowok ini sama seperti yang lainnya? Ditolak mentah-mentah oleh Zeline.

"Bangun." Suara Zelime terdengar imut namun dangat dingin.

"Aku bosen terlihat jahat di hadapan semua orang, tapi kali ini aku udah muak dengan semua drama-drama ala korea. Dengerin baik-baik, untuk kamu dan semua orang yang berniat ngelakuin hal kayak kamu." Zeline menarik napas dalam lalu mendekat kearah telinga cowok itu. "Jangan pernah mimpi jadi pacar aku! Paham!"

Lengkingan yang merusak telinga setiap orang yang mendengarnya itu dari mulut pedas Zeline. Semua orang menatap kebencian kepada Zeline, dia gadis manis dan imut wajar saja banyak orang yang menyukainya. Hanya saja, Zeline selalu mempermalukan setiap kali ada orang yang berusaha menembaknya.

Zeline kembali ke tempat duduknya. Drama alay seperti tadi sering sekali ia dapatkan. Zeline pun bingung, apa yang mereka lihat dari dirinya? Cantik? Banyak anak hits di kampus ini yang lebih darinya. Atau mungkin mereka memang ingin bertaruh meluluhkan hatinya, ah jangan harap bisa. Hatinya hanya ia jaga dan simpan agar tidak rusak untuk dipersembahkan kepada cinta pertamanya yang akan menjadi cinta sejatinya.

"Zel?"
"Hm."
"Kamu kok nolak si Pandu? Padahal dia kan ganteng."
"Ambil aja kalo mau."
"Aku serius, kamu normal, kan?"
"Nggak!"
"Nyebelin, aku tau kamu masih nungguin cinta monyet kamu itu kan? Lagian, kamu juga nggak tau dia di mana."
"Nanti juga ketemu."

Qiana, satu-satunya sahabat Zeline yang sangat betah berlama-lama di samping gadis bermulut pedas itu. Sejak ospek hingga kini semester 3, Qiana terus saja mengikuti Zeline. Padahal Zeline kadang seperti tidak menganggap Qiana itu sahabatnya. Tapi, Qiana yakin kalau Zeline gadis yang baik. Contohnya saja, Zeline selalu membantunya ketika kesulitan dalam belajar atau digangguin temen yang lain.

"Zel, ceritain sosok cowok yang kamu cinta itu dong."

"Berisik."

"Dia ganteng ya? Baik ya? Pinter ya? Soalanya kamu kayak cinta mati banget sama cowok itu. Ada fotonya nggak? Pengen liat."

"Berisik."

Qiana memanyunkan bibirnya. Sekali tidak akan tetap tidak bagi Zeline. Sahabatnya satu ini memang keras kepala dan batu, tapi terkadang Zeline bisa lembut ketika moodnya baik.

___

Zeline menulikan pendengarannya saat melintas di depan kelas Pandu. Iya, apa salah Zeline menolak teman satu angkatan beda kelas itu? Haruskah Zeline menerimanya? Atas dasar apa? Zeline tidak mau mengotori hatinya yang selalu ia jaga selama bertahun-tahun. Zeline hanya mencintai satu orang saja dan itu cinta pertamanya saat di bangku sekolah menengah pertama.

"Heh! Cewek aneh dan sok cantik." Zeline tetap cuek dan terus berjalan melewati dua cewek jangkung yang terlihat sangat cantik.

"Woi! Lo budek atau gimana?" Salah satu cewek itu menahan tangan Zeline. Zeline menepis sangat kuat. Terlihat cewek itu mengaduh kesakitan.

"Lo kasar banget sih. Sok cantik, mulut pedes."

"Mau kamu apa? Aku nggak ada urusan sama kalian berdua."

"Kenapa lo nolak Pandu, sok cantik banget."

"Terserah aku." Zeline menatap kedua cewek itu angkuh.

"Songong banget lo. Harusnya lo bersyukur bisa ditembak Pandu, tapi lo malah menpermalukan dia. Nggak punya hati lo."

Zeline mengedikan bahunya. Malas sekali berdebat hal yang tidak penting seperti ini. Mempermalukan? Zeline tidak pernah mempermalukan siapa pun, cowok-cowok itu saja yang mempermalukan dirinya sendiri. Sudah banyak contoh tapi masih nekat buat nembak di depan semua orang.
Zeline kembali ingin melangkahkan kakinya. Tapi tangannya tertahan oleh seseorang. Tangan besar itu menggenggam erat pergelangan Zeline. Zeline menepis, tapi sayangnya tenaga cowok ini lebih kuat darinya.

"Lepasin!" Sorot mata Zeline sangat dingin.

"Ikut gue dulu." Cowok itu menarik tangan Zeline kearah belakang kampus yang sedikit orang berlalu lalang.

Sesampainya di sana, Zeline menarik kuat tangannya. Zeline tahu siapa ini, cowok yang baru tadi pagi ia tolak. Mau apa lagi? Apa jawaban tadi belum jelas.

"Apa alasan lo nolak gue?"

"Apa alasan aku harus nerima kamu?" Zeline menatap Pandu dengan serius.

"Apa kurangnya gue? Gue tajir, ganteng juga. Banyak yang mau ada diposisi lo, sedangkan lo dengan mudahnya nolak gue."

"Satu, kamu nggak bisa buat aku jatuh cinta."

Pandu menatap wajah Zeline. Hanya itu? Zeline bisa saja memberinya kesempatan agar bisa jatuh cinta padanya. Itu bukan alasan yang tepat, klise sekali jika hanya itu.

"Kasih gue kesempatan untuk buat lo jatuh cinta dan gue bisa masuk dalam hati lo."

"Hati aku udah terisi nama seseorang, nggak ada satu orang pun yang bisa ganti posisi dia di sana. TERMASUK KAMU!"

Zeline berbalik ingin beranjak pergi. Kenapa orang-orang mengusik hidupnya sih? Zeline hanya ingin menjalankan hidup yang tenang sembari menunggu cinta pertamanya datang. Masih banyak cewek cantik di kampus seluas ini, mengapa dirinya yang selalu dipilih dan membuat dirinya sangat jahat ketika menolak mentah-mentah.

Kaki Zeline tertahan ketika mendengar suara berat Pandu. Cowok itu menangis? Tidak mungkin. Untuk apa dia menangis hanya karena dirinya.

"Lo cinta pertama gue, Zel. Gue bisa gila kalau kayak gini. Gue bakalan terus ngejar lo sampai lo mau nerima gue."

Zeline menggelengkan kepalanya. Hatinya tidak bergetar mendengar itu. Hatinya sudah terkunci hanya untuk seseorang di masa lalunya yang akan menjadi masa depannya. Zeline tidak mau kalau hatinya berantakan, Zeline mau yang terbaik untuk cinta pertamanya itu.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang