terakhir

37 1 0
                                    

Zeline tersenyum senang. Ia merasakan genggaman yang sangat hangat dari tangan seseorang. Gadis itu melirik cowok di sampingnya, ia kembali tersenyum.

"Mau belanja apa lagi?"

"Makan dulu laper. Kaki aku juga pegel."

"Mau aku gendong?"

Zeline mukuk lengan cowok di sampingnya.

"Emang aku anak kecil? Bentar lagi aku bakalan menikah, tau."

"Sama aku juga. Wih, jangan-jangan kita jodoh." Pandu terkekeh.

Mereka masuk ke dalam restoran yang berada di dalam pusat perbelanjaan. Pandu mengantri membeli makanan, sedangkan Zeline memilih ke toilet.

Saat gadis itu keluar dari toilet, dia melihat anak perempuan kecil yang cantik. Zeline kembali berkhayal, jika nanti dia punya anak pasti anaknya akan secantik ini.

Zeline membantu anak kecil itu untuk mengeringkan tangannya di pengering tangan.

"Makasih tante cantik."

Zeline tersenyum.

"Sama-sama anak cantik. Namanya siapa?"

"Rimsa, tante. Panggilannya Caca."

"Cantik sama kayak orangnya." Zeline mengelus rambut anak itu. Lalu anak itu pergi meninggalkan Zeline.

Zeline kembali ke tempat duduknya. Di sana sudah ada Pandu dengan menu makanan yang telah dipesan.

"Lama banget."

"Oh, tadi ada anak kecil lucu banget. Aku bantuin ngeringin tangan."

"Tenang, nanti kita buat anak banyak-banyak."

"Enak di kamu nggak enak di aku."

"Sama-sama enak. Hahah." Pandu tertawa keras.

Pandu memerhatikan wajah Zeline yang kini sedang asik menikmati makanannya. Pandu tersenyum, semuanya seperti mimpi. Dia tidak menyangka bahwa takdir dibuat serumit ini.

Tapi, dia bersyukur dengan semua yang mereka alami. Dengan semua ini, mereka belajar banyak hal terutama perjuangan.

"Kenapa liatin aku begitu?"

"Kayak mimpi."

"Emangnya aku bidadari."

"Lebih dari itu. Padahal dulu aku cuma berucap dalam hati supaya bisa jadi teman hidup kamu. Ternyata, semua menjadi nyata."

Zeline tersenyum.

"Apapun yang lakukan dari hati maka hasilnya takkan mengkhianati."

__

"Kita ke butik gaun pengantin dulu, ya, Ndu. Terus ke kuburuan mama. Oh iya, kamu tau kabar Qin nggak? Aku udah lama nggak tau kabar dia, apa kita ke rumahnya aja. Tapi aku nggak tau."

"Aku juga nggak tau kabar dia. Kalau kamu mau ke sana, aku tau rumahnya."

Zeline menoleh kearah Pandu. Kenapa Pandu bisa tahu rumah Qiana. Apa mungkin dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama.

Merasa diperhatikan, Pandu melirik gadis di sampingnya ini. Dia mengacak puncak kepala Zeline, seolah mengerti apa yang sedang dipikirkannya.

"Aku pernah sekali ke rumahnya, waktu jemput dia untuk nemenin nyari kado kamu."

"Hanya itu?"

"Iya sayang."

"Sebenarnya dia ke mana, ya, Ndu? Padahal sedikit lagi dia nyelesain skripsinya."

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang