bimbang

35 2 0
                                    

Sepanjang perjalanan, Zeline hanya diam saja. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tepat di depan pagar berwarna hitam, motor Pandu berhenti. Zeline turun dengan perlahan, lalu melepaskan helmnya. Setelah menyerahkan helm ke tangan Pandu, Zeline berbalik hendak meninggalkan Pandu. Namun, tangannya tertahan.

"Kamu kenapa?"

Gadis itu bungkam. Dadanya begitu sesak, ia ingin cepat ke kamar dan menangis.

"Aku capek, mau istirahat." Sedikit pun Zeline tidak menoleh kearah Pandu.

"Nggak usah dipikirin ucapan Sela tadi. Kamu udah tau, kan, kalau dia sering nyari masalah."

Zeline menghempaskan tangan Pandu. Sorotan matanya sangat tajam menatap Pandu.

"Gimana aku nggak kepikiran, kisah dia hampir sama kayak aku. Ralat, kayak kita! Kenapa, sih, aku harus bertemu dengan orang-orang yang bernasib sama kayak aku? Dan liat, hubungan kita kayak kartun Tom And Jerry! Dia ngejar kamu, kamu ngejar aku, aku ngejar orang lain. Lucu. Banget." Zeline tertawa hampa.

"Zel, kenapa kamu jadi mikirin omongan orang, sih?"

"Aku pusing!" Pandu tersenyum.

"Nggak usah marah-marah, nanti aku susah lupa dan nambah cinta."

"Pandu! Udah sana pulang."

Pandu mengalah. Gadis di depannya ini tidak boleh dibantah. Pandu sudah mulai paham akan karakter Zeline, sikap cuek dan juteknya itu hanya topeng saja. Gadis itu hanya tidak ingin menaruh harapan ke cowok-cowok lain, karena dia sedang menjaga hatinya untuk Sagara.

___

Zeline menghempaskan tubuhnya ke kasur. Hari ini sangat melelahkan, kepalanya juga masih terasa sakit. Ternyata, kakak tingkatnya itu punya keberanian yang cukup besar. Kalau pihak kampus tahu, bisa-bisa dia diberi peringatan. Satu lagi, orang yang bernasib sama dengannya. Menunggu cinta pertamanya.

Zeline meraih bingkai foto Sagara yang selalu setia menemaninya di samping kasur. Gadis itu mengusap wajah Sagara, sebutir cairan mengalir dari sudut matanya.

"Gar, kalau nanti semesta memertemukan kita. Kamu akan balas cinta aku, kan? Nasibku nggak akan kayak Sela, kan?"

Zeline tidak menangis, aneh rasanya. Gadis itu takut perjuangannya sia-sia, takut juga jika nanti Sagara tidak menerima perasaan cintanya. Tapi, aneh, Zeline tidak menangis. Di dalam lubuk hatinya terbesit ketenangan, kehadiran Pandu membuatnya lebih tenang. Lebih bisa menerima kenyataan-kenyataan yang ada. Gadis itu malah sedih, marah, kecewa ketika mendengar perkataan Sela. Lebih sakit dari pada perkataannya waktu itu.

"Nggak mungkin aku suka sama Pandu. Aku nggak boleh khianatin Sagara."

Zeline melihat jam di nakasnya. Waktu menunjukkan pukul 5 sore, gadis itu bergegas bangkit lalu merapikan rambutnya. Zeline keluar dari kamar, memesan ojek online.

Tak lama kemudian, terlihat seseorang dengan jaket hijau khas ojek online. Zeline berjalan kearahnya.

"Mba, Zeline?" Zeline mengangguk lalu memakai helm.

"Sesuai maps ya, mas."

Di perjalanan, Zeline hanya diam menatap jalanan yang nampak padat oleh kendaraan yang baru pulang kerja. Tanpa sadar, motor mereka berhenti tepat di tengah jembatan yang menjadi icon salah satu kota di Indonesia, Ampera. Iya, entah mengapa gadis itu memilih datang ke tempat ini.

Orang bilang, senja di Ampera sangat indah dan menenangkan. Zeline ingin merasakan hal itu. Meskipun, belum terlihat jelas karena langit masih terang. Zeline mengeluarkan ponselnya, ia melihat ada beberapa pesan masuk dari Pandu. Namun, gadis itu memilih mengabaikannya.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang