pertengkaran

22 1 0
                                    

Hari terus berlalu. Tanpa terasa, Zeline telah menyelesaikan penelitiannya. Zeline mulai terbiasa tanpa Pandu disisinya, meski sesekali ia sering bertemu dengan cowok itu saat bimbingan. Namun, mereka hanya saling memalingkan muka. Tidak saling sapa, seperti dua orang asing yang tak pernah saling kenal.

Sampai sekarang, Zeline masih merasa bersalah atas semua tindakkannya terhadap Pandu. Ingin sekali meminta maaf, namun Pandu seperti enggan memaafkan. Cowok itu sepertinya sangat membenci Zeline.

Perihal Qiana, setelah menjadi pusat perhatian anak kampus waktu itu, gadis itu tidak pernah kelihatan lagi. Bahkan, Qiana tidak menyelesaikan kuliahnya. Zeline sudah sering mencoba menghubunginya. Tapi, nomornya sama sekali tidak aktif.

Sebelum masuk ke dalam ruang sidang, Zeline menitikan air matanya. Setidaknya, dia pernah merasakan bahagia di kampus ini. Meskipun semuanya kembali berakhir dengan air mata.

"Semangat, Zel." Zeline menyemangati dirinya sendiri.

Kakinya melangkah mantap ke dalam ruangan. Telah ada para penguji yang kini akan menilai persentasinya. Dengan seragam putih hitam, Zeline menarik napas lalu dengan lantang menjelaskan tiap rinci hasil penelitiannya.

Debaran jantungnya sangat bergejolak hebat setelah menyelesaikan semua rangkaian sidang. Mulai dari penjelasan dan menjawab pertanyaan mematikan dari para penguji.

"Terima kasih, Pak."

Zelien berdiri ditengah, menghadap semua penguji. Zeline berkeringat di dalam ruangan ber-AC. Terlihat gadis itu meremas jemarinya hingga memutih. Pengumuman hasil sidang langsung diberikan saat itu juga.

"Baik, Zeline Arundati. Selamat karena kamu telah menyelesaikan penelitian ini dengan sangat baik. Persentasi yang kamu paparkan tadi sudah cukup bagus dan kamu sangat menguasainya, dilihat dari jawaban kamu yang sangat tepat."

Zeline menahan napasnya. Rasanya, ia ingin pingsan sekarang.

"Selamat kamu lulus dengan nilai A."

Zeline membulatkan matanya. Dia tidak percaya dengan hasil yang kini dia dapatkan.

"Hah? Bapak serius? Terima kasih banyak pak, bu."

Zeline berlari kecil menuju para penguji. Gadis itu menjabati satu persatu tangan pengujinya. Mengucapkan terima kasih berkali-kali.

Setelah selesai, Zeline keluar dengan wajah yang tidak pernah dia perlihatkan ke semua orang. Senyum yang mengembang sangat lebar.

"Zel, lulus?" Tanya seorang temannya.

Zeline mengangguk antusias, dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. Seketika semua orang yang berada di sana merasa terpana, baru kali ini mereka melihat Zeline tersenyum dengan bahagia. Tidak ada tampang jutek atau cuek yang biasa mereka lihat.

"Ternyata, Zeline jauh lebih cantik kalau tersenyum," ucap salah satu orang di sana.

Zeline memilih duduk di bangku. Gadis itu menunggu Sagara yang sebentar lagi akan datang. Wajahnya masih dihiasi dengan senyum yang indah. Zeline fokus pada ponselnya tanpa melihat sekitar.

Tiba-tiba, ada sebuket bunga yang terulur dihadapannya. Tanpa pikir panjang, Zeline langsung memeluk tubuh orang di depannya, tanpa melihat siapa orang itu.

"Aku lulus dengan nilai sempurna, Gar."

"Selamat, ya."

Zeline mematung.

Suara itu sangat familiar di telinganya.

Zeline menghirup aroma parfum yang sangat ia kenali. Matanya membola, jantungnya berdebar dengan sangat kuat.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang