tak saling sapa

26 1 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Selama itu Zeline menangis. Harusnya sekarang dia bahagia, tidak dengan air mata yang lebih menyakitkan dari penantiannya untuk Sagara.

Gadis itu memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Kalimat Pandu masih terngiang dalam benaknya. Tak pernah ia bayangkan bahwa Pandu akan mengatakan kalimat itu, kalimat yang menandakan mereka harus berpisah.

"Zel, kamu menangis hanya karena rasa terbiasa bersama Pandu! Bukan karena perasaan yang lain!"

Zeline terus menyakinkan dirinya bahwa sakit ini, sedih ini, tangis ini hanya karena dia merasa Pandu adalah teman terbaiknya. Zeline hanya belum siap kehilangan teman seperti Pandu, iya, hanya itu saja.

Gadis itu berdiri, melihat boneka beruang yang begitu besar. Hadiah pertama yang dia terima dari orang luar, kejutan yang begitu indah. Zeline kembali teringat, malam itu, Zeline juga telah melukai hati Pandu. Air mata Zeline kembali mengalir, berapa banyak ia sudah melukai Pandu.

"Aku jahat banget sama kamu, ya, Ndu? Sakit aku malam ini nggak sebanding sama sakit kamu selama ini." Zeline merengkuh boneka itu.

Raungan pilu ia teriakan dalam dekapan boneka itu. Biasanya, dia selalu menangis dalam dekapan Pandu. Pelukan yang mampu menenangkan dirinya.

"Ndu, sekarang aku harus kembali ke mana kalau nangis? Kamu bilang, kamu akan selalu di sini. Kamu akan selalu jagain aku, selalu jadi sandaran aku. Apa kita nggak bisa terus berteman? Kenapa kamu mencintai aku sebegitu dalamnya, sih, Ndu."

Iya, sekarang Zeline terlihat sangat jahat. Dia seolah menginginkan keduanya. Gadis itu mencintai Sagara, tapi dia juga menyayangi Pandu. Rasanya, sangat sulit jika harus berjauhan dengan Pandu.

Di tempat lain, Pandu juga masih terjaga di kamarnya. Matanya terus menatap langit-langit kamar. Pikirannya sedang kacau, hati dan otaknya tidak sejalan. Pandu teringat saat kalimat itu lolos begitu saja dari bibirnya.

"Maafin aku, Zel. Aku nggak tau gimana caranya ngelampiasin cemburu ini."

Pandu mengusap wajahnya secara kasar. Ada perasaan menyesal setelah meninggalkan Zeline yang sedang menangis di taman. Padahal, dada ini yang biasanya menjadi tempat menampung ribuan butir air mata itu.

__

Zeline terbangun pukul sepuluh pagi. Jadwal mata kuliahnya siang, gadis itu melihat dirinya dari pantulan kaca. Wajahnya sangat menyedihkan, kantung mata serta kelopak mata yang sembab.

Cairan bening keluar lagi dari sudut matanya. Mengapa ia harus menangis selama ini, mengapa ucapan Pandu sangat membekas di hatinya.

Selesai membersihkan tubuhnya, Zeline keluar menuruni anak tangga. Dia tidak melihat ibunya di dapur, namun sudah terhidang makanan di atas meja. Mungkin ibunya sedang ke pasar.

Gadis itu hanya meminum air putih saja. Selera makannya menghilang sejak semalam.

Ia melihat notif di ponselnya, hanya ada Qiana dan Sagara. Harapannya begitu besar, mengharapkan Pandu akan mengirimkan pesan.

"Ndu." Zeline berlirih.

Zeline menarik napas lalu menghembuskannya. Menghilangkan sedikit sesak di dadanya.

Kakinya melangkah keluar, ia bersiap untuk pergi ke kampus. Tak tahu apa yang akan terjadi di sana. Tapi, bukankah selama ini Zeline sendiri. Sebelum dekat dengan Pandu, Zeline menjalankan hari-harinya sendiri.

Belum sempat ia mengeluarkan motor, ada klakson mobil yang terdengar. Zeline menoleh, Sagara di sana dengan senyum paling menenangkan.

"Ayo ke kampus." Sagara kaget melihat mata cewek yang dia cintai begitu sembab.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang