lebih baik

30 1 0
                                    

"Zel."

Pandu mempercepat langkahnya agar bisa sejajar dengan seseorang yang kini bisa ia rengkuh, meski hanya sebatas teman tidak lebih. Berada diposisi sekarang ini tidaklah mudah bagi Pandu. Semua orang juga tahu bahwa Pandu seperti membuang harga dirinya demi terus masuk menyelami dunia Zeline. Dan perjuangan Pandu tidak sia-sia, dirinya bisa masuk ke dalam kehidupan Zeline.

Pandu tahu bahwa setelah kedekatannya terdengar seantero fakultasnya, Zeline sering kali dicaci dan maki. Semua orang membenci sifat Zeline yang pura-pura tidak mau tapi nyatanya malah mau. Padahal orang-orang itu tidak tahu Zeline dan bahkan tidak mengerti mengapa Zeline seperti itu.

"Zel, kamu mau ke mana?" Pandu berhasil menjajarkan langkahnya di samping Zeline.

"Pulang."

Meski telah dianggap teman, tetap saja Zeline sering bersikap dingin. Zeline hanya akan mencair dan menghangat ketika Pandu membuka topik tentang Sagara. Entah mengapa, seolah Zeline sedang berbicara kepada Sagaranya. Hanya dengan menyebutkan nama Sagara, Zeline bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Senyumnya, tawanya, ekspresinya sangat berbeda.

"Jalan dulu mau?"

"Males." Zeline terus saja melangkahkan kakinya tanpa minat menoleh Pandu di sampingnya.

"Ke SMP kamu dulu yuk?"

Zeline menghentikan langkahnya, matanya berbinar. Benar apa yang Pandu duga, Zeline pasti berubah ketika topiknya berkaitan dengan Sagara.

"Ayo." Zeline mengandeng tangan Pandu dengan sangat erat.

Selama perjalanan, Zeline terus saja mengoceh tentang Sagara. Jujur saja, di dasar lubuk hatinya ada getaran yang sangat tidak mengenakan. Tapi, melihat senyum dan tawa di wajah Zeline seolah telah menjadi obat paling ampuh untuk menyembuhkan sakit itu.
Pandu terlihat sangat menyedihkan, posisinya saat ini hanya sebagai pelarian. Pandu tidak pernah bisa menggeser posisi Sagara di hati Zeline, namun Pandu telah memutuskan untuk tetap berada di samping Zeline hingga Sagara datang.

"Ndu, belok kanan! Ih kamu ngelamun ya?"

"Hah? Apa Zel, ya ampun maaf." Pandu memundurkan mobilnya lalu membelokkan stirnya ke kanan.

Mereka memasuki pekarangan sekolah Zeline. Pandu tahu bahwa tempat ini menjadi saksi bisu pertemuan antara Zeline dan Sagara yang membawanya sampai ke masa sekarang. Pandu sampai tidak sadar, bahwa Zeline telah lebih dulu turun dari mobilnya. Melihat Zeline seperti ini sangat membuat Pandu bahagia. Tingkahnya sangat berbeda dengan Zeline yang orang lain kenal.

Zeline yang kini sedang dihadapannya, tidak lebih dari seorang anak kecil yang sedang mendapatkan mainan baru. Sangat lucu dan menggemaskan. Pandu mengikuti langkah Zeline yang berlari kecil melintasi koridor kelas.

Pukul tiga sore, sekolah sudah nampak sepi. Tidak ada murid yang masih berkeliaran di sekolah ini. Sepi dan kosong tapi tidak menyeramkan. Terlebih lagi, suara Zeline yang kini seperti kerasukan arwah anak kecil.

"Ndu, sini buruan." Pandu menambah kecepatan langkahnya.

"Apa, Zel?"

"Lihat, ini kelas aku dulu." Zeline menunjuk sebuah kelas paling pojok di area sekolahan itu.

"Sembilan lima?"

"Iya, dulu nama kerennya ANAMA, anak sembilan lima. Dulu aku duduknya di sana," telunjuk Zeline mengarah pada meja paling depan nomor dua dari jendela.

"Tepat di depan meja guru? Kamu nggak takut ketahuan nyontek?"

"Ish, aku nggak pernah nyontek, Ndu."

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang